Bab 40

1.7K 307 24
                                    

Sedikit demi sedikit mulai mencapai ending wkwkw. Ada masalah apa nih sampai Solar nangis? Sebentar lagi kalian akan tahu hoho.

I always saw you from afar.

I thought you will be my love.

I thought you  felt the same way.

But you were looking at elsewhere 

MY LOVE - LEE HI

Solar tidak tahu sudah berapa lama ia menangis. Ia kemudian menegakkan tubuhnya kembali, meskipun sebenarnya Akar tidak ada memprotes. Harusnya ia yang menghibur Akar karena masih dalam suasana berduka, tapi malah ia yang bersedu-sedan. Ia mengusap baju Akar yang basah. "Sori, gue jadi ngotorin baju lo."

"Kenapa minta maaf? Emangnya lo mau cuciin baju gue?" Akar pura-pura marah.

"Enak aja," jawab Solar setengah merajuk.

Akar tertawa karena walaupun habis menangis, Solar tetap membalas sesuai dengan karakternya.

Sebenarnya Solar masih terguncang. Ia bersyukur Akar membawanya ke sini karena suara air yang mengalir di depannya sedikit membuatnya tenang. Setelah Akar menceritakan semuanya, ia tidak tahu harus berkomentar apa karena itulah ia menangis. Luka lamanya yang belum menutup sempurna itu kembali terbuka.

Akar menghela napas panjang. "Harusnya gue kasih tahu lo sejak lama ya. Jadi, lo nggak salah paham. Sori, gara-gara gue lo harus nanggung semuanya." Ia menunduk karena menyesali semuanya. Setelah insiden ciuman itu, Akar memang menjauhi Solar. Jadi, ia bersyukur Solar mendatanginya begini. Ia pun leluasa untuk menceritakannya seluruh isi hatinya.

"Jujur aja, gue nggak tahu harus ngapain. Gue masih nge-blank," ungkap Solar yang suaranya agak serak.

Akar memberikan saran yang cukup sederhana. "Nanti aja mikirnya. Pas lo udah tenang, lo pasti bisa membuat keputusan yang tepat."

Solar mengangguk setuju. Ia melihat ponsel, dan ternyata sudah pukul sebelas malam. "Gue harus balik."

Akar tiba-tiba berdiri dari bangkunya. "Gue mau antar lo."

Solar tersentak. Ada rasa bersalah yang bersemayam di hatinya karena malam begini ia malah jalan bersama calon suami orang lain. Matanya langsung beralih ke kedua telapak tangan Akar. Tidak ada cincin sama sekali.

"Tunggu di pintu masuk ya. Gue ambil motor dulu."

Solar mendongak kemudian mengangguk. Padahal tadi ia belum menyetujuinya, tapi ternyata Akar berniat sekali mengantarnya pulang. Ia pun mengikuti Akar sampai menuju ke pintu masuk IPB yang terlihat lebih sepi dibandingkan tadi.

.

.

Selama dalam perjalanan menuju ke rumah Solar, Akar masih membahas hal tadi. Namun, ia juga membahas hal kemarin-kemarin yang membuatnya selalu menyemprot Solar dan seolah menjadi musuh. "Sori kalau gue kemarin-kemarin kasar banget sama lo."

Solar tersenyum kecil. Sedikit tidak percaya lelaki itu meminta maaf terus padanya. Benar juga apa yang Nimas katakan bahwa Akar masih memiliki hati. "Pasti disuruh sama Ratu ya?" ujarnya dengan nada usil.

Akar diam saja, dan Solar menganggapnya benar karena lelaki itu tidak membantah.

Solar sebenarnya tahu ini adalah urusan pribadi Akar, tapi mengingat lelaki itu ada di depannya sekarang, ia tanyakan saja hal itu. "Lo... cinta banget ya sama Ratu?"

Akar lagi-lagi diam, tapi lima menit kemudian kembali berbicara. "Maafin Ratu ya. Dia kelepasan ngedorong lo karena takut gue bakal keluar dari kantor. Dia sekhawatir itu sama gue."

Tentu saja Solar memakluminya. Sorot matanya agak meredup. Lelaki mana pun akan mencoba menyelesaikan masalah yang dihadapi wanita yang dicintainya. "Gue ngerti sih, tapi maaf juga ya hubungan gue sama Ratu nggak bisa kayak dulu lagi. Setiap hari ada aja yang dia komplen ke gue. Udah kayak Bude kedua dia."

Akar mengangguk paham. "Makanya gue mau selesain masalah Ratu, biar nggak ada dendam di antara kita. Setelah Mas Surya pergi, creative jadi semakin nggak kompak."

Tiba-tiba saja Solar jadi iri dengan Ratu yang punya tempat spesial di hati Akar. Akar yang dikenal sebagai tipe lelaki paling cuek di creative, ternyata punya kesetiaan yang langka terhadap Ratu. Kalau sudah jatuh cinta, seorang lelaki akan berbuat apa saja demi kekasihnya.

Merasa lebih nyaman berbicara sama Akar, Solar ungkapkan saja apa yang sudah diketahuinya. "Nimas ada cerita ke gue tentang alasan lo dekat sama Ratu."

Akar tidak mempermasalahkannya karena semua orang di creative juga sudah tahu. "Ratu memang udah banyak ngebantu gue di masa-masa sulit. Dia sebenarnya baik kok."

Beruntungnya Ratu. Orang baru macam Solar jelas kalah telak.

Mereka kemudian tiba di rumah Solar di daerah Bantarjati. Solar turun dari motor, dan mengembalikan helm sembari mengucapkan terima kasih. "Lo yakin mau masuk lusa?"

Akar mengangguk yakin.

Kalau begitu besok Solar tidak perlu ke rumah Akar karena urusannya juga sudah selesai. "Sampai jumpa di kantor ya."

Akar pamit, dan segera menghilang dari pandangan Solar. Tanpa Solar sadari ia buru-buru ingin cepat lusa. Entahlah. Mungkin benar Akar sudah menjadi milik orang lain. Namun, bisa melihatnya kembali hadir di ruangan creative saja, Solar merasa menjadi orang paling berbahagia di dunia.

.

.

Papa yang membuka pintu untuk Solar. Ia sengaja tidak tidur dulu demi menunggu putrinya itu. "Kamu diantar sama siapa? Kok nggak disuruh masuk?"

"Sama temen yang aku ceritain kemarin, Pa. Nggak deh, udah malem." Solar menguap panjang.

"Kamu kalau lapar makan dulu aja, baru tidur."

Solar hanya mengangguk.

"Lain kali kenalin temen kamu itu ke Papa. Jangan disembunyiin dong. Kamu udah dua puluh delapan tahun lho." Papa mengingatkan bahwa sudah waktunya Solar untuk berumah tangga. Ia sebenarnya mengkhawatirkan anaknya yang masih rajin bekerja, padahal sebenarnya ia masih sanggup membiayai hidup Solar.

Solar memasang wajah sedih. "Dia tunangannya orang, Pa."

Papa melongo. "Masa?" Ia lalu terkekeh-kekeh. "Kalau tunangan orang, ngapain dia nganterin kamu? Jangan-jangan dia mau selingkuhin tunangannya?"

Melihat Papa yang terpingkal-pingkal, Solar jadi kesal. "Mau kayak Papa kali, pengin punya istri dua, tapi aku sih nggak mau diduain."

"Eh, dasar ya kamu masih dibahas aja!" omel Papa.

Solar menjulurkan lidahnya pada Papa, lalu segera beranjak ke lantai dua. Sifatnya yang kata orang lucu itu mungkin diturunkan dari ayahnya. Beberapa hari ini ia berusaha memperbaiki hubungannya dengan Papa, dan tampaknya berhasil.

Solar tiba di kamar, lalu merebahkan diri di atas kasur. Ia menatap lampu yang menggantung di atasnya. Hari ini ia mendapatkan informasi penting kenapa Akar menyimpan fotonya. Alasan yang cukup besar. Alasan yang membuatnya tadi menangis tersedu-sedu. Sudah lama sekali ia tidak mengalir deras seperti itu. 

"Tapi gue harus ngapain ya?" Inilah yang Solar pikirkan sedari tadi. Ia juga sebenarnya ingin resign, tapi takut mengecewakan Papa. Baru bekerja di Cahaya Gemilang selama sebulan, mungkin saja Papa akan menyebutnya tidak berpendirian. Jadi, ia akan mendiskusikannya nanti.

Solar juga memikirkan pendapat Akar yang tidak mempermasalahkannya resign. Namun, ia harus siap-siap kecewa karena mungkin tidak bisa bertemu teman-temannya lagi. Mungkin ia juga tidak akan bertemu dengan Akar lagi.

Btw, aku sepertinya bakal hiatus semingguan. Soalnya mau persiapan ujian bahasa Korea. Nanti aku kabarin lagi yak. Thanksss. See youuu

Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang