Codru tidak menunggu lebih lama lagi untuk meremukkan leher Constin dengan tangannya sendiri lalu membakarnya tepat di depan mata Gian. Api itu dengan cepat membakar habis tubuh Constin dan menyisakan abu.
Pengakuan Constin membuat Gian tidak dapat memikirkan apa pun. Yang ada di kepalanya adalah Dacian yang mengkhianati Codru dan kini sangat jelas dari mana Constin mengetahui seluruh pergerakannya. Matanya melihat Abel dan Marius yang berjalan mendekat. Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran dan tidak percaya pada apa yang dikatakan oleh Constin.
"Abel, Marius. Kita harus segera pulang," ujar Codru. Langkahnya stabil dengan emosi yang tidak tampak sama sekali. Ia sangat tenang.
"Codru, kita tidak bisa memercayai informasi dari Constin begitu saja. Dacian tidak mungkin melakukannya padamu." Abel berusaha menenangkan Codru dengan menghalangi jalannya. Tubuh Codru yang tinggi serta tenanganya yang jauh lebih kuat dari Abel membuatnya mudah mendorong perempuan itu agar menyingkir dari jalannya.
"Codru, tenang dulu. Kita tidak bisa gegabah untuk pulang sekarang dengan kondisi seperti ini. Kita terlalu lelah dan juga itu membahayakan Gian." Kali ini Marius mencoba menghalanginya. Memegangi lengan Codru dengan kencang. Memaksa pria itu untuk membalikkan badan lalu menunjuk padanya yang masih terduduk di lantai.
Mata Codru perlahan melihat ke arahnya dan tatapan mereka bertemu. Ada badai emosi yang tengah bermain di sana. Tetapi emosi yang paling kentara adalah kekecewaan karena pengkhianatan.
Gian dapat melihat Codru yang bimbang. Pria itu pasti sangat ingin pulang. Tetapi, kekuatan mereka tidak mungkin dapat menyaingi apa yang terjadi di kastilnya.
Codru tidak mengatakan beberapa patah kata pun selama beberapa saat lalu ia mengucapkan, "Kita kembali saat fajar datang. Hari sudah terlalu larut. Kalian bisa beristirahat sebentar. Aku akan mencari Serghei dan membantunya." Kemudian pria itu pergi dari sana. Mengabaikan Gian dan meninggalkannya di sana.
Abel menghela napas lega, ia tampak berbisik mengenai hal-hal yang tidak dapat didengar oleh telinga Gian. Kemudian Abel menatap sinis ke arahnya lalu keluar dari pack house itu. Tersisa hanya ia dan Marius. Pria itu meletakkan kedua tangannya di pinggang, menatap ke satu titik dengan bibir terlipat ke dalam.
"Aku gak tahu mau bilang apa ke kamu, Gian. Your stupidity is beyond my comprehension." Marius melemaskan tubuhnya. Masih enggan menatap Gian yang kini merasa semakin bersalah karena sudah membahayakan nyawa banyak orang. "Kau bisa istirahat di salah satu kamar yang masih dapat digunakan. Atau apa pun terserah, toh kau juga tidak akan mendengarkan," lanjutnya dengan tidak peduli kemudian meninggalkan Gian.
Tubuhnya terasa remuk redam, namun Gian berusaha untuk berdiri dan berjalan menuju lantai atas, namun ia melihat Serghei yang tengah memberikan perintah pada beberapa orang. Wajahnya sangat serius dengan luka-luka menganga yang diabaikannya. Tidak terlihat Codru di mana pun, sehingga ia berjalan mendekati pria itu. Setidaknya, ia dapat mengucapkan terima kasih pada satu orang sebelum mengistirahatkan tubuhnya.
"Serghei," panggil Gian membuat Serghei menoleh. Telunjuknya terangkat, isyarat meminta waktu sebelum mereka dapat berbicara karena ia masih sibuk memberikan perintah.
"Ada apa, Gian?" tanya Serghei setelah semua orang bergerak. Gian membasahi bibirnya yang kering, tubuh tinggi dan besar Serghei yang penuh dengan luka membuatnya sedikit ketakutan.
"Aku mau meminta maaf untuk seluruh kekacauan," ujarnya dengan gugup.
11/5/21
Revisi 29/7/21Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpelgeist [FIN]
FantasyDaftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pada makhluk tak kasat mata. Baginya, hal-hal seperti itu ditujukan untuk menakutinya, yang sayangnya...