Bab 38

1.7K 310 18
                                    

Halooo, jumpa lagi dengan cerita Solar. Alhamdulillah urusanku dah kelar, jadi bisa update lagi. Langsung aja, selamat membaca yak~

.

.

Ruangan meeting di siang hari itu terasa lebih panas dari yang biasanya. Dari ekspresi rekan kerjanya, Solar bisa menebak hanya Ratu yang tahu tujuan dari meeting ini. Solar memperhatikan Ratu secara saksama. Supervisor baru itu memang jauh lebih dingin dibandingkan Mas Surya. Kemarin dia terang-terangan mengatakan tidak akan bisa seperti Mas Surya, dan membuktikannya.

Bahu Solar tiba-tiba loyo ketika teringat yang Jo katakan tadi. Ternyata Akar benar-benar mencintai Ratu, bukan karena utang semata. Namun, kalau dipikirkan lagi ia hanya orang baru di sini, sedangkan Ratu sudah cukup lama mengenal Akar. Sangat wajar jika Akar memilih menghabiskan hidupnya bersama Ratu. Mungkin hubungan mereka lebih dalam daripada yang ia ketahui.

Namun, yang lebih Solar pertanyakan lagi, kenapa juga ia jadi memusingkan hal ini?

Di sudut lain, Nimas menyadari cincin perak yang Ratu gunakan. Ia pun membicarakannya. "Tu, cincinnya bagus banget. Siapa yang beliin?"

Ratu hanya tersenyum. "Ada deh." Wajahnya tiba-tiba jadi semakin merah.

Seketika itu pula, Solar ingin kabur dari ruangan meeting. Namun, sesaat ia bisa kembali berpikir jernih. Duh, gue kenapa sih?

Ekspresi Ratu berubah serius. "Jadi, temen-temen. Gue mau sampein pesan dari Bu Dewa." Ia mengeluarkan buku catatannya.

"Bujug. Kayaknya pesannya banyak sampai ada catetan segala. Bakalan ada yang kena hukuman nih," tukas Mas Jamal yang bercanda untuk mengurangi ketegangan.

"Tu, gue boleh nanya nggak?" Nimas membutuhkan penjelasan terlebih dahulu.

"Nanti aja, Mbak Nim. Pas gue buka sesi pertanyaan." Ratu menemukan catatannya. Ia memperhatikan rekan kerjanya satu per satu. "Semalem gue ada ngobrol panjang sama Bu Dewa, jadi dia punya unek-unek tentang kalian."

"Unek-unek apaan? Kita yang punya banyak unek-unek ke dia," seloroh Jo yang tidak setuju dengan pernyataan itu.

"Lo bisa komplen nanti pas gue buka sesinya," Ratu mendelik galak pada Jo.

Solar menepuk-nepuk bahu Jo agar jangan memancing keributan biar meeting ini tidak berlarut-larut.

"Ada aturan baru yang dibuat sama Bu Dewa. Tujuannya biar kita bisa bekerja lebih efisien, dan nggak main terus."

"Lah? Siapa juga yang main terus? Kami kerja di sini udah nggak inget Sabtu dan Minggu harusnya libur."

Ratu sengaja tidak menggubris ocehan Jo, dan melanjutkan apa yang ingin diutarakannya. "Mulai hari ini kalau nggak masuk karena sakit harus pakai surat dari dokter."

"Ebuset," pekik Mas Jamal.

"Bentar, Mas! Gue belum selesai ngomong!" pekik Ratu yang kesabarannya sudah habis.

Mas Jamal terpaksa diam, walaupun sebenarnya ingin tetap mengoceh.

"Ini bukan aturan buat divisi kita aja, tapi buat semua karyawan Cahaya Gemilang."

Solar sebenarnya belum pernah izin karena sakit, tapi masa sakit sehari saja harus mendatangi dokter? Padahal kalau tidak enak badan, biasanya rekan-rekan kerjanya hanya istirahat di kosan dan minum obat. Besoknya bisa bekerja kembali seperti biasa.

"Terus dilarang ribut di ruangan. Bu Dewa nggak suka kita ngobrolin hal di luar pekerjaan."

Jo hendak memprotes.

Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang