#QOTD lebih suka werewolf atau vampir?
🌟
Sudah dua minggu dan Gian masih terjebak di kastil ini. Usahanya untuk kabur selalu berakhir tragis. Entah Marius sudah mencegatnya di depan kelas atau sudah berdiri di depan pintu apartemennya saat ia yakin sudah berhasil kabur.
"Menyenangkan melihat kau bersusah payah kabur dan berujung tertangkap juga. Ekspresi kekecewaan di sana sangat menarik untuk dinikmati," ujarnya kala itu saat ditanya apa ia sengaja membuatnya berpikir berhasil kabur saat melihatnya tertawa mengejek.
Gian membanting pintu tepat di muka Marius yang justru membuatnya tertawa terbahak-bahak. Pria dengan mata biru dan rambut pirang itu sebenarnya sangat tampan, sayangnya ia sudah gila.
Gian sudah terlalu lelah untuk kabur, dan jika ingin melakukannya lagi maka ia harus memikirkannya matang-matang. Rencananya harus sempurna yang itu berarti ia harus tahu kelemahan mereka atau setidaknya Marius.
"Ada efeknya gak ya gunting ke mereka kayak ke kuntilanak? Apa bawang merah dikasih minyak? Eh itu mah buat ngurut ya. Bawang putih? Tahan napas? Salib?" Gian menggelengkan kepalanya, "Kurang gede apa ya kalung salib yang gue pakai di leher? Mereka gak lihat? Gue perlu pakai yang segede gaban kali ya."
Gian mengacak rambutnya dengan kesal. Ia memutuskan mencari di ponselnya sepanjang malam hingga menemukan toko di dekat kampusnya yang menjual berbagai hal mengenai vampir. "Gue bisa kabur ke sini sebentar kali ya besok, sebelum kelas."
**
"Aku jemput nanti. Aku tunggu usaha kaburmu yang baru, membosankan sekali dua hari terakhir kau jadi penurut," ejek Marius.
Gian mengabaikan Marius dan keluar dari mobil. Begitu kendaraan Marius hilang dari pandangannya ia keluar dari lingkungan kampus dan berjalan menuju toko yang berada tiga blok dari tempatnya. Toko itu di jalan kecil dan sedikit terpelosok. Hanya satu toko dengan hiasan pasak yang berada di depan kaca.
Vlad, nama tokonya. Nuansa hitam terlihat ketika Gian membuka pintu kayu berukuran besar dan juga berat. Pilihan yang aneh untuk pintu toko, karena biasanya orang-orang memilih pintu yang mudah dibuka ketimbang pintu yang memerlukan usaha berkali-kali lipat.
Toko itu kosong. Hanya barang-barang yang terpajang di setiap sisi toko yang menyapanya. Suasananya bahkan terlalu mencekam untuk sebuah tempat berjualan. Hanya aroma dupa yang menyapanya ketika ia memasuki toko ini.
"Halo?" katanya dengan takut-takut. Udara dingin di luar terasa lebih baik ketimbang hawa dingin yang mencekam di sini. "Halo?" ulangnya lagi dengan suara lebih kencang. "Apa ada orang?" Gian menyusuri lorong yang berisikan beberapa binatang melata yang berada di sebuah toples berisi cairan dengan berbagai warna.
Langkahnya sangat pelan dan berhati-hati. Satu pijakan di lantai kayu melahirkan suara decitan yang membuatnya ingin segera kabur ke pintu masuk tadi. "Jangan cemen, Gian," katanya berusaha untuk menguatkan diri sendiri.
"Halo," bisikan yang terasa sangat dekat di telinganya membuat Gian meloncat dan menabrak rak yang berisikan benda-benda yang ia tidak mau tahu apa. Jantungnya berderap tak beraturan dengan tangan yang otomatis berada di dadanya, seperti berupaya agar jantungnya tidak meloncat keluar dari tubuhnya. Keringat dingin muncul di dahinya.
Sesosok wanita tua dengan rambut panjang berwarna putih terlihat di hadapannya. Pakaian hitam serta tongkat kayu di tangan kanannya membuat Gian mengingat nenek sihir di cerita Hansel and Gretel. Penyihir jahat yang akan memakannya dengan rayuan rumah kue.
Minus keriput di wajah seperti di film animasi yang ditontonnya sewaktu kecil dulu.
"Ada yang bisa aku bantu?" tanyanya tanpa senyuman.
Gian berdiri dengan kikuk, "A-aku mencari sesuatu untuk mengusir hantu."
"Jenis apa?"
"Tidak tahu, vampir mungkin," ucapnya ragu. Ia sendiri tidak tahu mereka itu apa.
Wanita tua itu membalikkan badannya, berjalan ke lorong lain tanpa sepatah kata dan Gian mengikuti dari belakang. Ia mengambil sebilah pasak berukuran kecil dengan ujung yang tampak sangat runcing lalu pasak dari perak yang sama tajamnya.
"Dua ini. Kalau dia vampir, maka kau bisa gunakan ini untuk mengusirnya." Wanita tua itu menyerahkan kedua hal yang dipegangnya tadi pada Gian.
"Tidak ada yang tidak tajam? Kalung bawang putih, misalnya." Kedua benda itu terasa berat di tangannya.
Pertama kalinya ia mendengar tawa dari mulut berkeriput wanita tua ini, tidak kalah mengerikan dari tawa nenek sihir yang dibayangkannya. "Kau pikir mereka takut itu? Mereka bahkan bisa mengunyah itu sekaligus denganmu agar lebih berbumbu."
Gian meringis ngeri, "Bukannya mereka menghisap darah?"
"Mereka tidak punya batasan. Beberapa ada yang suka menggoyak daging buruannya hidup-hidup hanya untuk kesenangan mendengar teriakan."31/12/20
Revisi 21/7/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpelgeist [FIN]
FantasyDaftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pada makhluk tak kasat mata. Baginya, hal-hal seperti itu ditujukan untuk menakutinya, yang sayangnya...