vii. discussion

988 189 42
                                    

Pancuran air dimatikan oleh seseorang dari dalam ruang kaca itu. Mereka yang sedang menunggu di luar juga ikutan penasaran, ternyata setelah kurang lebih tiga puluh menit, sidangnya sudah selesai.

Dari balik pintu kaca dapat dilihat mereka yang di dalam ruangan tampak tertawa ceria setelahnya. Merasa percuma saja mereka takut dan tegang, ternyata sidangnya tidak seserius itu.

Lucas keluar lebih dulu saat memasangkan sidik jarinya. Pintu kaca terbuka secara otomatis dan satu persatu mengikuti Lucas keluar dari ruangan bersuhu tinggi itu.

“Duduk.”

Suara berat Taeyong menjadikan mereka yang akan diskusi menjadi kembali tegang. Entah apa yang akan Taeyong katakan, mereka tegang saja. Semuanya semakin serius saat Taeyong sudah duduk di tengah sebagai tuannya.

“Jeno udah selesai sidang, kita juga udah tahu masalahnya, jadi gue bakal bicarakan masalah Jeno di sini. Biar gak ada yang mengulang.”

Melihat ketegasan Taeyong, semuanya menatap tanpa berkedip. Menatap Taeyong dan Jeno secara bergantian, sedangkan Lucas dan Mark sudah tenang sedari tadi.

“Kartu yang dibuat untuk Jeno, kartu kreditnya, dipake buat beli hadiah.”

Jaemin menoleh, “Buat Siyeon?” tanyanya mengernyitkan dahinya sambil menatap Jeno.

Jeno yang ditatap mengangguk lalu duduk santai menyender di sofa empuk milik Lucas. Ia membuang napasnya kasar.

“Kenapa lo kasih? Ngajak balikan?” tanya Renjun bertubi-tubi.

“Gak ngajak.”

Haechan yang tadinya tidak fokus langsung menyadarkan dirinya, “Lo mau buat Siyeon baper lagi?” tanyanya.

Jeno hanya menghela napas. Mau dikatakan apapun, cowok itu pasti akan dikira membuat Siyeon baper lagi. Ia tidak ingin berbicara.

“Pantes..,” Jisung berujar tiba-tiba.

“Kenapa?” tanya Chenle, Mark dan Lucas secara bersamaan.

Jisung terkesiap kaget, ia mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum menjawab. “Kak Siyeon nangis kemaren.”

“Nangis?” Jeno langsung bangkit dari posisinya yang bermalas-malasan menjadi lebih serius.

“Tuh, kan! Udah gue bilang,” Renjun menatap Jeno tajam.

“Lalu? Dia gimana?” tanya Jeno.

Jisung mengangguk-angguk pelan. “Masuk kuliah, tapi matanya bengkak karena nangis seharian.”

“Pasti mikirin Jeno!” tebak Haechan.

“Makanya gue juga heran, dapat paket darimana lagi Kak Siyeon. Padahal gue sama Bang Chanyeol gak pesan apapun.”

Jeno hanya bisa menghela napasnya kasar. Bukan itu maksudnya mengirim paket.

“Jadi keadaannya gimana?” tanya Taeyong.

“Memburuk?” timpal Jaemin.

Jisung mengangguk. “Kemaren sih gak nafsu makan. Padahal udah gue bujuk-bujuk. Tapi besoknya ngotot kuliah.”

“Kok gak makan, sih?” tanya Jeno.

“Ya lo juga ngapain kirim begituan?” tanya Jaemin.

“Gue cuma merasa bersalah aja kemaren udah kasar sama dia. Gak lebih sungguh.”

Meski begitu, Jeno tidak bisa memungkiri kalau caranya meminta maaf memang ada salahnya. Dia pun menambah tulisan yang tidak disarankan di sana.

“Kenapa minta maaf pake kirim bunga segala, sih? Bikin dia baper aja.”

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang