Dua Belas

158 35 16
                                    

Zakia’s pov
-Kediri Mall-

Ceklek

Aku keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah Hawai yang sudah menungguku di dekat wastafel. Kedua matanya tertuju ke arah kaca yang memantulkan bayangannya, dia sedang merapikan kerah kemeja yang dipakainya.

“Wai.”

“Kenapa? Kau tidak suka modelnya? Atau ukurannya tidak sesuai?” aku menelan ludah melihat wajah datarnya.

“Tidak. Hanya saja, bukankah ini berlebihan?”

“Tentu saja tidak. Ini lebih baik daripada kita keliling mall menggunakan seragam. Kan?”

Tebak apa yang terjadi setelah aku dan Hawai keluar dari kawasan sekolah? Yap, dia membawaku ke salah satu mall dan bukannya memulangkanku. Parahnya, begitu sampai dia langsung menuju toko baju, memilihkan beberapa untukku dan untuknya sendiri lalu membayarnya. Setelahnya dia langsung menyuruhku mengganti seragam yang ku gunakan dengan baju yang dipilihnya itu.

Dia memilihkan celana jeans, blus selutut dengan warna senada dengan kemeja yang dipakainya yaitu biru laut. Tak lupa pashmina motif bunga yang sekarang melekat di kepalaku. Ku mohon jangan tanyakan padaku berapa harganya. Yang pasti, uang jajanku selama satu bulan penuh tidak ada apa-apanya.

“Ya, tapi. Harusnya kita tidak disini.” Hawai menyipitkan matanya.

“Kau mau ke tempat lain? Kemana? Air terjun atau gunung kelud?”

“Bukan begitu maksudku.” Hawai menatap kedua mataku lekat-lekat membuat jantungku berdegup kencang. “Mm... Maksudku, harusnya kau di rumah dan beristirahat. Lihatlah, kau mendapatkan banyak luka hari ini.”

Hawai menatapku datar, “Tidak masalah, jangan pikirkan luka-luka ini. Tidak ada apa-apanya.” katanya melangkah keluar toilet.

Dasar Hawai!

Kenapa sih sikapnya berubah-ubah?

Aku masih ingat sikapnya menghangat padaku saat menolongku di tempat parkir tadi. Tapi sekarang kembali menjadi Hawai yang dingin. Apa AC di mall ini berpengaruh ya?

Mataku membulat sempurna saat melihatnya lumayan jauh dariku. Aku berlari mengejarnya dan berhenti tepat di depannya. “Lalu bagaimana dengan baju-baju ini? Aku akan membayarnya secara kredit, aku janji bulan depan sudah lunas.”

“Kau tidak perlu menggantinya. Aku membelikannya untukmu.”

“Tapi ini-”

Hawai menghentikan langkahnya dan menatapku dengan raut wajah yang berubah dingin. “Tidak ada tapi-tapian, Salsa. Kau harus menerimanya suka ataupun tidak suka. Aku sangat tidak suka ditolak dan aku tidak menerima penolakan.”

“Ah iya. Maafkan aku dan terimakasih.” Hawai tersenyum dan mengangguk. Kami berjalan beriringan menyusuri lantai 2 Kediri Mall.

“Hmm, tentang yang kau bicarakan tadi. Apa yang harus ku lakukan untuk membayar kebaikanmu? Kau tahu jika aku tidak memiliki banyak uang untuk membelikanmu sesuatu atau hanya sekedar mentraktirmu makan siang karena aku yakin selera makananmu tidak seperti-”

“Apa kau tipe-tipe orang yang banyak bicara?” aku melipat kedua bibirku saat melihat tatapan tajamnya tertuju padaku. Terlihat jelas ia merasa kesal karena aku terlalu banyak bicara.

“Maaf.”

Hawai menghela napas panjang, “Membayar kebaikan itu tidak selalu berurusan dengan uang. Aku sudah memiliki banyak uang, jadi kau tidak membutuhkan uang dari orang lain.” Aku menatapnya datar, manusia satu ini memang tidak pernah rendah hati ya?

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang