v. flower and necklet

1K 215 29
                                    

“Masih sayang Jeno?”

Siyeon diam saja saat pertanyaan itu terdengar di telinganya. Cewek itu hanya menatap selimut tebalnya dengan tatapan yang kosong, tidak ingin merespon kepada orang yang sedari tadi menunggu jawabannya.

“Buka mulutnya,” suruh Chanyeol.

Dengar perintah Chanyeol selaku saudara kandungnya, ia hanya mengikuti instruksi dengan membuka mulutnya menerima suapan demi suapan yang ada di depannya.

Chanyeol tidak bertanya lagi apakah adik perempuannya itu masih punya perasaan atau tidak dengan mantan kekasihnya. Mungkin Siyeon butuh waktu, pikirnya.

“Kak!”

Suara dari luar membuat keduanya menoleh, melihat Jisung yang baru saja masuk ke kamarnya Siyeon. Ia membawakan segelas air putih untuk kakak perempuannya. Jisung sudah tahu kabar putus mereka.

Jisung hanya mencoba untuk netral. Dia tidak bisa sembarang membela siapapun. Bukannya tidak perduli dengan kakak sendiri, dia hanya berusaha realistis kalau Siyeon lah yang memutuskan hubungan mereka.

“Punya gue?” tanya Chanyeol, saat melihat Jisung hanya membawakannya segelas ke kamar ini.

“Ambil sendiri lah!” Jisung mendelik kemudian menjulurkan lidahnya sebelum ia kabur dengan berlari sedikit agar Chanyeol tidak bisa menangkapnya.

Siyeon tersenyum tipis. Kedua saudaranya selalu bisa membuatnya tersenyum di saat seperti ini. Entahlah, daripada cerita dengan teman, Siyeon merasa lebih nyaman bercerita kepada Chanyeol. Bukan ia tidak bercerita dengan Jisung, tetapi, Jisung pasti sudah tahu.

“Minum dulu obat demamnya, gue keluar dulu. Lo jangan lupa istirahat. Kalo udah baikan udah boleh kuliah lagi.” Chanyeol membawa nampan yang di atasnya terdapat mangkuk kacang hijau, ia sudah meninggalkan obat demam dan segelas air putih yang dibawakan oleh Jisung tadi.

Cowok bertubuh jangkung itu keluar dari kamarnya Siyeon dan menyisakan sunyi di ruangan tempatnya merenung. Siyeon menoleh ke nakas, mengambil sebutir pil obat demam dan memasukkannya bersama dengan air putih yang ia teguk sekali saja.

Siyeon masih enggan untuk tidur lagi. Ia masih melirik ke sekitar kamarnya yang sangat luas dan penuh dengan barang-barang bernuansa gold dan rose. Matanya terpejam sebentar, merasakan sedikit desiran di hatinya kala mengingat Jeno.

“Ah, cukup.” Siyeon menepuk-nepuk pipinya dengan pelan secara bergantian, cara yang ia lakukan untuk segera tersadar dari bayangannya.

tring.

Bunyi notifikasi ponselnya membuatnya tersadar dan berhenti menepuk. Ia menoleh ke nakas sekali lagi, mendapati layar ponselnya yang menyala. Tangannya dengan lamban mengambil ponsel miliknya.

PAKET!
Kamu mendapatkan sebuah paket. Paket telah dikirim di alamat Jl. Neo Komp. Culture No.01. Silahkan ambil paketmu dan berikan tanda terima. Untuk Park Siyeon.

Sontak saja Siyeon merotasi bola matanya malas. Harusnya ia tidak di rumah, lebih baik kuliah saja. Walau sebenarnya ini hari Sabtu, tidak ada jadwal kuliah, tapi, lebih baik ia jalan-jalan saja.

Siyeon membuang napasnya kasar kemudian bangkit dari kasur besar miliknya. Ia mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana tidurnya. Tangannya membuka knop pintu kamarnya sehingga membuat Jisung yang ada di depan kamarnya terdiam sejenak.

Gerak-gerik Jisung jadi tampak mencurigakan karena postur tubuhnya yang sedikit membungkuk dengan kaki yang berjinjit. Seperti mengendap-endap.

“Ngapain?” tanya Jisung.

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang