Lagu yang aku dengerin pas nulis adegan di bab ini:
1. Dream by Wen Junhui
2. It's You by HenrySelamat membaca
.
.Akar mengajak Ratu bicara di taman belakang kantor. Hari ini Solar sudah melakukan misinya dengan baik. Ia juga ingin menandaskan apa yang sudah lama ia rencanakan.
"Bar, lo kayaknya seneng banget. Yang lain lagi pada pusing, tahu. Solar udah ngebuat kacau semuanya," keluh Ratu yang tidak begitu menyukai ekspresi yang Akar tunjukkan.
"Solar cuma pengin memperjuangkan apa yang seharusnya jadi miliknya. Lo kenapa masih ngebela Bude?"
Ratu mendelik tajam. "Siapa juga yang ngebela Bu Dewa? Gue cuma menyayangkan Solar yang terlalu gegabah!"
Akar merasa percuma saja ia membela Solar, Ratu akan tetap pada pendiriannya. Ia pun membuka ponsel, dan menunjukkan sebuah gambar pada Ratu. "Utang gue lunas ya. Gue udah transfer ke rekening lo lima puluh juta."
Ratu mendelik. Kakinya seketika lemas. Akar tidak pernah membicarakan ini sebelumnya. "K-kok lo balikin? Kan gue ikhlas ngebantu lo, Bar," suaranya jadi bergetar. Beberapa hari lalu, Akar menanyakan nomor rekeningnya. Tidak disangka ternyata untuk alasan itu.
"Tetap aja itu utang. Sekarang kita impas. Nggak ada urusan lagi-"
Ratu segera memotong kalimat Akar. "Gue bingung. Gue nggak nuntut apa-apa sama lo, kan, Bar?"
Akar punya alasan tersendiri. Tanah milik ibunya yang sempat diperebutkan oleh keluarganya berhasil terjual, dan ia mendapatkan haknya. Ia sudah tidak ingin memanfaatkan Ratu lagi, dan bersiap membuka lembaran kehidupan baru. "Gue pengin ngeraih kebahagiaan gue. Hari ini gue ngajuin resign."
Ratu mendadak jadi batu. Ia mendekati Akar, dan memukul-mukul dada lelaki itu saking emosinya. "Siapa yang ngebuat lo kayak begini?! Solar?"
Akar menepis tangan Ratu agar menghentikan perbuatannya. Ia tanpa ragu mengangguk. "Sebagian besar keputusan gue dipengaruhi sama Solar."
Ratu menjauhi Akar sambil berusaha menahan tangisannya. "Sampai sekarang gue masih nggak ngerti kenapa lo bisa suka sama Solar. Lo baru kenal sama dia!"
"Lo nggak tahu apa-apa tentang gue." Akar mengingat kejadian di awal tahun 2018 itu. Ketika ia berkunjung ke toko buku dan melihat perempuan yang menangis sembari protes ke salah satu pegawai.
"Mbak, buku ini kenapa dijual? Novel ini punya saya dan udah diplagiat!"
"Aduh, Mbak, saya nggak tahu apa-apa. Itu urusan penerbitan. Kalau Mbak punya bukti yang kuat, Mbak lapor polisi aja. Kalau beneran itu novel plagiat, toko buku juga nggak akan mau jual. Biasanya penerbit bakal langsung tarik semua novelnya dari toko buku."
Akar langsung pergi ke rak novel new arrival untuk mengecek isi novel yang sampulnya sama persis dengan novel yang digenggam perempuan asing itu. Seketika dunia bak berputar lebih cepat. Ia juga merasakan sesak yang sama.
Novel ini adalah novel favorit Akar. Ia tidak pernah tahu siapa penulisnya. Membayangkan bertemu saja tidak. Ia sudah membacanya sejak dua tahun lalu, dan tahu betul nama penanya Bunga Matahari. Lalu, bagaimana bisa ia bertemu dengan penulis itu ketika menghadapi kenyataan menyakitkan ini? Siapa orang yang tega memplagiatnya? Novel yang asli diterbitkan indie, tapi yang plagiat bisa masuk ke toko buku. Ia ingin mendekati perempuan asing itu, tapi masih ada keraguan besar di hatinya.
"Ya udah, saya mau lapor polisi."
"Boleh tahu nama Mbak siapa? Saya ingin lapor masalah Mbak ke manager. Mudah-mudahan bos saya mau bantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]
General FictionEND [TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA] . . Gimana rasanya punya bos yang kalau kita bikin kesalahan dikit, langsung minta kita resign? Solar (28) awalnya terkejut, baru sehari bekerja di divisi Creative production house yang memproduksi sinetron itu, i...