(6) Si sombong.

8.3K 332 28
                                        

Ckit. Derit roda vespa dengan tanah lapang bertuliskan tempat parkir terdengar nyaring. "Akhirnya sampai juga, turun lo."

"Enggak usah disuruh juga gue bakal turun." jawab Akhtar sinis. Ia langsung menggendong tasnya dan melangkah pergi.

"Eits, mau kemana lo?" Baru dua kali melangkah, Glen menahan lengannya. "bayar dulu dong!"

"Tadi lo bilang gratis, bagaimana sih?

"Heh emping! Gue enggak pernah bilang gratis yah. Gue cuma bilang,  gue ikhlas bantu lo." sahut Glen melipat tangan di depan dada.

Tak! Akhtar menyentil dahi Glen. "Yang namanya ikhlas itu lo enggak boleh minta imbalan dodol!"

Glen terlihat merengut mengelus dahinya. "Itu menurut lo. Kalau ikhlas versi gue itu beda. Ikhlas itu hanya sekedar kata supaya diri terlihat bijak," Sudut bibir Akhtar berkedut, sebenarnya seperti apa prinsip hidup gadis di depannya ini. "gue enggak mau tahu, lo harus bayar." lanjut Glen memaksa.

"Iya oke gue bayar. Mau berapa lo?" balas Akhtar mengeluarkan dompet dalam saku celananya.

"Gue enggak mau duit lo," dahi Akhtar berkerut bingung. "Gue maunya lo, lebih tepatnya tubuh lo." ucap Glen tepat di samping telinga Akhtar. Akhtar mengerjap pelan, saat tahu apa arti kata-kata itu, ia mendorong tubuh Glen.

"Dasar cewe gila! Mesum! Mati aja lo sana!" semburnya kemudian melangkah pergi.

"Hahaha..., eh mau kemana lo! Bayar dulu! Hotel Permana enak kayanya." teriak Glen.

"Sana pergi sama kambing!" sahut Akhtar tidak kalah keras. Membuat Glen semakin tertawa dan mulai berlari mengejar Akhtar.

Tanpa mereka sadari, banyak pasang mata yang memperhatikan keduanya. Selentingan-selentingan pujian yang ditujukan kepada Akhtar pun banyak terdengar.

"Itu anak baru kan yah? Ganteng banget gila!"

"Pacarnya si Glen kah? Ko mereka deket banget sih, cemburu gue."

"Ah cool banget, ibu tolong rahimku bergetar."

"Tapi cuek banget tuh cowo."

"Si Glen tuh genit banget sih. Ngejar- ngejar cowo. Enggak punya pusar kali yah, dasar ganjen."

Dari sekian banyaknya ucapan, suara terakhir mampu membuat langkah Glen terhenti. Senyum licik tersungging di bibirnya ketika tahu bahwa yang barusan menggunjingnya adalah cewe menor yang mengaku sebagai ratu di sekolah ini. Dengan penuh semangat Glen menghampiri segerombolan cewe-cewe tadi.

"Nama lo Tita kan yah?" tanya Glen.

"Iya gue Tita, mau apa lo hah?" sahutnya mendorong salah satu pundak Glen.

"Denger ya Tit," Sapaan yang barusan Glen sebut, membuat teman-teman Tita hampir tertawa. Sedangkan Tita terlihat meradang. Selama ia sekolah di sini hanya Glen yang berani memanggilnya begitu. "mau gue ngejar si Akhtar kah, mau gue ngejar Pak satpam kah, itu bukan urusan lo sayang."

"Tapi cewe ngejar-ngejar cowo? Murahan tahu enggak?!" Dikata seperti itu, Glen tetap santai. Ia mengambil satu permen karet dari dalam sakunya lalu mengunyahnya.

"Ah masa sih? Uch, bahenol banget sih kamu." Gurau Glen sambil mencolek paha Tita dengan gemas. Tita memang mempunyai body yang sekal. Ditambah dengan pakaiannya yang serba ketat, membuat lekuk tubuhnya terlihat jelas.

"Gila lesbi lo!" sahut Tita menatap Glen tajam.

Glen yang merasa bosan berbasa-basi pun mengedarkan pandangannya. Saat ia melihat seorang pemuda culun dengan kacamata yang setia bertengger di atas hidungnya, Glen langsung berteriak. "WOY GANU!" Orang yang dipanggil pun menoleh, begitu pula dengan semua orang yang ada disekitar sana. "KATANYA TITA SUKA SAMA LO NIH!" Tita mendelik. Kini orang-orang mulai berbisik tidak menyangka.

Naefa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang