Delapan

164 30 17
                                    

Zakia’s pov

“Ali!” teriakan yang entah ke berapa ku dengar setelah Hawai menyerang Ali dengan smash ke arah paha kanannya.

Aku menggigit bibir bawahku melihat keadaan Ali, Hawai menyerangnya dengan smash bertubi-tubi setelah Ali melakukan smash dan mengenai dada Hawai. Serangan balik Hawai tersebut membuat skor kelasnya bertambah menjadi 19-12 karena dia tidak memberikan kesempatan bagi Ali untuk membalasnya.

“Wai! Kendalikan dirimu! Ini hanya pertandingan antar kelas!” terdengar lagi teriakan Naufal yang ada di sampingku, tapi sepertinya tidak didengar Hawai.

Ekspresinya masih sama seperti tadi, setelah Ali menyerangnya. Jujur ku katakan, ekspresi wajahnya sangat menyeramkan. Tatapan tajam di wajah dinginnya dan aku tidak melihat kelembutan sedikitpun. Wajahnya itu seperti anak singa yang mengamuk karena kekuasaannya direbut dan siap menghabisi lawannya.

“Wai ku mohon dengarkan aku! Ini hanya pertandingan antar kelas!” aku menatap teman-teman Hawai yang mulai berteriak, terlebih Adam dan Hilmi.

“Wai! Kendalikan dirimu!”

“Memangnya Hawai kenapa? Kenapa harus mengendalikan dirinya?” tanyaku pada Naudal yang tampak khawatir.

“Jika aku tidak berhasil menghentikannya, Ali akan mengalami patah tulang.”

“Maksud-”

Pak

“Aarrggghhh!!!” Kedua mataku membulat sempurna melihat Ali duduk dan memegangi lengan kanannya. Beberapa panitia datang ke arahnya, begitu juga Pandu yang memang paling khawatir diantara kami.

“Skor 20-12. Game point untuk Bacteria.”

Aku tidak mengerti apa yang terjadi, Ali terlihat marah pada Pandu dan mereka terlibat perdebatan. “Mungkin Pandu menyuruh Ali berhenti, tapi seperti kita tahu Ali dengan keras kepalanya itu menolak.” Aku mengangguk setuju dengan Balqis. Ya, meskipun baru satu semester kami saling mengenal kami sudah paham watak masing-masing.

“Dan Pandu kalah debat.” Hafidzah menunjuk Pandu yang kembali ke tribun dengan wajah sendu, ia memandang kami dan menggeleng.

“Tak apa, kita selalu mendukung Ali hingga akhir. Ali sudah mengusahakan yang terbaik untuk kita. Ali fighting!”

“Ali fighting!” aku memandang Naufal, hanya kami yang tidak berteriak. Jika Naufal, jelas dia mengkhawatirkan Hawai karena mereka sahabat. Lalu aku?

Apa alasanku khawatir pada Hawai?

Aku kembali fokus ke lapangan setelah peluit tanda pertandingan dimulai. Aku memandang punggung Ali lalu ke arah Hawai. Menurut prediksiku, Ali tak akan mampu menahan apalagi membalas serangan Hawai. Tapi, tidak ada salahnya mendukung Ali. Dia sudah berjuang sejauh ini demi kelas kami.

Napasku tercekat saat melihat Hawai serve shuttlecock ke arah Ali, mereka bermain relly yang membuat sorakan semakin keras. Kegugupan kami semakin bertambah ketika melihat Ali tertatih mengejar bola. Hingga semuanya berakhir ketika sebuah smash keras dari Hawai mengenai dada Ali.

Priiitt

“Satu poin di dapatkan Bacteria dengan skor 26-24 dan 21-12.”

#

Hawai’s pov
15:00 WIB

“Yakin kau mau pulang sendiri? Lebih baik pulang bersamaku saja. Hari ini Kia pulang dengan Papanya.” Aku menatap Naufal yang duduk di depanku.

“Naufal benar, telepon saja karyawan Daddymu untuk mengambil motormu.” Aku tersenyum dan mengangguk pada Adam.

“Baiklah.” Aku mengirim pesan pada Daddy.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang