(30)

2.4K 171 21
                                    

Kini Glen sedang berada di rumahnya,tepatnya di sebuah paviliun yang berada di taman belakang rumah keluarga Hollander. Di depannya terdapat hamparan bunga-bunga yang tertanam rapi. Glen jarang sekali berkunjung kesini. Terakhir kali ia menginjakkan kakinya di tempat ini adalah saat ia masih duduk di bangku smp. Sedikit aneh memang,mengingat tempat ini berada di rumahnya sendiri.

Glen memperhatikan sekitar,tidak ada yang berubah. Tempat ini masih sama seperti dulu. Ditengah-tengah ruangan, terdapat dua buah sofa kecil yang terlihat nyaman saat diduduki. Dengan karpet bulu tebal di bawahnya yang menambahkan kesan lembut saat di lihat. Ketika menoleh kesebelah kiri,disana terdapat sebuah rak buku yang terbuat dari kayu. Warna catnya sedikit memudar dibeberapa sisi. Sedangkan disebelah kanan ruangan,terdapat sebuah akuarium dengan beberapa ikan kecil di dalamnya,terlihat manis.

Glen berjalan perlahan menyentuh benda-benda yang ada disana. Sedikit rasa rindu terselip di relung hatinya. Ingin rasanya ia bisa mengulang masa kecilnya di sini. Bermain sesuka hati tanpa diusik oleh masalah duniawi. Saat tangannya tengah menelisik buku-buku di sana,matanya tidak sengaja melihat sebuah pigura yang terlihat usang. Ia pun mengambilnya,menatap lekat foto dua orang gadis yang tersenyum bahagia.

Kenangan-kenangan masa lalunya perlahan muncul dalam benaknya,gadis kecil itu adalah dirinya dan sahabat kecilnya,Elis. Tanpa disadari Glen tersenyum. Dulu mereka sangat dekat,sampai sebuah kesalapahaman berhasil membuat sekat antara keduanya.

Bayangan kebahagian masa lalu,kini berubah menjadi kejadian beberapa hari lalu saat Elis kembali dan membuka luka lama. Glen mencengkram pigura tersebut erat. Kilasan-kilasan saat Elis mempermalukannya di tempat umum terpampang jelas. Glen menutup matanya,menahan emosi. "Iya gue masih dendam sama lo. Gue mau hancurin lo sehancur-hancurnya."

Prakk!!

Napas Glen memburu,sekuat apapun dia menahan emosinya,ia tetap tidak bisa. Dan berakhir dengan hancurnya pigura tersebut. Orang yang dulu sangat ia sayangi,sekarang berniat menghancurkannya. Dan rencana busuk gadis itu membuatnya harus kehilangan Akhtar.

"Arrghhh!!" Glen menggerang frustasi. Ia Melempar semua buku-buku yang ada di depannya asal. "Bodoh gue bodoh!" Glen memukuli kepalanya sendiri. Sudah tiga hari Glen seperti ini. Tidak ada senyum yang terbit di wajahnya,tidak ada lagi tingkah absurdnya. Tubuhnya meluruh,dan ia terduduk dengan keadaan kacau. Glen meringkuk memegangi kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di sana. Isakan kecil terdengar,Glen kembali menangis.

Ia terbelenggu rasa penyesalan. Sudah tiga hari ia mencari alamat Akhtar,tetapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Dari bertanya kebeberapa tetangganya,ke teman dekatnya,bahkan kemarin ia sempat bertanya ke wali kelasnya tentang alamat Akhtar. Tetapi tidak ada yang tau. Hanya Grissam harapan satu-satunya. Laki-laki itupun sepertinya enggan untuk memberitahu. Bisa saja ia menyusul ke Amerika,tetapi ia juga berfikir dua kali untuk ke sana. Negara itu luas,jika ia pergi tanpa adanya tujuan yang jelas,itu akan percuma.

Tanpa Glen sadari,ada dua pasang mata yang menatapnya sedih. Ia melihat semua yang Glen lakukan. Hatinya ikut sakit,menyaksikan sang anak yang jauh dari kata baik. Dulu Glen juga pernah seperti ini,saat ia bertengkar dengan sahabatnya. Itu alasan mengapa ia berhenti mengejar karirnya dan memilih untuk pulang, berkumpul dengan keluarganya. Perlahan ia mendekat dan duduk di sebelah Glen. Tangannya terangkat mengelus pelan kepala Glen. Reflek Glen mengangkat wajahnya. Terlihat sang mama yang tengah tersenyum hangat ke arahnya. Glen yang terlambat bereaksi, buru-buru mengusap air matanya.

"Sejak kapan Mael di sini?" tanya Glen sebisa mungkin tidak menunjukan kesedihannya.

"Setengah jam yang lalu?" Elyana bertanya.

"Mael liat semuanya." cetus Glen yakin. Elyana kembali tersenyum.

"Mama udah tau semuanya sayang." ucap Elyana. Glen menatapnya bingung.

Naefa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang