Dua Puluh Sembilan

149 27 22
                                    

Zakia's pov
07:00 WIB

"Makan yang banyak, Mbak. Dokter Sina bilang Mbak harus makan yang banyak dan harus bergizi." Mama menjejalkan nasi dengan sayur bayem lengkap dengan lele goreng. "Setelah ini minum air putih lalu minum obat, atau Mbak mau makan buah dulu?"

"Mbak sudah kenyang, Ma." Mama menatapku dengan tatapan laser.

"Jangan mengada-ada ya, Mbak baru makan setengah bagaimana bisa kenyang?"

"Porsinya banyak, Ma. Mama tahu sendiri kan bagaimana porsi makan Mbak?"

"Tapi sekarang harus dirubah, Mbak. Porsi makan Mbak harus ditambah agar berat badan Mbak juga bertambah. Mbak itu sangat kurus, semuanya rata." Aku menunduk menatap dadaku, sesuatu yang seharusnya menonjol tidak terlihat memang.

Mama tersenyum dan menaik-turunkan kedua alisnya,"Benar kan? Mulai sekarang Mbak harus menonjolkan sesuatu yang seharusnya. Tidak masalah menambah porsi makan, yang terpenting adalah semuanya terkontrol dengan baik." Mama menyuapkan lagi makanan padaku, ku pikir sengaja agar aku tidak membantah atau menyanggah pendapatnya.

Keningku mengkerut saat melihat Mama mencondongkan tubuhnya ke arahku. "Kau tahu, sesuatu yang menonjol di bagian tertentu itu juga bertujuan untuk menarik lawan jenis." Aku mengerjap-ngerjap menatap wajah Mama yang sangat dekat denganku.

"Bagaimana dengan Hawai? Aku tidak memiliki bagian yang seharusnya menonjol itu, dia tertarik padaku."

"Itu karena dia anak-anak, Mbak. Seiring berjalannya waktu pemikirannya akan berubah. Mbak juga seperti itu, baru masuk MAN dan pemikiran masih turunan dari masa MTs. Nanti Mbak akan tahu sendiri."

"Terus Mbak harus gimana?"

"Mulai minggu ini, setiap hari Sabtu sore Mbak harus ikut kelas yoga bersama di Pondok Om Umin." Mataku membulat sempurna mendengarnya.

"Di Pondok ada kegiatan seperti itu?"

"Hmm, tapi tidak semuanya ikut. Hanya Umi, Umma, Immo Ania, juga para Ustadzah yang mengajar di pondok. Selain itu orang luar, seperti kita. Rencananya sih Buna dan Tante Citra akan ikut juga. Ini hanya program untuk keluarga saja. Mbak mau ya? Demi masa depan yang lebih cerah!"
Aku menelan makanan yang ku kunyah dan menatap Mama lekat-lekat.

"Baiklah, Mbak mau." Mama tersenyum lebar dan mengelus puncak kepalaku.

"Anak pintar. Percaya dengan Mama, Mbak akan menyukai hasilnya nanti. Mbak juga akan berterimakasih dengan Mama." Aku mengangguk saja, karena Mama dengan ambisinya tak dapat dihentikan. Setelah ku pikir-pikir, yoga sejak dini tidak buruk juga.

Sreek

"Assalamualaikum." Aku menahan napas dengan mata membulat sempurna saat melihat seseorang yang berjalan masuk dengan banyak bawaan di tangannya. Aku menatap Mama yang juga menatapku, Mama juga terkejut dengan kedatangan seseorang ini.

"W.. waalaikumussalam." Mama berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah seseorang itu, mereka bersalaman setelah seseorang itu menyerahkan bawaannya pada Mama.

"Kia sedang sarapan ya?"

"Iya, tapi sudah selesai Tante Jessica."
Seseorang yang datang kemari adalah calon mertuaku, Tante Jessica.

Sebenarnya aku cukup terkejut dengan kedatangannya yang tidak terduga ini. Oh, aku tidak perlu mempertanyakan bagaimana beliau tahu aku disini kan?

"Keadaannya sudah baik, kan?" tanyanya pada Mama.

"Ah, iya alhamdulillah."

"Alhamdulillah. Saya sangat khawatir saat tahu Kia diracun teman satu kelas Hawai itu. Ah, pantas saja Choco Pie tidak suka dengannya karena sifatnya jahat." Mama mengangguk dan menatapku seolah menanyakan siapa Tante Jessica.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang