Beberapa jam setelah memutar-mutar, mereka akhirnya memutuskan untuk menetap di rumah Jisung. Hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja, Chenle sudah mendapat sebuah kabar.
“Basecamp diperiksa, Tuan Muda.”
Jeno tersenyum sinis. “Lama banget sih udah keburu malem baru meriksa basecamp.”
“Rumah Jisung, kita ke sini lagi nanti. Suruh siapapun dari mobil sana keluar. Gue jalan sekarang.”
Jeno melajukan mobilnya, membuat Mark mengikuti mobil Jeno. Sekarang Jeno mengambil jalur depan, sedangkan Mark mengambil jalur belakang.
“Sekarang, Chenle!”
Chenle mengangguk sebelum ia menekan kontak Mark dan menelepon. “Siapapun, keluarkan wujud, lalu langsung tutup kaca mobil. Pastikan mereka ngikutin kalian. Sekarang!”
Tidak lupa, tadi Chenle memasangkan kamera tersembunyi di mobil Mark, selain kamera dashboard. Sekarang kamera itu menunjukkan beberapa mobil sungguh mengikuti mobil Mark.
Jisung sedang menonton apa yang terjadi di sekitar mobil Mark, banyak sekali sekitar lima mobil mengikuti mobil Mark, mereka sungguhan menyangka Jisung ada di dalam mobil itu.
“Suruh bawa mobilnya lebih cepat,” Jisung panik.
“Cepat sedikit,” kata Chenle sambil mengeratkan earphonenya.
Sekali mobil Mark melaju, mobil yang mengikuti juga sesuai dugaan, mereka mengikuti laju mobil Mark.
“Kita tunggu---”
“Hampir terkejar!” teriak Jisung melihat layar monitor di tablet milik Mark.
Jeno menggeleng tidak menyangka. “Cepat suruh mereka langsung balik ke rumah Jisung sekarang!”
“Kenapa? Bukannya nanti dia malah bisa nangkap?” tanya Chenle.
“Suruh aja sekarang.”
“Oke,” Chenle menyalakan earphonenya lagi. “Balik ke rumah Jisung, sekarang. Cari jalur terdekat.”
Jeno langsung menoleh ke Jisung yang ada di belakang, “Masih ngikutin?” tanyanya.
“Masih,” kata Jisung.
Mendengar jawaban Jisung, Jeno mengangguk. Mobil mereka sudah berhenti, tidak jauh dari rumah Jisung karena mereka sejujurnya tidak berjalan jauh.
“Kapan sampe?” tanya Jeno ke Jisung.
Jisung fokus pada tabletnya, “Sekitar dua menit, jalur terdekat.”
“Bagus.”
Mereka di mobil Jeno menunggu dengan perasaan cemas dan tegang. Selama sekitar dua menit, Jisung berseru memberikan berita. “Udah berhenti di depan rumah gue.”
“Suruh turun sekarang.”
Chenle dan Jisung kompak terkejut. “Hah? Gak mungkin, Jeno.”
“Suruh turun sekarang, kita pancing!” seru Jeno.
Chenle mengangguk kemudian mengaktifkan earphonesnya lagi. “Kalian semua turun, eh, enggak. Renjun, Haechan, turun sekarang.”
Jeno tersenyum. “Pilihan bagus.”
“Mereka juga turun!” seru Jisung, panik.
Jeno hanya mengangguk saja. “Itu tujuannya, buat mereka semua keluar.”
“Haechan pake earphones?” tanya Jeno.
“Suruh dia berlagak takut,” timpal Jisung.
“Kok gitu?” tanya Chenle.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Ordinary
Fanfictionㅡa story that you can't guess. [ bahasa | end ] ❝maaf apa?❞ ❝maaf...❞ start : 20200519 end : 20210425 © all rights reserved ordinary by wintergardenssy