Kejutann aku update hari inii. Selamat tahun baru semuanya. Semoga tahun 2021 resolusinya bisa tercapai dan semoga sehat selalu ya.
Btw besok nggak ada chapter baru, chapter barunya Sabtu depan, dan jadi chapter terakhir.
Selamat membaca 😍😍
.
.Bu Dewa masih enggan keluar dari Kotak Neraka. Meski Solar sudah resign, tapi bayangan ketika anak buahnya itu menyampaikan presentasi dengan gaya bahasa yang sok, dan Bu Lia yang tanpa ragu memutuskan kontrak secara sepihak, masih mengobrak-abrik jiwa dan raganya.
Bagaimana bisa ia melewatkan hal yang penting itu? Bu Dewa yakin sudah melakukannya dengan benar. Pak Bakar juga selalu mendukungnya, tapi kenapa ia jadi pihak yang kalah? Anak-anak buahnya kurang ajar. Walaupun sudah diberikan banyak aturan pun mereka tetap menjadi pembangkang, dan berani menantangnya.
Hidup Bu Dewa sejak kecil dipenuhi oleh perundungan. Ia tidak akan pernah melupakan orang-orang yang menghinanya secara terang-terangan.
Saat Bu Dewa duduk di kelas satu SMP, ada Ocit yang selalu meledeknya, "Namamu Dewa, tapi kamu payah banget di matematika. Dewa harusnya jago di pelajaran apa pun."
Kelas dua SMA, tidak kalah menyiksa untuknya. "Dewa, jangan pelit kasih sontekan ke gue! Awas ya! Dewa harus membantu orang yang kesulitan."
Beranjak ke masa kuliah, Bu Dewa masuk ke kampus kesenian di Jakarta. Ia merasa bersekolah di tempat yang tepat. Ia sangat suka menulis, dan ingin menjadi penulis ternama. Namun lagi-lagi ada yang menyakiti hatinya. "Kamu mau namanya muncul di kredit televisi? Ngaca dong, Dewa. Cerita miskin konflik kayak gini nggak akan masuk televisi!"
Bu Dewa keheranan mengapa orang-orang itu melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan. Ia adalah sosok pendiam yang tidak punya banyak teman, dan sejak dulu lebih senang berada di balik layar. Ia juga tidak pernah mencari masalah sama orang lain.
Namun, ada satu orang yang pernah membuat semangatnya bangkit. Dia adalah Surya Pratyarta. Teman kuliahnya yang heboh, dan sering menjadi pusat perhatian.
"Naskah yang lo tulis buat teater bagus banget. Tapi nanti ada yang gue revisi dikit, nggak apa-apa, kan? Gue bakal tetap nulis nama lo kok."
Bu Dewa merasa Mas Surya adalah penyelamatnya. Ia menyukainya dalam diam karena baginya Mas Surya terlalu jauh untuk digapai. Hingga mereka lulus, Bu Dewa tidak pernah melupakan perasaan itu. Sayang sekali mereka tidak bertemu lagi.
Kemudian, Bu Dewa bekerja menjadi penulis naskah sinetron lepas. Ia mencoba formula yang sering digunakan oleh beberapa penulis skenario sinetron yang sudah-sudah. Mengambil cerita dari drama luar Indonesia, lalu memodifikasinya sampai ceritanya cocok untuk penonton lokal.
Bu Dewa lalu berhasil menjadi penulis naskah yang diandalkan oleh beberapa PH yang ada di Jakarta. Dulu ia adalah penulis andalan di Cahaya Gemilang. Namun, job tidak selalu ada karena sebagian besar programnya dihentikan, padahal baru tayang beberapa episode. Lagi-lagi penilaian mutlak ada di tangan rating dan share.
Hingga suatu saat posisi head creative Cahaya Gemilang kosong, Pak Bakar pun memintanya bergabung. Hidup Bu Dewa berubah total. Ia yang sering dikucilkan dan mendapatkan komentar menyakitkan, menjelma jadi sosok baru yang lebih hidup dan kaya. Bu Dewa juga tidak menyangka bisa bertemu dengan Mas Surya di kantor barunya.
Mas Surya makin tampan saja. Apalagi ketika kehadiran Bu Dewa disambut antusias oleh Mas Surya. Bunga cinta di hatinya kian tumbuh subur.
"Wah, gue nggak nyangka lo bisa jadi bos gue. Emang beneran dewa lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]
General FictionEND [TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA] . . Gimana rasanya punya bos yang kalau kita bikin kesalahan dikit, langsung minta kita resign? Solar (28) awalnya terkejut, baru sehari bekerja di divisi Creative production house yang memproduksi sinetron itu, i...