iii. care

1.2K 230 33
                                    

Setelah berjam-jam menunggu dosen pembimbing yang tidak kunjung datang, Jeno akhirnya menyerah untuk hari ini. Ia akan meminta waktu dosen untuk bertemu di lain waktu, sekarang sudah hampir gelap dan ia tidak mau membuat Renjun, Haechan, Jaemin menunggu dirinya.

"Pak, saya permisi dulu ya, besok lagi saya cari Pak Minho," kata Jeno, kemudian berdiri dari duduknya dan membungkuk sopan sebelum meninggalkan ruang asisten dosennya.

Bertepatan setelah Jeno menutup pintu ruangan asdos, ia sudah mendapat tatapan kesal dari ketiga temannya. "Duh, makanya gue bilang jangan nungguin!"

"Abis ini kita mau main ke rumahnya Bang Taeyong, sama Bang Doyoung. Bang Lucas juga baru balik dari China. Makanya kita harus pergi."

"Bisa pergi terpisah, kok," Jeno melirik jam bundar kecil yang melingkar di tangannya, "Gue harus laporan dulu, nih," tambahnya, ia kemudian menatap ketiga temannya.

Jaemin mengangguk lebih dulu, "Kita tunggu di mobil," katanya lalu membenarkan posisi tasnya.

"Jangan lama!" Haechan menyusul Jaemin dan juga Renjun yang sudah memberikan kepercayaan kepada Jeno.

Sejak mereka bertiga berlalu, Jeno dengan cepat kembali ke kelasnya yang mungkin sudah kosong, setelah mengambil bukunya yang sengaja ia tinggalkan tadi, ia juga membuat laporan kecil kepada asdos untuk janji temunya besok.

Kakinya masuk ke dalam kelasnya yang memang sudah kosong. Ia mengambil buku di atas meja yang ia gunakan saat kelas tadi. Belum berselang satu menit, bunyi guntur terdengar menjalar ke gendang telinga Jeno.

"Waduh, hujan lagi," Jeno segera menarik bukunya dan berlari keluar dari kelas.

Cowok dengan tubuh tingginya itu mempercepat langkahnya agar tidak terlambat lagi. Apalagi hari ini Lucas baru kembali dari China setelah melakukan promosi film dengan Yuqi.

Lorong kampus kosong, sampai Jeno berdiri di pembatas antara pijakan yang tertutup atap dan juga tempat yang dibiarkan basah karena hujan rintik-rintik yang perlahan mulai deras saat dilihat lebih lama.

Cepat-cepat Jeno mengirimi Renjun pesan untuk menjemputnya di depan gedung fakultas.

"Dingin banget..."

Jeno menoleh, ia mengenali suara itu. Cewek yang sangat tidak ia mengerti. Cewek yang adalah mantan pacarnya. Ia melihat Siyeon menampung rintik hujan dari atas genteng di jari jemari manis cewek itu.

Teringat akan permintaan Siyeon untuk terus menjauh, Jeno jadi tidak berani mengajak cewek itu untuk sekedar berbincang-bincang sambil menunggu jemputan.

Netranya tidak lepas dari Siyeon, melihat cewek itu sekarang memegangi perutnya yang tidak tahu apa yang telah terjadi. Wajah cewek itu pucat pasi, ia bahkan tidak menyadari keberadaan Jeno. Cewek itu terus menelepon kontak yang sama.

Beberapa menit setelahnya, Siyeon nyaris saja jatuh jika tidak berpegangan dengan tembok di dekat sana, kepalanya pusing tidak karuan, rasa sakit di lambungnya semakin panas karena dibiarkan saja.

Grep.

Siyeon menoleh ke samping, melihat Jeno sedang merangkulnya dan memasangkan jaket untuknya. Jantung cewek itu berpacu dua kali lebih cepat dari detak normal.

"Kamu kenapa ya kebiasaan banget ngabaikan makan siang. Gak bisa tau gak kamu kayak gini."

Walau sudah diperintahkan untuk tidak mendekat dan berbicara banyak, Jeno tidak tahan untuk menasehati cewek ini. Jeno khawatir karena Siyeon punya kebiasaan buruk.

"Apaan, sih," Siyeon sedikit bergeser menjauh, tetapi Jeno tetap mengeratkan rangkulannya.

Jeno menatap mata Siyeon. Wajah cewek itu benar-benar seperti orang sakit. "Kenapa kamu dari dulu susah banget buat dibilangin? Udah diingetin berkali-kali gak usah ninggalin makan siang, masih aja. Masih, terus. Kalo kamu sakit siapa yang ngurus?"

"Udahlah, gak usah ngurusin aku. Aku bisa sendiri, Jeno."

Mendengar itu, Jeno mengangguk. Ia melepas rangkulannya dari Siyeon dan kemudian mengetikkan sesuatu di ponselnya lalu menatap cewek itu lagi, "Tunggu taksi onlinenya di sini," ujar Jeno kemudian beralih pandangan lagi.

"Kamu gak usah dan gak perlu. Gak perlu ngurusin aku, bisa gak sih Jeno kamu jauh-jauh aja gitu dari aku? Engga cukup apa kemarin kamu perhatian juga ke Eunbin? Aku bukan pacar kamu lagi, dan aku gak mengizinkan kamu buat datang lagi."

Jeno menoleh, ia mengernyit, "Nyesal udah perhatian sama kamu," pungkasnya lalu menutupi atas kepalanya dengan telapak tangannya dan berlari ke arah mobil yang sudah menunggunya di depan, membiarkan Siyeon sendirian dengan ramainya hujan dan jaket hangat.

Bola mata hitam milik Siyeon tidak lepas dari Jeno yang sedang berlari. Ia menyesal telah mengatakan hal demikian, ia rasa matanya mulai memanas karena hatinya juga tidak karuan sekarang.

"Kamu egois, Jeno." Klaim Siyeon.

Matanya masih menatap punggung Jeno yang dilapisi kaos hitam tipis, Jeno masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Renjun.

"Itu Siyeon?" tanya Jaemin.

Jeno yang barusaja menutup pintu mobil, menggosok rambutnya yang sedikit basah kemudian mendongak sebentar kepada Jaemin yang duduk ya di samping Renjun di jok depan. Ia kemudian beralih mengurusi rambutnya lagi. "Iya, Siyeon."

"Lo ngapain?" Renjun yang sudah bersiap dengan stirnya membenarkan sedikit sabuk pengamannya sambil menatap ke belakang, menunggu jawaban Jeno.

"Kasih jaket," jawab Jeno.

"Yah, alamat baper," celetuk Haechan yang duduk di jok belakang dengan Jeno, posisinya di samping Jeno sedang menyantap hello panda dengan kantong plastik yang isinya pasti pocky kesukaan Jaemin dan Jeno.

Jeno menoleh, "Baper?" tanyanya.

"Lo gak usah ngasih harapan terus," titah Jaemin.

"Maag Siyeon kambuh lagi, gue cuma kasi jaket biar dia gak kedinginan karena hujan, dan mesenin taksi online," elak Jeno.

Haechan mencubit kepalanya frustasi, "Yang kata lo cuma itu buat hatinya Siyeon terombang-ambing kayak kapal kutukan."

"Udahlah, ini yang terakhir. Gak lagi besok-besok."

Helaan napas terdengar dari Renjun, "Awas besok-besok gitu lagi. Gue cuma gak mau lo buat hati Siyeon bimbang aja."

"Iya, gue tau."

"Yaudah ayo jalan!" seru Haechan.

"Eh tunggu!" pinta Jeno, ia tidak mau Renjun melajukan mobil ini pergi meninggalkan kampus.

Renjun menengok ke belakang, ke Jeno, "Kenapa lagi?" tanyanya. "Ada yang ketinggalan?"

"Iya deh kayaknya," ujar Jeno.

"Emang apaan?" tanya Jaemin.

Sedangkan Jeno harap-harap cemas. Ia tidak tahu harus berkata apa. Tetapi, saat ia melihat taksi online pesanannya tiba, ia mengetikkan sesuatu di room chat dengan taksi online itu.

Jeno mengambil gambar layar di ponselnya kemudian diam diam memotret taksi online itu dari dalam mobil walau terhalang kaca mobil.

"Dah jalan," kata Jeno.

"Motret apa, sih, lo?" tanya Jaemin.

Haechan menatap Jeno curiga, kemudian ia tertawa, "Mau buat status galau, yang background quotesnya, hujan nempel di kaca mobil," tawanya semakin menjadi setelah berujar.

"Cepetan! Diem lo, Chan!" Jeno mendelik kesal, matanya menangkap Siyeon yang masuk ke dalam taksi online itu.

Jeno punya foto dan bukti pemesanan, jadi besok ia ingin memastikam kalau Siyeon pulang dengan selamat. Jika terjadi apa-apa, cowok itu sudah punya bukti kuat. Hanya jaminan agar Siyeon baik-baik saja sampai rumah.

Setidaknya ia bisa memantau dari jauh.

[✗✗✗]

thank you for reading, vote, and comment! satu vote dan komen sangat berharga buat aku heheh...

buat yang lagi PAT, semangat ya...

originally wrote : 21 May 2020
copyrights © siyeonssi, all rights reserved.
ordinary by siyeonssi.

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang