Solar melihat ruangan creative yang masih kosong. Ya, sebenarnya tidak terlalu sepi karena ada Bu Dewa juga. Masalahnya sudah pukul 11.30, masa rekan kerjanya belum ada yang datang?
"Solar," Bu Dewa kembali cekikikan.
Solar tak habis pikir. Apa namanya selucu itu? Namun, ia berusaha tetap tersenyum. "Ya, Bu?"
"Saya mau istirahat, kamu juga ya."
"Oke, Bu."
"Oh ya, saya sudah masukin kamu di grup WhatsApp creative. Jangan sampai ketinggalan kabar dari grup."
Solar mengangguk sungkan, kemudian memperhatikan Bu Dewa yang keluar dari ruangan.
"Seriusan istirahat? Gue aja belum kerja," ungkap Solar yang masih bingung. Ia sudah datang pukul sembilan pagi, lalu mengurus berkas-berkas di ruangan HRD, kemudian baru bertemu dengan Bu Dewa pukul 10.30 karena bosnya baru datang.
Solar sudah memperkenalkan diri di grup WhatsApp creative. Nama-nama yang belum dikenalnya menyapa balik. Tak lama setelah itu ada pesan lain yang muncul.
Surya: Mbak Dewa, gue bisa nambah hari absen? Hari ini gue mau lepas jahitan operasi di kaki. Dokter bilang, gue harus nggak kerja dulu beberapa hari ke depan.
Bu Dewa: Habis lepas jahitan datang aja ke kantor. Nggak ribet, kan? Datang setelah magrib juga nggak masalah.
Surya: Enak banget ngomongnya habis magrib. Ini bukan sekadar lepasin jahitan baju.
Bu Dewa: Kamu udah sebulan nggak masuk, Surya.
Solar melongo melihat percakapan yang tampak sengit itu. "Bu Dewa seriusan ngomong gini?" Menurutnya Bu Dewa sosok yang penuh simpati. Bosnya itu menyambutnya dengan senyuman. Tadi saja Bu Dewa memintanya istirahat padahal ia belum bekerja sama sekali. "Baru hari pertama. Gue nggak boleh mikir yang nggak-nggak."
Solar berjengit akibat pintu ruangan yang dibanting. Ia melihat tiga orang masuk yang tampak belum menyadari kehadirannya.
"Kurang ajar Bude! Masa baru lepas jahitan disuruh langsung masuk kantor?"
Solar memperhatikan perempuan berambut bob licin yang membanting tasnya di bangku.
"Tega banget Bude! Sudah kerja di selama enam tahun, Mas Surya masih aja diperlakukan semena-mena!"
Fokus Solar beralih ke perempuan berambut panjang sedada yang matanya kemerahan karena kontak lens. Ia bisa menebak perempuan itu yang paling populer di sini karena kecantikan dan penampilannya yang tidak biasa.
Namun yang mulutnya paling mantap adalah lelaki berambut ala kucir kuda yang terlihat jauh lebih tua dibandingkan mereka. "Coba Bude melahirkan caesar. Emang dia bisa kerja habis jahitan dilepas?"
Solar pun menanggapi mereka. "Mas Surya di-caesar?"
"Ya, kagak!"
Solar berjengit karena ketiganya memekik bersamaan.
Mereka ikut tersentak pula melihat Solar.
Solar beranjak dari tempat duduk dan menyalami rekan kerjanya satu per satu. "Gue Solar."
"Oh, Solar. Gue Nimas," ujar perempuan agak gempal berambut bop.
"Ratu," jawab perempuan yang mengenakan kontak lens merah menyala. Solar merasa ngeri sekaligus takjub melihatnya.
"Salam kenal, Pertamax! Gue Jamal!" Mas Jamal hendak cipika-cipiki sama Solar.
Namun, Solar langsung menghindar. "Sori, Mas. Gue nggak biasa cipika-cipiki sama oom-oom." Ia juga memberungut karena namanya diganti seenaknya. "Terus nama saya Solar, bukan Pertamax, Oom."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nggak Suka? Ya, Resign Aja! [END]
General FictionEND [TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA] . . Gimana rasanya punya bos yang kalau kita bikin kesalahan dikit, langsung minta kita resign? Solar (28) awalnya terkejut, baru sehari bekerja di divisi Creative production house yang memproduksi sinetron itu, i...