xxiv. apology

883 145 16
                                    

double up!
.
.
.

Hampir ramai sekali kantor kejaksaan hari ini, beberapa kasus dilaporkan bersamaan pada tanggal ini, sehingga lumayan banyak tersangka, saksi dan semua yang terkait kasus memenuhi kantor kejaksaan pada hari ini.

Jeno, Mark, Renjun, Haechan, Jaemin, Chenle, Jisung, Lucas, Taeyong, Johnny, Doyoung menunggu Jungwoo di luar gedung kejaksaan. Mereka resah, apakah Jungwoo dapat menyelesaikannya atau tidak.

Mark langsung berdiri begitu melihat Kevin datang sendiri, dia masuk ke dalam kantor kejaksaan setelah sempat melakukan kontak mata dengan Mark yang merasa bersalah.

Jeno hanya diam. Ia rasanya tidak rela kalau Kevin harus mendekam di penjara. Tapi Jeno tidak bisa membenarkan perbuatan Kevin yang melakukan percobaan pembunuhan kepada Siyeon kemarin. Walau korbannya adalah dirinya.

“Jangan dipikirin terus,” kata Mark di sebelah Jeno.

Mendengar penuturan Mark, Jeno mengangguk saja. Dia tidak bisa juga membatalkan gugatannya, karena tidak ada yang menjamin Kevin akan bertobat setelahnya.

Sedangkan Jungwoo masih harap-harap cemas, ia takut Kevin akan memukulinya, tetapi, hanya kali ini. Hanya ini kesempatannya untuk berhenti merasa bersalah dengan siapapun.

Setelah Jungwoo di interogasi, ia keluar dari ruangan pengap itu dan mendapati Kevin yang juga sudah keluar dari ruangan interogasi di sebelah.

Kevin diam menatap Jungwoo, ia juga tidak siap untuk melembut kepada Jungwoo, meskipun memikirkan kalimat Haechan dan Mark kemarin, Kevin tidak bisa begitu saja percaya.

“Kevin,” panggil Jungwoo saat Kevin sudah hendak pergi dari sana.

Kevin tidak berbicara apa-apa, ia hanya berjalan menuju tempat yang sedikit sepi. Di luar kantor kejaksaan. Sekalinya melihat Jungwoo dengan Kevin keluar bersama, mereka yang menunggu jadi cemas. Tetapi, Jungwoo mengangguk memastikan ia baik-baik saja.

Mereka memutuskan untuk berbicara di kafe dekat kantor kejaksaan. Mereka duduk berhadapan dengan suasana hati yang tidak bisa dijelaskan.

“Maaf, Vin.”

Kevin mengangkat kepalanya, “Buat apa?” tanya Kevin.

“Udah tutup mata, dan gak berusaha menjelaskan semuanya sama lo.”

Jungwoo mengambil napas pelan. “Gue paham perasaan lo. Gue paham kenapa lo malah mengincar Jisung, mencelakakan Jeno.”

Kevin tidak berbicara banyak.

“Gue terlalu takut untuk bicara sama lo. Tapi, Jeongin memang dipukul sama orang, banyak. Orangnya kabur, gue sama Wooseok gak tahu harus ngomong apa lagi. Kita lapor ke polisi.”

Kevin mendecih, “Lo biarin adek gue sendirian? Gue temen lo. Bisa-bisanya lo biarin dia sendirian, mati sendirian gitu? Lo kayaknya emang gak nganggep gue temen, tapi, gue sungguh gak percaya waktu lo nutup mata lo dan berpura-pura semuanya udah selesai.”

“Gue tahu gue salah. Gue minta maaf sama lo, tapi, gue bukan pembunuh Jeongin. Gue juga gak biarin Jeongin sendirian, pelakunya udah ada yang ditangkap Wooseok. Gue juga datangnya pas Jeongin udah dingin.”

Kevin terdiam. Ia sesak membahas adiknya lagi.

Jungwoo tidak banyak bicara, ia berdiri lalu membungkuk dengan benar di depan Kevin.

Tanpa sadar air mata Kevin jatuh begitu saja. Ia lega tahu adiknya dipukuli orang, bukan bunuh diri. Ia juga lega kalau pelakunya bukan temannya.

“Gue sungguh gak ada maksud apa-apa, gue minta maaf karena selama ini diam aja, buat lo jadi menderita sendirian.”

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang