sq] x. to be honest

572 101 16
                                    

Setelah acara penyambutan mahasiswa baru, diperkenankan seluruh mahasiswa memasuki hari pertama belajar di universitas mereka. Beberapa hari lagi, akan diadakan makan malam bersama di jurusan Kesenian.

Belum lagi meributkan akan makan dimana, Jaemin dan Haechan sudah bersemangat lebih dulu.

"Mau cari beberapa jodoh, gak?" tawar Jaemin.

Belum Haechan menjawab, Renjun sudah tertawa lebih dulu.

"Pfff! Beberapa?" tanya Renjun, "udah jago banget lo, jodoh aja carinya beberapa. Jodoh cuma satu, cari cuma satu, rakus banget lo!" lanjutnya.

Di samping itu, hanya Jeno yang diam saja. Cowok itu sama sekali tidak tertarik dengan pencarian jodoh seperti itu. Beberapa hari lalu, saat ia diberikan kotak bekal itu, Jeno sudah memutuskannya.

"Lo kok diem aja, Jen?" tanya Haechan.

Jeno menggeleng pelan saja. Sulit untuk mengatakannya, tetapi, Jeno jujur sudah kehilangan semangatnya sekarang. Sebenarnya ia senang mendapatkan bekal makanan seperti kemarin, tetapi, ia benar-benar seperti hilang arah sejak putus dengan Siyeon.

Berbeda, putus kali ini seperti tidak punya harapan untuk kembali berpacaran lagi.

"Lo kalo diem gitu gue takut, Jen. Lo beneran gak kenapa-napa, kan?" tanya Renjun.

Jeno lagi-lagi, diam.

"Apaan sih, Jen? Gak usah diem gitu," timpal Jaemin.

Tanpa merespon sekali lagi, Jeno tidak menjawab Jaemin. Setelahnya tidak ada yang berbicara lagi, mereka tidak mau Jeno menjadi lebih pusing, tetapi, mereka sungguh cemas akan keadaan Jeno yang berubah drastis, mungkin karena penyambutan mahasiswa baru ia adalah panitia, tetapi hari kemarin baik-baik saja.

"Gue mau cuti aja," kata Jeno tiba-tiba.

Jaemin melotot, Renjun juga terkejut, apalagi Haechan.

"Kita udah semester akhir, Jeno! Lo mau cuti??" tanya Jaemin.

Jeno tidak menjawab lagi.

"Gue tau lo habis putus, tapi gak cuti juga kali Jeno."

Jeno tidak menjawab lagi. Ia justru pergi lebih dulu daripada mereka, membuat mereka bingung sekali. Jauh sekali dari pandangan mereka, tangan Jeno bergetar, ia segera mencari bangku dan langsung duduk sambil menunduk.

Beberapa waktu lalu, lebih tepatnya kemarin malam ia mendapatkan sebuah panggilan telepon dari bibinya yang mengatakan kalau ayahnya Jeno datang mencari Jeno.

Mungkin ada sebagian anak yang senang ketika dapat berbincang lagi dengan ayahnya, tetapi, Jeno berbeda. Rasa yang ia alami sekarang berbeda, kacau, sangat tidak karuan. Marah, sedih, senang pun bahkan ada.

Sementara ketiga sahabat dekatnya hanya diam saja, menatap Jeno yang sudah menjauh dari mereka. Mereka tahu, pasti ada sesuatu yang membuatnya bisa berubah drastis seperti ini.

Di tengah perjalanan, Jeno menangkap Siyeon yang sedang duduk tanpa melakukan apa-apa, berbicara dengan siapa-siapa, hanya memejamkan matanya. Hal itu lagi-lagi membuat Jeno jatuh hati kepada Siyeon.

Beberapa hari lalu, ia merasakan sesuatu yang biasanya ia rasakan, dan ia tidak tahu persis itu apa. Tetapi, sebelum ia putus dengan Siyeon lagi, ia sudah sangat dipusingkan oleh pesan-pesan yang dikirimkan oleh bibinya.

Di samping itu, Siyeon masih menggerakkan kedua kakinya ke depan dan ke belakang, merasakan angin malam.

Siyeon terkejut karena tiba-tiba ada orang di sampingnya, ia lebih terkejut lagi ternyata orang itu adalah Jeno. Cowok itu memberikan cup teh panas.

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang