Gerbang gudang terbuka pelan, cowok bermarga Lee itu melangkahkan kakinya ke dalam gudang kumuh di sini, netra cowok itu terus menyorot ke sekelilingnya, mencari keberadaan mantan kekasihnya itu.
Tidak banyak berpikir, Jeno menelepon kembali nomor yang menghubunginya, nomor Kevin. Terdengar suara telepon dari arah kanan, membuat Jeno menoleh ke kanan dan mendapati Kevin yang mengikat tangan Siyeon yang disatukan di depan cewek itu.
“Datang juga lo,” sambut Kevin dengan baik.
Jeno mendecih, “Gak usah sok ramah lo, lepasin dia.”
“Katanya udah mantan, kok lo masih cemas dia mati di tangan gue?” suara Kevin menggema di gudang terbuka ini.
Tidak ada jawaban dari Jeno. Ia tidak berani menjawab, ia takut kalau ia salah menjawab, Siyeon akan sungguhan mati di tangan Kevin saat ini juga.
“Lepasin dia sekarang juga, selagi gue masih baik-baik, Vin,” titah Jeno.
Siyeon masih diam, tidak berbicara. Sejujurnya ia takut, tetapi, ia jauh lebih takut kalau Jeno yang mati, bukanlah dirinya.
“Kita barter aja gimana?” tawar Kevin, cowok itu maju mendekati Jeno.
“Apanya yang barter? Gue gak tertarik. Lepasin dia.”
Kevin terkekeh pelan. “Nyawa harus dibayar dengan nyawa. Kumpulan lo udah ngambil nyawa adik gue, Jeongin.”
“Kumpulan gue gak pernah melakukan pembunuhan, gak usah ngarang lo!” rahang Jeno mengeras.
Kevin terkekeh, kemudian ia mengubah raut wajahnya menjadi datar dan tatapannya penuh kebencian. “Jeongin gak mungkin meninggal gitu aja, ‘kan? Waktu itu kumpulan kakak lo, Jungwoo dan teman-temannya kan yang ada di TKP?”
“Gue gak tahu.”
“Dari tahun lalu juga Mark jawabnya gini, basi lo semua sekumpulan pembunuh.” Kevin menatap Jeno marah.
Bugh-!
Kevin melemparkan pukulan ke pipi mulusnya Jeno. Sedangkan Jeno tidak berniat membalas apapun.
“Jeongin harus punya temennya, dong,” Kevin berujar. “Jisung paling cocok jadi temennya Jeongin.”
“Gak usah bawa-bawa adik gue, Kevin!”
Kevin memukul Jeno sekali lagi. “Gue udah gak ada adik, jadi lo juga harus!”
“Lo urus sama Bang Wooseok. Jangan bawa-bawa gue sama saudara gue!”
Kevin memukul Jeno lagi, sebagai pukulan penutup. Kemudian cowok itu berjalan, mendekati Siyeon yang sudah keringat dingin.
Tangan Kevin mengambil pistol di sebelah kanan. Cowok itu memukul kepala Siyeon dengan tangan kirinya.
“Jangan kasar!”
“Kenapa? Kalo lo gak kasih Jisung, dia aja. Tapi, gue gak bisa jamin tahun depan gue bakal kejar satu persatu orang yang dekat sama lo.”
Siyeon mendelik. “Gue udah putus sama Jeno. Lo gak ada gunanya kayak gini. Gue gak kenal siapa lo, tapi, gue udah gak ada hubungan apa-apa sama Jeno!”
“Kalo gitu gak masalah dong kalo gue tembak lo pake senjata api ini?” tanya Kevin.
Jeno melotot. “Lepasin cewek gua, bangsat!”
“Dia gak mau tuh lo mati di sini?” kata Kevin kepada Siyeon.
Siyeon terkekeh. “Bunuh aja di sini. Gak ada ruginya buat Jeno.”
“Siyeon!” bentak Jeno.
Siyeon tidak perduli, cewek itu tidak menghiraukan Jeno. Ia tidak mau Jeno kenapa-napa hanya karena menyelamatkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Ordinary
Fanfictionㅡa story that you can't guess. [ bahasa | end ] ❝maaf apa?❞ ❝maaf...❞ start : 20200519 end : 20210425 © all rights reserved ordinary by wintergardenssy