Kenapa nih Akar bisa marah? Mari baca lanjutannya di bawah hoho
.
.
Bu Lia melanjutkan pembahasannya tentang sinopsis itu. "Ada pohon konfliknya nggak Dewa?"
"Solar, mana pohon konfliknya?"
Solar membatu ketika Bu Dewa menembaknya tanpa ada peringatan seperti itu. Ia harus menjawab apa? Harusnya jujur tidak akan ada masalah, kan? Ia bersiap membuka mulut.
Namun, keduluan Akar yang tiba-tiba berdiri. "Nggak ada, Bu. Kami malah nggak tahu Ibu mau presentasiin sinopsisnya sekarang. Dapat feedback perizinan beli hak cipta dari penerbitnya aja belum. Mana sempat kami buat pohon konfliknya."
Wajar saja Bu Lia jadi gagal paham. "Lalu kenapa kamu presentasiin ini, Dewa? Saya nggak nerima pengajuan program setengah-setengah kayak gini."
Bu Dewa terdiam sejenak. Ia kemudian menyampaikan hal yang mungkin saja bisa diterima Bu Lia. "Ah, saya buru-buru mengajukan sinopsisnya karena Bu Lia yang kemarin minta program baru, kan?"
Bu Lia sepertinya tidak menyadari bahwa Bu Dewa sedang mencari orang untuk disalahkan. "Saya memang ingin kalian segera mengajukan program baru, tapi bukan begini cara mainnya, Dewa. Kamu sudah kerja jadi head creative berapa tahun, sih?"
Mbak Gema mencoba mendinginkan suasana yang tiba-tiba memanas. "Maaf, Bu Lia. Kami akan mengajukan cerita lain yang lebih matang. Untuk sinopsis ini, kami hold dulu sampai dapat izin dari penerbitnya untuk disinetronkan."
Bu Lia lebih menyukai penyelesaian masalah yang Mbak Gema tawarkan. "Oke, memang itu yang saya mau." Ia melirik Bu Dewa dengan pandangan kesal. "Kamu mengerti apa yang disampaikan Gema, kan, Dewa?"
Bu Dewa hanya mengangguk tanpa sudi memperhatikan Bu Lia.
"Baiklah, meeting hari ini selesai. Kalau bisa minggu depan kalian sudah mengajukan program baru ya. Nggak mau kan slot tayangan Cahaya Gemilang diambil alih sama PH lain?" Bu Lia mengeluarkan ancaman yang menohok sampai membuat pihak Cahaya Gemilang terdiam. Bisa gawat jika hal itu terjadi karena selama 12 tahun, Rania TV sudah menjadi rekan bisnis setia mereka. Sebagian besar pemasukan Cahaya Gemilang berasal dari Rania TV.
Mas Mahmud tidak tinggal diam. Ia memang paling jago bernegosiasi. "Tenang saja, Bu Lia yang cantik. Kami akan mengajukan cerita paling oke sedunia. Kami jamin Ibu nggak akan kecewa."
"Makasih, Mahmud. Sampai jumpa minggu depan," Bu Lia mengembangkan senyuman tipisnya.
Ketampanan dan manisnya mulut Mas Mahmud berhasil menyelamatkan mereka. Tim creative dan produksi Cahaya Gemilang pun bergegas kembali ke kantor.
.
.
Ketegangan itu masih dirasakan mereka yang berjalan menuju PH Cahaya Gemilang. Solar memperhatikan Bu Dewa yang seperti sengaja berjalan paling depan untuk menghindari konflik. Semua kekacauan tadi kan disebabkan oleh bosnya itu.
Hal itu juga disadari oleh Mas Mahmud yang main mendorong bahu Bu Dewa seperti teman akrab, padahal aslinya tidak. Ia malah masa bodoh Bu Dewa memelototinya. "Nama lo boleh Dewa, tapi lo nggak bisa bertingkah kayak dewa. Emangnya PH Cahaya Gemilang punya lo?" Mas Mahmud memang paling jago membuat lawan bicaranya gondok.
"Masih mending saya daripada kamu yang programnya sedikit. Kamu nggak hitung berapa sinetron yang kamu pegang tahun ini? Cuma dua. Sisanya dipegang sama Gema. Gema diminta Pak Bakar masuk ke program Cinta Sunny, buat nutupin kegagalanmu." Siapa yang menyangka Bu Dewa menyerang balik musuh bebuyutannya itu dengan kata-kata menohok. Sejak awal kenal, Bu Dewa tidak pernah bisa dekat dengan Mas Mahmud yang kepedasan komentarnya mencapai level sepuluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]
General FictionEND [TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA] . . Gimana rasanya punya bos yang kalau kita bikin kesalahan dikit, langsung minta kita resign? Solar (28) awalnya terkejut, baru sehari bekerja di divisi Creative production house yang memproduksi sinetron itu, i...