Namanya Serga Sagara, anak fakultas sosial politik yang waktu itu menjabat sebagai ketua BEM. Bersuara paling lantang dan berani saat menyuarakan penolakan terhadap rancangan undang-undang yang akan disahkan.Renee masih ingat, dia bertemu pria itu saat terpisah dengan temannya yang lain. Cuaca terik dan panas membuatnya dehidrasi dan berinisiatif mencari sebotol air mineral yang dibawa oleh salah satu orang dalam kelompok fakultasnya.
Rupanya Renee semakin jauh berjalan, dia mulai tidak mengenali wajah-wajah para pendemo. Warna almamater yang para mahasiswa itu kenakan juga berbeda dengan miliknya. Dirinya semakin ketakutan saat para pendemo bergerak mundur karena aparat mulai menembakkan gas air mata.
Renee menoleh ke kiri dan ke kanan sambil memundurkan langkahnya, bahunya sudah beberapa kali tertabrak oleh siapapun yang melewatinya. Renee sudah hampir menangis saat satu tangan menarik tangannya dan membawanya berlari ke pinggir deretan pohon.
"Kalau lo diem doang disitu bisa habis keinjek."
Renee mendongakkan kepalanya, mendapati pria berbadan tinggi dengan almamater berwarna kuning tengah menatapnya.
"Maaf, gue tadi lagi bingung soalnya kepisah sama kelompok."
Renee meletakkan satu banner dari karton yang sejak tadi ada di tangannya. Bannernya sudah lumayan lecek dan ujungnya robek karena terinjak saat menepi tadi.
Pria itu menatap banner yang Renne letakkan sambil mengulum senyum. "Itu lo yang buat?"
Renee mengangguk sambil mengibaskan tangannya ke wajah. Seperti tersadar, gadis itu melihat ke arah bannernya lantas menginjaknya untuk menutupi tulisannya.
Kirain hubungan kita aja yang gak jelas, ternyata DPR lebih gak jelas.
Tulisan joke yang dirinya tulis untuk tujuan sarkasme.
"Lo mau curhat apa mau demo sih?" Pria itu berkata dibarengi tawa.
"Itu bikinan temen gue, gue cuman disuruh angkat itu aja tinggi-tinggi," kilah Renee untuk menutupi rasa malu. Padahal itu memang miliknya. Dia yang menulisnya tadi pagi sebelum berangkat demo.
"Oh." Pria itu mengangguk-anggukan kepala, tapi Renee bisa melihat pria itu menahan tawa.
"Lo disini dulu deh, tar balik lagi ke barisan kalau keadaan sudah aman." Pria itu celingukan, melambaikan tangannya pada seorang perempuan yang beralmamater sama dengan dirinya. "Gendis, gue titip..." pria itu kembali menoleh ke arah Renee, "... siapa nama lo?"
"Renee."
"Gue titip Renee sama lo ya, tadi dia kepisah sama kelompok fakultasnya."
Perempuan dengan rambut dikuncir kuda itu mengangguk, berdiri di sebelah Renee sambil mengibaskan tangannya, kepanasan.
"Renee gue balik kesana dulu ya, lo bisa sambil cari-cari kelompok lo kalo ngerasa keadaan udah aman. Jangan maju ke depan soalnya lagi chaos banget."
Renee menelan salivanya, rasa hausnya semakin menjadi-jadi. Menatap lurus ke depan hanya untuk mendapati para mahasiswa berjibaku dengan aparat keamanan yang menembakkan gas air mata ke arah para demonstran.
"Lo yakin mau balik kesana?" Tanya Renee.
Pria itu mengangguk yakin. "Temen-temen gue masih disana, gue gak mungkin leha-leha disini." Pria itu ingin berbalik.
"Nama lo siapa?" Tanya Renee, membuat pria itu menghentikan gerakannya.
"Serga... nama gue Serga Sagara."
***
Serga menarik nafasnya lega saat mendapati Renee tengah bersandar pada dashboard ranjang ketika dirinya membuka pintu kamar. Seperti tidak terjadi apa-apa, Renee nampak tenang membaca novel dengan segelas coffe latte yang wanita itu letakkan di samping nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPILY (N)ever AFTER (COMPLETED)
Romance(Please follow me before you read my story) Serga dan Renee adalah pasangan yang sempurna. Bagaimana tidak, menikah selama 8 tahun dan dikaruniai seorang putri yang cerdas. Karir Renee yang gemilang sebagai pengacara perceraian dan kedudukan Serga...