sq] iv. same feeling

542 116 51
                                    

Sebentar lagi menyambut mahasiswa baru di Universitas mereka. Sekarang Renjun bersiap-siap untuk mengadakan rapat penting bersama dengan Jeno yang sudah membuka beberapa file yang dicetak fisik, membaca dan mempelajarinya sekali lagi.

"Baca terus, Jen," celetuk Renjun, cowok itu sedang merapikan makalah anak-anak BEM, yang berserakan dimana-mana karena rapat kemarin sungguh melelahkan. Semakin dekat harinya, mereka semakin disibukkan dengan rapat yang berulang, untuk memastikan dan membantu Universitas dengan kerja sama.

Jeno mendongak, "Kosong banget lo liatin gue segala," balas Jeno.

"Eh, bukannya ngeliatin, nih, kita masuk ke ruangan dingin ini udah sekitar satu jam yang lalu, gue udah beres sana sini lo bacaaa terus," ujar Renjun, membela diri.

Belum sempat Jeno membalas perkataan Renjun, suara pintu BEM bergeser terdengar, Felix datang sambil mengambin tasnya di lengan sebelah kanan. Felix duduk di dekat kursi Jeno dan melirik ke kertas yang Jeno baca.

"Baca apaan lagi Pak Ketua?" tanya Felix.

Tak lama, Haechan membuka pintu BEM dengan manisnya, tetapi, ia kemudian tertawa sangat keras saat melihat ketiga temannya sudah berada di dalam ruangan ber-AC itu. "HAHAHAHAHAHAHHAH!"

"Apaan sih bikin kaget!" protes Renjun.

Haechan menutup mulutnya, menahan tawa. Hanya dia yang mengerti apa yang lucu di sana.

"Ketawain apa, sih?" tanya Jeno.

"Coba lihat aja kondisi sekarang," Haechan meletakkan tasnya di atas kursi dan duduk di meja. "Jeno sama Felix kayak lagi pacaran, terus si Renjun merasa terkhianati dan membereskan barang-barang anak BEM, kayak pembantu yang jadi pacar bayangan Jeno."

"Enak aja!" lempar Renjun dengan penghapus papan tulis.

Haechan meredakan tawanya setelah lega mengemukakan apa yang ia pikirkan ke Renjun. Mereka langsung duduk berdekatan seperti sudah sangat siap untuk rapat dan berdiskusi.

"Jen," suara Haechan memanggil.

"Kenapa?" tanya Jeno.

Haechan terdiam sebentar. Entah mengapa atmosfer mereka berubah. Yang awalnya hangat menjadi dingin. Haechan hanya ingin tahu apa kelanjutan hubungan Jeno dengan Siyeon, hanya saja, cowok itu tidak berani bertanya kepada Jeno.

"Apa?" tanya Jeno lagi.

Haechan menggeleng akhirnya. Ia lebih baik menyimpan pertanyaan itu sendiri. Sebenarnya yang membuatnya berpikir tidaklah rumit alasannya. Ia sudah mengenal Jeno sejak lama, mereka berada di grup ternama di Universitas, namanya DR92B. Percaya atau tidak, selama mereka membangun grup dan menjalaninya, tidak ada sedikitpun rasa Haechan ingin mencelakai atau menghindari satupun dari mereka.

Siapa yang tidak tahu hubungan Jeno dan Siyeon? Pacaran hingga tiga tahun itu bukanlah waktu yang sebentar. Memang ada yang pacaran 6 tahun atau 11 tahun atau bahkan lebih, tetapi, tidak semua bisa mencapai waktu selama itu. Tiga tahun saja rasanya sudah cukup lama, sudah melewati masa bersekolah di tingkat menengah.

Tiga tahun itu sudah lama, bahkan ada yang pacaran dan putus di hari yang sama. Keadaan Jeno yang bertahan saat tidak lagi bersama orangtua adalah yang paling hebat. Di antara mereka semua, Jeno lah yang lama tinggal jauh dari orangtuanya. Uang jajannya pun diberikan oleh Mark.

Mark yang bukan siapa-siapanya Jeno, cowok bule nan baik hati itu bekerjasama membangun bisnis bersama Lucas, membiayai hidup anak-anak pemimpi itu. Itulah sebabnya mereka dibiasakan untuk tidak menghabiskan uang dan tidak membuat masalah.

Sayangnya, kehidupan mereka tidak semudah yang dibayangkan. Karena itulah, tidak ada yang berani berpacaran. Jeno yang berani dan yang pertama.

"Chan," panggil Jeno.

[✓] OrdinaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang