Bab 21

1.8K 318 39
                                    

Haloooo, makasih udah baca cerita ini. Aku update cepet ya hari ini. Nih dapet cinta yang banyak dari Akar dan Mas Surya haha.

 Nih dapet cinta yang banyak dari Akar dan Mas Surya haha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Pagi harinya, Solar terbangun dengan rambut super kusut karena sepanjang malam sering mengubah posisi tidur. Ia tetap terjaga sampai pukul delapan pagi. Sekarang badannya pegal-pegal, matanya pun memerah persis seperti Ratu. Bibirnya mendesis kesal. "Akar, sialan. Nanti di kantor lo harus ngasih penjelasan sama gue." Ia pun bangkit untuk bersiap ke kantor. Ia sudah berniat membuat Akar buka suara. Seenaknya saja lelaki itu mencuri ciuman pertamanya yang ia pertahankan 28 tahun lamanya. Ia kan mau memberikannya sama orang yang spesial!

.

.

Solar tiba di ruangan kerjanya pukul sepuluh pagi. Tentu saja belum ada yang datang. Ia memutuskan datang lebih cepat karena di kosan malah membuat pikirannya lebih kacau-balau. Ia mengeluarkan laptopnya terlebih dulu sebelum beranjak menuju kantin, berharap kopi dapat membuatnya melek sampai malam nanti. Semoga hari ini tidak ada meeting sehingga ia bisa pulang lebih cepat.

Solar bergegas ke kantin kecil di belakang kantor; bersebelahan dengan taman. Namun, seketika langkahnya terhenti saat melihat Akar datang dari arah berlawanan.

Akar juga menghentikan lajunya.

Solar mengusap belakang lehernya yang tiba-tiba memanas. Ia ingin melempar senyum pada lelaki itu dan langsung mencecarnya, eh, Akar malah berbalik arah; menghindarinya cepat-cepat. Ia pun seketika melongo. "Dih, kenapa dia ngehindarin gue?" Ah, masa bodoh. Ia berusaha menghempaskan bayangan bibir Akar yang menyentuh miliknya kemarin dengan mencubit kedua pipinya sendiri. Masih pagi, ia punya kesempatan yang banyak sebelum pergantian hari.

.

.

Tiba saatnya istirahat. Tim creative makan bersama, minus kehadiran Ratu yang tidak tahu ada di mana. Mereka juga membicarakan Bu Dewa yang sudah pukul dua belas siang belum juga datang.

"Palingan Bude keder dikata-katain sama lo kemarin, Kar. Mantap lo." Mas Jamal mengacungkan jempol untuk keberanian Akar.

"Mas, jangan manas-manasin Akar dong," protes Nimas dengan mulut penuh makanan. "Akar diancam keras sama Bude, jangan sampai timbul perang dunia ketiga di creative. Perang dunia pertama dan kedua aja udah mengerikan." Perang dunia pertama ketika Mas Jamal merusak kursi kantor. Perang dunia kedua saat Mas Rusdi nyaris menyerang Bu Dewa.

"Ah, elah, Mbak Nim, takut amat. Sampai pintu ruangan jatuh juga nggak apa-apa buat gue," Jo mulai berkelakar.

"Jangan ngomong gitu! Kalau beneran kejadian, pintunya bakal nimpa gue," Nimas masih trauma dengan peristiwa yang terjadi beberapa bulan lalu. Untungnya ia punya tubuh yang empuk untuk menjadi sandaran pintu, tapi tetap saja itu mengerikan. Ia kemudian meminta tolong pada Akar. "Kar, tolong ambilin garpu."

Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang