Bab 11

2.2K 327 15
                                    

Selamat membaca yaaa....

.

.

            Siapa yang menyangka Bu Dewa menerima ajakan Solar? Ia bersedia duduk bersama para anak buahnya. Ini adalah kejutan yang mungkin tidak akan terjadi untuk kedua kalinya. Namun, suasana berubah jadi serbaaneh. Tidak ada orang yang bersuara sedikit pun. Baik Bu Dewa, maupun anak buahnya.

Solar memperhatikan rekan-rekannya yang sibuk makan. Bu Dewa juga melahap santapannya dalam diam. Suasana apa ini? Teman-temannya jadi pendiam, padahal kalau tidak ada Bu Dewa mereka akan lebih berisik daripada petasan bambu. Tadi ia ingin melakukan percobaan untuk mengakrabkan Bu Dewa dan anak buahnya, tapi sekarang ia memahami bahwa Bu Dewa bukan tipe orang yang pintar berbasa-basi. Pantas saja kemarin ia langsung diminta resign tanpa ada peringatan apa pun.

Tiba-tiba saja Bu Dewa memecah kesunyian. "Tolong ambilin sambel," tunjuknya pada mangkuk yang ada di dekat Nimas.

Nimas ingin meraihnya, tapi seketika ia cegukan, dan membuat rekan-rekannya cengok.

"Hik!" Nimas kesulitan mengontrol cegukannya.

"Minum yang banyak, Nim!" Mas Jamal menawarkan sebuah botol pada Nimas.

Jo membelalak karena Mas Jamal memberikan kecap. "Salah botol, Mas."

Mas Jamal menepuk jidatnya sendiri. "Astaga." Ia mengambil botol air minum milik Ratu.

"Mas, itu punya gue—" Ratu hanya bisa menghela napas panjang, merelakan minumannya untuk Nimas. Ia akan membelinya lagi nanti.

Nimas meneguk airnya perlahan. Ia sendiri tidak mengerti kenapa tiba-tiba bisa cegukan.

Sementara itu Akar berinisiatif memberikan mangkok berisi sambal yang Bu Dewa inginkan.

Bu Dewa hanya bilang terima kasih, lalu memindahkan sambal itu ke mangkuknya sampai penuh. Ia tidak menyadari anak-anak buahnya memelotot.

"Bu, nggak kebanyakan sambelnya?" Ratu merasa perutnya bak diaduk-aduk melihat sambal berwarna hijau yang menutupi permukaan mangkuk. Seperti lumut yang mengambang di kolam.

Bu Dewa pun geleng-geleng. "Ya ampun. Saya kenapa bengong ya?"

Solar berusaha menahan tawa melihat reaksi kikuk teman-temannya. Bahkan Bu Dewa sendiri jadi seperti hilang kesadaran. Buat Solar ini tidak cukup. Ia ingin creative dan Bu Dewa punya momen yang tak terlupakan. "Em—"

Akar tiba-tiba memasukkan risoles ke mulut Solar agar diam. Ia memelotot pada perempuan yang menatapnya nanar itu dan seolah berkata: Jangan macem-macem!

Mas Jamal tersenyum sendiri melihat Akar yang senewen tujuh keliling gara-gara Solar. Ia tahu Akar adalah sosok yang tidak banyak bicara dan bertingkah. Jika Akar melakukan sesuatu terhadap seseorang, berarti orang itu sudah berhasil menarik perhatiannya.

Lima menit berlalu, masih tidak ada yang bersuara. Bu Dewa akhirnya menyudahi santapannya. "Tim, saya duluan ya."

"Iya, Bu. Terima kasih udah mau makan bareng kami," ujar Solar menunjukkan senyuman termanisnya.

Jo hanya mampu melongo karena bingung Solar sebenarnya sedang akting atau memang gaya bicaranya seperti itu.

"Hm," hanya itu jawaban Bu Dewa. Ia mengeluarkan uang berwarna merah dua lembar. "Bayar pakai ini. Kalau lebih, bagi-bagi aja buat jajan."

Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang