xv. a threat

812 153 22
                                    

“Saatnya jujur-jujuran time!”

Mereka tertawa mendengar suara parau Felix yang sudah mulai mabuk. Mereka sudah meminum wine pesanan Seunggi untuk merayakan selesainya acara mereka.

“Jeno, lo gak minum?” tanya Jinyoung.

Jeno hanya menggeleng sambil memperhatikan Felix. Jeno sekarang tidak bersama Renjun dan Jaemin yang juga menjadi panitia. Mereka berdua sudah pulang lebih dulu karena tidak mau terpengaruhi alkohol.

“Lo minumlah, satu seloki aja kok!” Chani menggeserkan gelas seloki ke arah Jeno.

“Udah ah, enggak. Gue gak suka minum,” tolak Jeno sambil terkekeh melihat Chani yang sama seperti Felix sudah dibawah pengaruh alkohol.

“Jadi, gue di sini mau kasi kesan dan pesan gue berpartisipasi dalam kepanitiaan ini...” Felix memegang microphone dengan sangat dekat sehingga menimbulkan suara nyaring membuat telinga mereka semua berdengung.

“Panitia yang paling gue suka itu... Jeno!”

Felix terkekeh sebisanya karena masih mabuk.

“Mabuk lo!” seru Jeno.

Mereka semua tertawa lagi. Seisi ruangan penuh dengan gelak tawa.

“Jujur lo!” Felix menunjuk Jeno, “Panitia yang jadi favorite lo tuh gue kan?” Felix menepuk dadanya bangga.

Jeno hanya menggeleng-gelengkan saja kepalanya melihat kelakuan Felix ketika sedang dimabuk alkohol.

Drrtt, drrtt.

Pandangan Jeno teralihkan. Cowok itu menatap layar ponselnya yang menyala, menampilkan sebuah notifikasi pesan masuk dari Mark.

MARK 형
Hakmin nyerah. Alamat Kevin : Jl. Xxx NO. 87. Besok kita survei ke sana, beneran apa enggak. Di Maps sih, ada.

Jeno menangkat ponselnya kemudian mengetikkan nama Mark untuk disambungkan ke panggilan suara. Cowok itu menempelkan benda pipih ke telinganya.

“Halo? Lagi pada dimana?”

Masih di rumah Chenle, kita lagi makan malam. Lo udah makan?

“Oh oke. Udah kok, gue udah makan.”

Heh, nih, si Renjun, Jaemin sama Haechan minum susu kayak anak kecil, gak kuat bau alkohol di sana katanya.

“Ah elah, gak segitunya juga. Mereka terlalu polos. Gak pernah minum.”

“Lo minum?”

“Yakali! Gue nyetir.”

Kirain.”

“Eh, udah dulu ya, acara penutupan, nih. Bentar lagi gue pulang.”

Piip.

Setelah sambungan telepon terputus, Felix menarik Jeno untuk menutup acara pembubaran mereka.

“Terimakasih atas kerja sama kalian semua, gue menghargai semua kerja keras kalian. Untuk menutup, kita tutup dengan doa.”

“Berdoa, mulai.”

Semuanya menunduk untuk berdoa. Hening sampai suara Jeno kembali menggema. “Berdoa selesai.”

“Dengan ini gue nyatakan, kepanitiaan sudah bubar.”

Mereka bertepuk tangan meriah.

“Yang mau pulang boleh langsung pulang, khusus yang minum gue pesenin taksi.”

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang