Dua Puluh Lima

140 28 9
                                    

Zakia’s pov

Zakia’s House
06:45 WIB

Pagi hariku diwarnai dengan kemunculan tak terduga Hawai yang secara tiba-tiba ada di meja makan bersama keluargaku saat aku turun dari kamar. “Hawai, bukankah sudah ku bilang padamu untuk tidak perlu menjemputku? Aku bisa berangkat sendiri.” Hawai hanya menatapku sekilas sebelum berbalik dan berjalan ke arah motor Scoopy yang entah kenapa muncul lagi kali ini.

Hari ini adalah hari pertama pergi ke sekolah setelah libur panjang dan hari ini juga hari pertama aku dan Hawai berangkat bersama sebagai sepasang kekasih.

Ah, rasanya masih tidak mungkin.

Benarkah aku dan Hawai benar berkencan?

“Hawai, kau mendengarku?” aku mengekorinya.

“Aku sudah sampai sini, Salsa. Tidak ada pilihan lain.” Hawai menyerahkan helmnya padaku, aku menerima dan langsung memakainya. “Mulai sekarang kita akan berangkat dan pulang bersama. Mengerti?”


“Wai-”

“Aku sudah meminta izin pada Papamu tadi dan beliau mengizinkannya. Jadi apa masalahmu?” Aku hanya menatap wajah tampan Hawai yang tengah menatapku dengan wajah dinginnya.

“Iya ya. Baiklah Tuan Hawai, kita berangkat sekolah dan pulang bersama seperti keinginanmu.” kataku naik di boncengan, lebih baik mengikuti apa yang dia inginkan saja daripada ribut.

Apalagi ini menguntungkanku sepenuhnya, ya walau aku merasa tidak enak. Tapi jika Hawai memaksa, aku bisa apa?

“Kau marah padaku?”

“Tidak.” Aku mengalihkan pandanganku darinya. Hawai menghela napas panjang dan menyalakan mesin motor.

Beberapa saat kemudian Hawai berbalik dan menatapku, “Salsa, kau harus waspada dengan Camilla. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan hari ini, kau harus menghindarinya.” Aku menatap wajahnya yang tampak serius.

“Iya.”

“Selalu ingat apa yang dia lakukan padamu di parkiran. Dia seorang psikopat.” Aku menelan ludah dan mengangguk. Hawai menatapku dengan tatapan khawatirnya.

“Kalian belum berangkat?” Kami berdua menoleh ke arah Papa yang berdiri di depan pintu. Aku tersenyum dan melambaikan tanganku ke arahnya dan kedua bocah yang baru keluar.

“Hati-hati Mas Hawai, jangan lupa pizza meat lovers!!” Aku melotot tajam ke arah dua bocah dengan seragam SMP dan SD yang melambaikan tangan ke Hawai dengan senyuman cerah di bibir mereka.

Hawai tersenyum di balik helmnya dan ikut melambaikan tangan. “Lebih baik kau berhenti mengabulkan permintaan mereka.”

“Kenapa? Permintaan mereka tidak sulit dan tidak ada salahnya membahagiakan orang lain.”

“Tapi-”

“Bismillahi tawakkaltu alallah. La haula wala quwata illa billah.” Aku menghela napas panjang dan ikut berdoa. Mataku menatap kedua adikku yang digiring Papa masuk ke dalam mobil.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang