Tujuh

161 34 12
                                    

ⓓⓘⓢⓟⓔⓝⓢⓔ®

Hawai’s pov
13:00 WIB

“Syukurlah semuanya sudah selesai.” kata Camilla sambil merapikan buku kas kelas.

Kami baru saja memeriksa buku kas dan menghitung jumlah uang kas akhir semester 1 ini. Camilla menanyaiku banyak hal mengenai kejadian tadi di depan ruang BK. Aku hanya menjawab singkat dan seperlunya saja.

“Karena uang kas kurang 50 ribu, pakai ini untuk melunasi yang kurang.” Aku menyerahkan uang kertas berwarna biru pada Camilla. Seharusnya aku memberikannya pada Dinda selaku bendahara kelas, tapi sekarang dia tidak ada disini.

Camilla menatapku dengan tatapan datarnya, “Tindakan seperti ini akan membuat mereka semakin semena-mena.”

“Tidak ada salahnya beramal. Lagipula membayar kas mereka tidak akan membuatku miskin.” Aku berdiri dan membawa kaos kas kelas keluar. “Jangan lupa beritahu Dinda untuk tidak lagi menagih uang kas karena semuanya sudah lunas.” Camilla hanya menghela napas panjang dan memberi tanda centang di buku kas.

Aku tidak melakukan hal yang salah, kan?

Daddy dan Grandma tidak pernah lelah menasehatiku agar bersedekah. Aku hanya menjalankan perintah dari mereka.

“Wai! Wai! Dia membawa baju ganti ke kamar mandi. Apa dia akan bertanding hari ini?” aku memasang wajah datarku sejak tadi dan semakin dingin saat melihat banyak perempuan berhenti di sepanjang jalan menuju kamar mandi putra.

Semenarik itukah aku?

Ah, tentu saja.

Ku akui, aku memang tampan. Dengan gen keren dari Daddy dan darah campuran produk asli Australia. Ah, aku harus berterimakasih pada Mommy karena telah menurunkan hal positif padaku.

Aku menyisir rambutku dari depan ke belakang dengan jariku membuat teriakan dari para perempuan di sekitarku terdengar nyaring. Memang rasanya sebahagia ini ya menggoda perempuan. Aku tersenyum setelah memasuki kamar mandi.

“Sepertinya teman kita berubah menjadi fuckboy sekarang.” Senyumanku luntur melihat 3 sahabatku duduk-duduk di depan deretan bilik kamar mandi.

“Kenapa kalian disini?”

“Ini ide Adam. Kau sedang bersama Camilla, jadi tidak mau mengganggu.” Aku menatap dingin Naufal yang meringis dan masuk ke salah satu bilik.

“Dia marah. Ini semua gara-gara kau!” Aku tersenyum mendengar  suara ketiga temanku yang saling menyalahkan. Mereka itu benar-benar menyenangkan. Aku bersyukur memiliki teman seperti mereka.

Aku keluar kamar mandi setelah selesai berganti baju. “Eh, hari ini bukannya kelasku bertanding dengan kelasmu?” Naufal menatap kami bertiga bergantian dan mengangguk.

“Kau dihadapkan dengan dua pilihan. Siapa yang akan kau dukung nanti, kelasmu atau Wai?”

Aku berdiri di sebelah Hilmi dan mengambil snacknya. “Tentu saja kelasnya. Di pertandingan nanti Scale dan Bacteria adalah musuh.” Ketiga sahabatku menatapku dengan wajah terkejut sekaligus khawatir.

Pandangan kami teralih ke arah jalan di depan kamar mandi. Terlihat salah satu anak buahku bernama Burhan menatapku dengan ekspresi yang tak bisa ku baca.

“Wai, ayo ke lapangan. Pertandingan dimulai dari tunggal putra.” Aku melangkah ke arahnya, sampai di depan jalan aku menatap ke belakang.

“Hanya hingga pertandingan. Kita harus sportif, kan?” Naufal tersenyum dan mengangguk, aku tersenyum dan berjalan menuju kelas yang tak jauh dari toilet. Sampai kelas, tim badmiton sudah berkumpul. Mereka sedang menungguku ternyata.

DispenserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang