Tiga Puluh

211 30 20
                                    

9 Tahun Kemudian

Zakia’s pov
-Djuanda International Airport, Surabaya, Indonesia-
11:00 WIB

Aku menatap jam tanganku sekilas sebelum kembali menatap ke depan, ku lihat banyak orang keluar dari terminal namun aku tidak melihat kekasihku. Pesawat yang ditumpangi Hawai sudah landing 5 menit lalu, tapi entah kenapa Hawai belum juga keluar.

Dia itu selalu saja membuatku khawatir, ya walau ku lihat dengan jelas di papan pengumuman jika pesawatnya sudah landing dengan selamat aku tidak tenang sebelum melihatnya langsung dengan mata kepalaku sendiri.

Hari ini merupakan hari yang paling ku tunggu-tunggu, akhirnya setelah 2 tahun lamanya aku bertemu dengan belahan jiwaku yang menimba ilmu di negeri orang. Jadi setelah kami berdua menjadi sarjana di Al Fazza University, Hawai berangkat ke USA untuk melanjutkan pendidikan di Colombia University.

Hawai mengambil program studi psikologi dengan alasan ia ingin mengetahui lebih dalam mengenai kejiwaan seseorang agar tahu cara yang tepat menangani orang-orang dengan penyakit mental. Selama 2 tahun itu Hawai tidak boleh pulang oleh kedua orangtuanya dengan alasan agar fokus dengan kuliahnya.

Aku tidak khawatir sama sekali dengan apa yang dilakukan Hawai disana atau dengan siapa saja ia bergaul karena Om Alvin selalu memberiku kabar tentang Hawai hingga hari ini. Itu benar-benar menenangkanku meskipun tidak setiap hari aku dengan Hawai berkirim kabar. Pertama, karena jarak waktu di Indonesia-USA yang berbeda jauh dan kedua, karena masing-masing dari kami memiliki kesibukan. Hawai dengan kuliahnya dan aku dengan pekerjaanku.

Setelah lulus dari Al-Fazza aku memutuskan bekerja di perusahaan sebuah produk yang menjadi favoritku, ATA Outdoor Gear sebagai Public Relation atau Hubungan Masyarakat.

Aku tidak tahu apakah masuknya aku ke dalam perusahaan ini karena orang dalam, mengingat salah satu pemilik dari perusahaan itu adalah Malvani Ralindra yang merupakan adik dari Daddynya Hawai. Tapi aku mengikuti tes masuk pada umumnya, jadi ya anggap saja masuk atas usaha sendiri walau aku sendiri tidak yakin.

Aku berjingkat terkejut ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Spontan aku mendongak ke ke atas melihat seseorang yang menjulang tinggi, mataku membulat sempurna saat melihat siapa yang ada di depanku ini. Seorang laki-laki setengah bule dengan sepatu sneaker, celana jeans, kaos dan dilengkapi dengan kemeja yang diijadikan outer.

Apakah ini nyata?

Seseorang yang tidak ku lihat (maksudku secara langsung) sekarang ada di depanku. Aku berdiri dan tanganku terulur menyentuh wajahnya.

Benar.

Aku tidak bermimpi.

Tiba-tiba orang di hadapanku menarikku ke dalam pelukannya. Aku memejamkan mata dan memeluknya saat aroma khas Hawai tercium. “Miss you so bad, My Tulip.” Air mataku jatuh mendengar suaranya secara langsung. Akhirnya aku bisa melihatanya, menyentuhnya dan mendengar suaranya langsung.

Penantian itu telah berakhir sekarang.

“Aku juga, Wai. Aku lebih merindukanmu dari siapapun atau apapun.” Hawai terkekeh mendengar isakanku. Ia merangkum wajahku dengan kedua tangannya  dan menghapus air mataku.

“Kenapa kau menangis di hari pertama kita bertemu, hmm?”

“Aku hanya senang, akhirnya penantian kita selama dua tahun berakhir sudah.” Jantungku berdetak semakin cepat saja melihat senyuman terukir di bibirnya.

“Terimakasih sudah menungguku dan percaya padaku.”

“Jangan berterimakasih, itu sudah tugasku sebagai kekasih yang baik.” Senyuman Hawai semakin lebar hingga memperlihatkan giginya, ia mengusak rambutku sebelum merangkul bahuku.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang