Lima Belas

134 33 8
                                    

Hawai’s pov

Aku tersenyum melihat laporan pengiriman dari kurir olshop. Bisa ku bayangkan betapa bahagianya dia sekarang karena mendapatkan benda yang diinginkannya. Aku tidak perlu risau dengan protes dari Salsa, seperti yang kalian tahu aku tidak menuliskan identitasku pada paket tersebut.

Aku minta pihak ATA merahasiakannya dari siapapun dan aku membayarnya lunas agar tidak di anggap penipuan. Aku juga tenang Papa Alvan tidak akan mengembalikan uangku karena aku memesannya melalui akun olshop milik Kezia, putri salah satu pelayan di mansion ini.

“Terimakasih, ini untukmu.” Aku mengembalikan ponselnya beserta 5 lembar uang seratusan. Kezia membulatkan matanya dan menggeleng.

“Tidak perlu, Tuan Muda. Saya ikhlas membantu.”

“Sayangnya aku tidak menerima penolakan. Kau harus menerimanya atau aku tidak mau bicara denganmu.” Kezia terlihat gugup saat melihat wajah datarku.

“B..Baik saya terima. Terimakasih.”

“Tidak perlu berterimakasih. Santai saja.” Aku melangkah meninggalkannya menuju halaman belakang untuk menikmati pagi pertama libur sekolah. Meskipun aku tidak melihat langsung senyuman Salsa, aku bisa merasakan kebahagiaannya.

Kebahagiaannya akan bertambah saat satu persatu seluruh makanan yang dipesan Kyky dan Mirza datang.

“Hello baby boy. Kau tampak sangat bahagia hari ini.” Aku tersenyum dan memeluk Mommy yang sedang berjemur di pinggir kolam renang. Aku tersenyum semakin lebar saat melihat kerutan di kening wanita yang paling ku cintai ini.

“Mommy tebak, kau berkecan?” aku menggeleng dan mengeratkan pelukanku.
“Lalu kau kenapa?”

“Tidak ada. Aku hanya bahagia.” Aku mengecup pipi Mommy dan kembali masuk ke dalam rumah membuat Mommy tambah bingung.

“Baby Wai memang aneh, sebentar sifatnya dingin lalu mendadak berubah hangat. Apa perpaduanku dengan Ice Man menghasilkan dispenser?” aku tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Mommy, membuat obrolan Uncle dan Auntyku terhenti.

“Hey, kau kenapa?” Aku tersenyum dan duduk diantara keduanya, tanganku mencomot potongan apel di mangkuk salad buah milik Aunty Amara.

“Tidak. Aku baik-baik saja dan sangat baik.” Mereka berdua saling berpandangan, seperti bicara melalui telepati lalu menatapku dengan senyuman manis.

“Kau sudah bersiap? Besok lusa kita akan pergi ke Hawai!!!”

“Belum, aku akan bersiap besok saja. Lagipula aku tidak membutuhkan banyak barang, ya kan Uncle?” Aku dan Uncle Amar melakukan high five.

“Baiklah, kalian tim laki-laki memang tidak membutuhkan banyak barang. Tidak seperti tim perempuan yang akan membawa 2 koper saking banyaknya. Belum lagi setelah shopping akan menambah satu koper lagi. Aku sangat bersyukur Ice Man kita yang baik hati itu menggunakan privat jet kali ini.”

“Sebenarnya itu atas perintah Daddy. Beliau bilang lebih baik menggunakan privat jet karena kita membawa seluruh keluarga.”

“Apa keluarga Opa Azka juga ikut?” tanyaku pada mereka berdua yang kompak menggeleng.

“Mereka bilang Opa Ibra dan semua penghuni mansion sebelah akan pergi ke Afrika untuk pengalaman baru. Shasha yang mengusulkannya, obsesinya pada hewan-hewan sangat mengagumkan!”

“Dan Opa Ibra tidak akan bisa menolak permintaan cucu-cucunya.” Aku mengangguk setuju dengan Uncle Amar.

Memang benar itu, tahun lalu aku meminta pada kakek buyutku itu paket liburan menggunakan kapal pesiar. Suprise! Beliau menyewa satu kapal pesiar mewah yang hanya diisi keluarga Aryeswara. Kapal tersebut berlayar dari Banyuwangi hingga Bali. Setelahnya kami tinggal di Bali selama 1 bulan penuh.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang