Hawai's pov
-Alfarizi's Mansion-Aku menghela napas panjang dan menatap Cana yang menunduk, sudah setengah jam kami duduk di taman belakang hanya berdua. Sebenarnya sudah sejak tadi aku mengajaknya bicara, tapi Canada yang manja ini masih juga mendiamkanku.
Aku bangkit dari dudukku, "Baiklah, aku akan pulang saja." Kakiku melangkah memasuki rumah, tapi terhenti saat merasakan pelukan dari belakang.
"Rumahmu disini bodoh." Aku tersenyum dan berbalik, ku lihat air mata menggenang di pelupuk matanya dan bersiap turun kapan saja.
"Kenapa kau menangis, hmm?" Cana memelukku dan menangis sejadi-jadinya.
"Hey, don't cry Choco Pie."
"Kenapa hal ini harus terjadi? Maksudku perasaanku, harusnya aku senang kau menikah dan menjadi suami dari seseorang. Tapi entah kenapa aku merasa kehilanganmu, kau bukan lagi milikku Wai." Aku menggeleng dan menghapus air matanya.
"Jangan bicara seperti itu, we belongs to each other. I'm yours and you're mine." Cana menatapku dan mengerjap-ngerjap.
"Benarkah itu?"
"Tentu saja benar, sampai kapanpun Hawai adalah milikmu Cana." Aku dan Cana menoleh ke arah seseorang yang sekarang berstatus istriku, ia berjalan menuju kami dengan nampan berisi jus mangga dan cookies. Salsa meletakkannya di meja dan memeluk kami berdua.
"Aku tidak akan merebut Baby Wai darimu, Choco Pie. Tenang saja." Cana tersenyum dan memeluk Salsa.
"Maafkan aku, Mbak. Seharusnya aku tidak merasakan hal ini."
"Itu hal yang wajar, kau tahu sebelum aku pindah kemari tadi Kyky dan Mirza menangis." Salsa tertawa membuatku tersenyum lebar.
"Dengar, ikatan darah tak akan terpisahkan oleh apapun itu."
"Aku menyayangi kalian."
"Kami juga menyayangimu, Choco Pie."
Canada tersenyum lebar membuat hatiku menghangat, "Rasanya tidak sabar kita bertiga tinggal bersama. Nanti begitu kita sampai, aku akan mengajak Mbak keliling New York! Kita akan bersenang-senang!" Perubahan wajah Salsa sangat kentara, walau ia tetap tersenyum pada akhirnya.
"Ah iya, aku akan pergi ke klinik Aunty Amara. Mbak mau ikut?" Salsa tersenyum dan menggeleng.
"Mungkin lain kali karena-"
"Baiklah, baiklah aku paham. Aku pergi dulu, aku sangat sangat sangat mencintai kalian berdua. Bye!" Cana mengecup pipiku dan Salsa bergantian sebelum berlari masuk ke dalam rumah.
Aku merangkul istriku, "Kau masih memikirkan tentang itu?" Salsa menghela napas panjang dan mengangguk.
"Kita tidak akan pergi sebelum kau siap, ku pikir Daddy dan Mommy tidak keberatan jika aku ikut mengurus Aryesguard sementara waktu dan-"
"Tidak, Wai. Sebagai istri aku akan ikut kemanapun kau pergi." Aku menatapnya lekat-lekat, tanganku terulur mengelus rambutnya.
"Baiklah, kalau begitu siapkan hatimu. Hanya 4 tahun saja, aku akan berusaha menyelesaikannya dengan cepat dan kita kembali kemari secepatnya. Dan kita bisa pulang kemari saat aku liburan, kau dengan Mama dan Papa tetap bisa berkomunikasi kan."
"Kau benar. Aku saja yang terlalu berlebihan, zaman semakin maju dan aku masih saja memusingkan tentang komunikasi. Oh ya, kita akan berada disini berapa hari? Sepertinya aku perlu waktu untuk berkeliling mansion ini, dan kau tahu tadi aku sempat tersesat saat menuju kemari."
"Lama-lama kau akan terbiasa. Sekarang duduklah yang ayo nikmati suasana pagi di tempat ini." Aku menggandeng Salsa dan mengajaknya duduk di gazebo. Salsa tersenyum lebar, ia memejamkan matanya dan menghela napas panjang berulangkali.
"Tempat ini benar-benar nyaman."
"Biasanya setiap sore Mommy, Aunty Yu Ri, dan Oma yoga disini."
"Ah, jadi begitu. Pantas saja mereka awet muda dan kecantikan mereka masih terpancar, jadi itu rahasianya."
Aku menatap Salsa yang masih menatap pepohonan di depan kami, ia memakan cookie. "Oma sangat luar biasa! Beliau bisa membuat cookies seenak ini, nanti sore aku akan bertanya resepnya." Aku terkekeh melihatnya memakan 3 cookies sekaligus, mulutnya itu sudah penuh dan remah-remahnya berjatuhan.
"Ya, pelan-pelan saja makannya. Oma akan membuat lebih banyak lagi untukmu."
"Tidak, tidak. Aku akan membuatnya dengan Oma."
"Kau tidak akan menghancurkan dapur, kan?"
Salsa mendelik, "Kau meragukan kemampuanku? Dengarkan aku baik-baik ya Wai. Aku ini pandai memasak dan bahkan hasil masakanku lebih lezat dari masakan Baba!" keningku mengkerut mendengarnya.
"Apa cookies ini mengandung alcohol? Sepertinya kau berhalusinasi." Tanganku sibuk memeriksa wajahnya, siapa tahu wajahnya hangat dan dahinya panas.
Plak
Salsa memukul tanganku dan merengut. "Aku bersungguh-sungguh, Wai!" aku tertawa melihat wajah kesalnya, Salsa dengan wajah kesalnya sangat menggemaskan.
"Ayo tepat tepatt!!!!!" teriakan seseorang menghentikan tawaku sekaligus tangan Salsa yang melayang hendak memukulku.
Ku lihat tiga anak berlari ke lapangan rumput yang letaknya tak jauh dari tempatku duduk. Hasan memegang bola sepak dengan Husein dan Scott di belakangnya.
"Sabal! Aku berlali ini!"
Scott menatap ke arah kami dan melambaikan tangannya, "Kami akan bermain bola di sebelah sana." Aku menunjukkan kedua jempolku ke arahnya, Scott tersenyum lebar dan memasuki lapangan.
Salsa terkekeh melihat tingkah mereka, "Bagaimana rasanya memiliki adik yang usia terpaut jauh darimu?"
"Menyenangkan. Jarak usiaku dengan Cana hanya satu tahun, aku merasa Cana adalah teman dan sahabatku. Itu sebabnya aku dengannya sering kali bertengkar dulu. Sekarang, aku merasa menjadi kakak untuk Scott dengan selalu mengalah padanya dan mengajarinya hal-hal baik."
Salsa mengangguk, "Kau benar. Dan kau harusnya bersyukur karena hanya memiliki satu adik laki-laki." Aku tersenyum, sangat memahami perasaanya sebagai kakak dari dua adik laki-laki.
"Kau tahu aku sangat menyayangi saudari sepupuku yang bernama Khanza dan aku sangat ingin memiliki adik sepertinya. Dulu aku pernah memintanya pada Mama dan Papa, tapi mereka menolaknya. Mereka bilang sudah lebih dari cukup memiliku sebagai anak perempuan."
"Mungkin saja mereka juga memikirkan perasaanmu. Menjadi satu-satunya dalam gender yag berbeda dalam keluarga sangat menyenangkan. Dulu aku merasakannya, menjadi satu-satunya lak-laki diantara Bia, Bira, dan Cana. Sekarang, aku tak lagi menjadi satu-satunya setelah mereka hadir." Aku menatap ke arah tiga anak laki-laki yang berebut bola. Tenang saja mereka tidak bertengkar, hanya bermain saja. Mereka masih tertawa terbahak-bahak walau diselingi teriakan.
"Kau merasa tersaingi?"
"Sejujurnya, iya." Salsa tertawa lebar dan memelukku, hey aku tidak sedang melawak! Aku sedang mencurahkan isi hatiku, ini.
"Biar ku tebak, kau pasti cemburu jika Oma lebih memanjakan mereka dan Scott yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mommy?" aku menatapnya dengan wajah melasku.
"Sekarang kan ada aku, kau tidak perlu berbagi kasih sayangku dengan siapapun."
"Bohong."
"Hey, apa maksudmu?"
"Suatu saat nanti aku akan tetap berbagi dengan yang lainnya."
Salsa mengerjap-ngerjap lucu, "Hawai, aku tidak mengerti maksud dari perkataanmu itu. Membagiku dengan siapa? Kedua adikku? Atau kedua orangtuaku? Tapi ku pikir bukan mereka, katakan dengan jelas!" aku tersenyum dan merangkulnya.
"Kau akan membagi kasih sayangmu dengan setidaknya tiga orang yang memanggilmu Mommy dan memanggilku Daddy."
Kedua mata Salsa membulat sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dispenser
Humor"Bagaimana bisa kalian berkencan? Sifat kalian sangat berbeda, Wai sangat dingin dan Kia hangat. Seperti dispenser saja." Dua manusia dengan latar belakang keluarga berbeda, begitu juga sifat mereka. Diperankan oleh Xafier Hawai Malvino dari 'Secon...