Enam

163 40 9
                                    

Hawai’s pov

Jika ditanya bagaiamana perasaanku saat ini, tentu saja sangat sakit dan marah. Siapa yang tidak marah jika adik kesayanganmu dibentak dan dijambak di depan matamu sendiri?

Sejujurnya aku ingin sekali memukul orang yang dengan beraninya menyentuh Canada dan menyeretnya agar berlutut dan meminta maaf padanya. Tapi, aku mengingat pesan Daddy untuk tidak memukul perempuan. Jadi, aku berusaha menahannya.

“Sudah, berhenti menangis. Kita pulang sekarang.” Aku merangkul Cana dan menuntunnya masuk ke dalam mobil. “Kemana Dragon?”

“Ke mini market. Aku memintanya membelikanku minuman dingin dan roti.” Aku mengelus pundaknya dan mengangguk. Saat aku membuka pintu mobil, tatapan Canada tertuju pada orang yang menjambaknya tadi. Tatapan itu berubah tajam dan mengintimidasi.

“Kau akan menyesal karena telah membentakku, mengancamku, dan menjambak rambutku hingga membuatku menangis. Akan ku ingat namamu, Fransiska Herpavi dan kalian semua yang ada disini.” katanya dengan suara dingin sebelum masuk mobil.

Aku menutup pintu mobil dan berjalan ke arah mereka, ku lihat Salsa dan kedua temannya berdiri tak jauh dari kami. Ku lihat tadi mereka bertiga dipegangi beberapa perempuan. Apa yang mereka bertiga lakukan?

Pandanganku tertuju pada seseorang bernama Fransiska ini. “Kau, tidak. Kalian semua akan membayar semua yang telah kalian lakukan pada adikku. Sekali lagi ku ulangi, perempuan yang tadi kau jambak dan kalian teriaki adalah adikku. Adikku!” teriakku sebelum berbalik dan masuk ke mobil.

“Ada apa Tuan? Kenapa semua berkumpul dan kenapa nona?”

“Akan ku jelaskan nanti. Sekarang ayo pulang.”

Brak

Cana memelukku dan aku memeluknya. Dragon yang bertugas mengantar kami hari ini menyerahkan kantung plastik pesanan Canada yang langsung diambilnya. “Sudah ya, mereka akan membayar perlakuan ini. Tenang saja, Daddy tidak akan tinggal diam.” Canada mengangguk. Mesin mobil menyala dan berjalan meninggalkan sekolah.

“Perempuan yang kau bawa kemarin, jangan ikutkan dia dan kedua temannya. Dia dan kedua temannya tadi berusaha menolongku.” Canada mendongak dan tersenyum.

“Dia perempuan baik, Wai. Aku merestuimu pacaran dengan dia. Hanya dia, tidak dengan yang lain.” Aku tersenyum lebar dan mengecup pipinya gemas. Tangan kananku mengelus belakang kepalanya yang pasti terasa sakit.

#

-Alfarizi’s Mansion-

“Kita harus membalas mereka, Dad! Aku tidak terima Choco Pie kita diperlakukan seperti ini!” Mommy menangis dan mengelus belakang kepala Cana yang memeluknya erat. Ku lihat rahang Daddy mengeras, tentu saja Daddy marah besar mendengar putrinya menjadi korban kekerasan di sekolah.

Kami berempat bersama Bayu, asisten pribadi Daddy berada di ruang kerja Daddy untuk membicarakan masalah yang terjadi pada Canada.

“Pasti. Setiap perbuatan pasti ada balasannya. Tenang ya Choco Pie, Daddy janji akan memberi mereka pelajaran.” Canada melepas pelukan Mommy dan melompat memeluk Daddy.

“Namanya Fransiska Herpavi.” Daddy dan Mommy menatapku.

“Ayahnya, Jhonny Herpavi bekerja di Blue Shoes di bagian administrasi.” kata Bayu membuat Daddy memejamkan matanya.

“Jika aku meminta Alvan memecatnya, dia tidak akan setuju.”

“Jangan, Daddy. Yang bersalah putrinya, bukan ayahnya. Jadi lebih baik hanya putrinya saja yang dibalas.” Mommy dan Daddy menatapku dengan wajah takjub mereka.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang