Dua Puluh Delapan

137 30 19
                                    

Siapa yang kangen Abi Umin?
ⓓⓘⓢⓟⓔⓝⓢⓔ®

Zakia’s pov

Sungguh, tak ada kata lain selain takut saat melihat ekspresi Hawai sekarang. Ia benar-benar menakutkan dengan wajah dinginnya, lengkap dengan tatapan tajam yang membuat siapa saja merinding. Bahkan sejak tadi Hawai tidak banyak bicara, ia hanya berdiri dan bersandar pada pintu.

Apakah itu cukup menggambarkan Hawai sekarang?

Sejujurnya aku tidak percaya yang ku lihat ini, kemarahan Hawai sangat menakutkan.

Aku menatap lima orang yang berdiri mengelilingi Camilla. Mama, Papa, dan kedua sahabatku sedang menanyakan sebab Camilla melakukan hal yang tak pernah terpikir sama sekali di otakku. Meracuniku dengan racun tikus agar dia bisa bersama Hawai?

Pemikirkan primitif macam apa itu?

Otaknya benar-benar ada di level yang berbeda denganku.

“Minta maaf pada Zakia.” Aku menelan ludah saat mendengar suara rendah dan dingin Hawai. Aku tahu ini bukan saatnya aku merasakan hal seperti ini, tapi aku merasa deg-degan mendengarnya memanggilku dengan nama itu.

Yaya, please!

Tiba-tiba Camilla berdiri dari duduknya dan berbalik, napasnya tersengal-sengal sepertinya ia sangat marah sekarang setelah mengeluarkan semua uneg-unegnya. “Bagaimana aku meminta maaf atas kesalahan yang tidak ku perbuat! Aku sudah mengatakan padamu jika aku tidak-” Perkataannya terhenti saat tiba-tiba Hawai memukulnya hingga ia jatuh terjengkang.

Bug

“Hawai!” teriakku dan kedua sahabatku yang langsung menolong Camilla. Aku menahan napas saat melihat darah keluar dari mulut Camilla.

Aku yakin pukulan itu menggunakan tenaga laki-laki sepenuhnya. Camilla yang tidak berdaya hanya tergeletak di pangkuan Balqis.

Papa memegangi Hawai dan mundur beberapa langkah. “Tenang, Nak. Tenanglah, jangan terbawa emosi.”
Hawai mengalihkan pandangannya ke arah Papa.

“Dia harus meminta maaf, apapun yang terjadi Om.”

“Ya, tapi jangan menggunakan kekerasan. Ini rumah sakit, keributan disini akan mengganggu pasien yang lain.”

Mama mengangguk, “Om Fahri benar. Sudah tidak apa-apa jika dia tidak mau meminta maaf. Kami sudah memaafkannya, ya kan Mbak?” Mama menatapku membuat Hawai mengalihkan pandangannya ke arahku.

“Ya, Mama benar Wai. Aku sudah memaafkan Camilla.” Aku tersenyum membuat tatapan mata Hawai melembut, ia menghela napas panjang berulang kali sebelum melangkahkan kakinya ke arahku.

“Kau sudah baikan?” tanyanya dengan nada suara lembut, sungguh berbeda dari yang ku dengar beberapa menit yang lalu.

“Sudah. Lihatlah, aku baik-baik saja sekarang.” Aku tersenyum lebar ke arahnya, Hawai tidak merespon apapun. Ia hanya menatapku lekat-lekat dan aku tidak mengerti apa yang ada di dalam pikirannya sekarang.

Sreeekkk

Pintu terbuka, terlihat beberapa orang berpakaian serba hitam berada di depan pintu. Hawai tersenyum ke arahku dan menggenggam tanganku. “Aku harus pergi sekarang, nanti aku akan menemuimu lagi.” Tanpa menunggu jawabanku Hawai melangkah menuju orang-orang itu, Hawai bicara pada mereka lalu salah satu diantara mereka menggendong Camilla keluar ruangan.

Pintu yang tertutup sempurna membuatku merasa sedih. Hawai baru sampai kan, kenapa dia pergi?

“Mbak.” Aku menatap Papa yang berjalan ke arahku dengan bibir mengerucut dan langsung memeluknya. Entah apa yang terjadi denganku, tiba-tiba hatiku sakit dan aku menangis di pelukan Papa.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang