Enam Belas

132 33 10
                                    

Zakia’s pov

Aku menunduk menatap kotak dengan nama ATA, saat ini aku berada di mobil bersama Pak Hadi yang merupakan sopir pribadi sedang dalam perjalanan menuju Kedai Ralia. Kebetulan sekali hari ini Pak Hadi tidak bertugas mengantar jemput Opa, jadi beliau yang mengantarku.

Bicara mengenai sepatu yang ku bawa ini, sejujurnya aku masih tidak habis pikir dengan Hawai. Kenapa dia membelikanku sepatu semahal ini? Baiklah aku kemarin memang memberitahunya tentang sepatu incaranku ini, tapi bukan berarti dia membelikannya untukku.

Aku sudah tahu siapa pelakunya.
Tidak lain dan tidak bukan adalah Hawai.
Siapa lagi memangnya?

Hanya dia satu-satunya orang yang tahu aku menginginkan sepatu ini. Dan dia juga tersangka dibalik pengiriman banyak sekali makanan ke rumah.  Ya,  makanan yang dipesan kedua adikku sudah sampai dengan selamat.

“Nona, dijemput jam berapa?” aku mendongak menatap Pak Hadi dari kaca spion tengah.

“Nanti saya kirim pesan, Pak.” Pak Hadi tidak mengatakan apapun, hanya mengangguk dan lanjut fokus menyetir.

“Sudah sampai, Nona Yaya.”

“Terimakasih, Pak.” Aku turun dari mobil dan tersenyum pada Pak Hadi yang mengangguk dan langsung menjalankan mobil meninggalkan kedai.

Aku berbalik dan melangkah masuk ke dalam, di parkiran aku melihat beberapa motor yang tak asing bagiku. Pantas Hawai memintaku bertemu disini, dia berada disini bersama teman-temannya dan salah satunya Naufal. Eh, tapi aku tidak menemukan motor scoppynya dan motor sportnya.

Dia naik apa kesini?

Helikopter mungkin.

Kling

“Selamat datang di Kedai Es Krim Ralia.” Aku tersenyum pada pelayan dan melangkah ke arahnya untuk memesan.

“Silahkan, ini daftar menunya.”

“Saya memesan es krim rasa strawbery, mocca latte,  dan satu slice red velvet.”

“Satu es krim strawberry, mocca latte, dan satu red velvet, semuanya 33 ribu rupiah.” Aku menyerahkan uang 50 ribuan pada penjaga kasir, namun belum penjaga kasir menerimanya seseorang sudah mengambilnya.

“Tambahkan saja di daftar pesananku.”

“Wai, tidak perlu. Aku bis-” perkataanku terhenti saat Hawai mendekatkan kepalanya ke arahku dengan wajah dinginnya.

“Aku tidak terima penolakan, Salsa.”
Aku menelan ludah mendengar suara dinginnya menembus gendang telingaku. Hawai memasukkan uang ke dalam dompetku yang masih terbuka dan menggandengku ke pojok kedai. Aku memandang punggung Hawai, bahkan dari belakang saja ia terlihat tampan.

Eh,  fokus! 

Hawai melepas tanganku dan duduk di salah satu kursi, aku meletakkan bawaanku tepat di meja dan duduk berhadapan dengan Hawai. “Tadi ku lihat motor Naufal, dimana dia?” tanyaku menatap sekeliling.

“Ada di ruangan VVIP, kau mau kesana?”

“Tidak. Disini saja.”

Hawai menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan melipat kedua tangannya di dada. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?”

“Tentang ini.” Aku menghela napas panjang, “Maaf aku tidak bisa menerima ini dan aku mengembalikannya padamu.”

“Kenapa padaku?”

“Karena kau yang membelikan ini untukku, jadi-”

“Punya bukti apa jika aku yang membelikannya untukmu?” Aku terkejut melihat wajah menyebalkan Hawai, juga nada bicaranya itu sangat menjengkelkan.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang