Tiga

172 36 12
                                    

Kia's pov
-Ruang BK-

Aku menggigit bibir bawahku dengan pandangan tertuju pada dinding sebuah ruangan yang tak ingin ku kunjungi seumur hidupku. Pandanganku teralih pada seseorang yang menyebabkan kekacauan tadi malah memejamkan matanya. "Bagaimana bisa kau tenang? Kita di ruang BK sekarang!" kataku kesal. Manusia bernama Wai ini tidak bereaksi sama sekali.

Apa dia tertidur?

"Daripada sepertimu yang khawatir berlebihan. Ayolah, kita hanya di ruang BK bukan di kandang singa. Jadi santai saja, paling tidak dimarahi setelah itu semuanya selesai." aku menatap Wai yang tidak repot-repot menatapku.

"Apa kau punya kebiasaan tidak menatap orang yang kau ajak bicara?"

Wai membuka matanya dan menatapku, "Ya, kenapa?"

Laki-laki sangat menyebalkan!

"Kau tahu, saat bicara dengan orang lain kau harus menatapnya untuk menghormati yang kau ajak bicara." Hawai mengubah duduknya menjadi tegak dan menoleh ke arahku. Kedua mata coklat itu menatap tepat di mataku.

"Seperti ini?"

Aku menelan ludah melihat wajahnya dari dekat. Pahatan di wajahnya memang sempurna dan ku akui entah ke berapa kalinya, ia tampan. Tunggu, ia seperti bukan orang Indonesia asli alias blasteran. Aku harus mencari tahu tentangnya ke Naufal setelah ini!

Eh!

Kenapa jantungku berdetak sangat cepat?

Tiba-tiba Hawai tersenyum dan menjauhkan wajahnya dariku. "Aku tahu kau mengagumi ketampananku." Aku menatapnya dengan kedua mata melebar.

"Cih, percaya diri sekali anda." Ku lemparkan bantal di sofa yang tepat mengenai wajahnya.

"Aku berkata jujur, Salsa."

"Nama panggilanku Kia." Hawai menaikkan sebelah alisnya dan memasang wajah paling menyebalkan.

"Aku ingin memanggilmu Salsa dan kau harus menerima itu." Hawai kembali menyandarkan punggungnya di sofa dan memejamkan matanya.

"Kau adalah orang paling menyebalkan yang pernah ku temui, Hawai." Hawai tidak menjawabku, ia hanya tersenyum. "Dasar kulkas."

"Aku mendengarmu, Salsa."

"Sudah ku bilang nama panggilanku Kia!" Aku memukul-mukulkan bantal sofa ke tubuhnya.

Hawai merebut bantal dan menatapku dengan mata dinginnya, "Aku juga sudah bilang ingin memanggilmu Salsa!"

"Anak-anak, tolonglah." Aku memperbaiki posisi dudukku dan menatap Bu Sherin yang baru saja masuk. "Kalian sudah dipanggil ke ruang guru dan masih bertengkar?"

"Dia dulu yang mulai, Bu." Bu Sherin menatapku, aku menghela napas panjang dan menunduk.

"Hari ini kau terlambat, Zakia. Aku tetap memberikan poin untukmu, lima." Aku menatap sedih buku BK yang dicentang Bu Sherin di bagian poin 5 dan ditambah keterangan terlambat.

Yah, padahal aku ingin membuat Papa bangga karena buku BK ku bersih tanpa catatan.

"Dan kau, Hawai. Harusnya kau berada di kelasmu, bukannya malah bermain di jam pelajaran." Hawai menatap guru BK kelas 10 itu dengan wajah dinginnya.

"Jadi, aku juga menambahkan poin untukmu, lima saja." Hawai mengangguk.

Apa dia tidak merasa bersalah karena mengotori buku BK?

"Sudah, kembali ke kelas kalian dan jangan keluar kelas apalagi bermain." Aku menyalami Bu Sherin sebelum meninggalkan ruang BK, berbeda dengan Hawai yang menunduk sebelum pergi. Kami berjalan beriringan ke kelas.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang