His Maze

2.1K 470 33
                                    

#QOTD Kota atau pantai?

🌟

Malamnya Gian tidak dapat tidur karena rasa malu dan juga perasaan gusar atas pemikirannya siang tadi. Sehingga ia berjalan mengelilingi kamarnya hingga bosan dan memutuskan untuk keluar. Berjalan-jalan di taman tampak lebih menjanjikan rasa kantuk dibandingkan kamarnya sekarang ini, tidak peduli sudah berapa banyak domba yang ia hitung di dalam kepalanya.

Gian menuruni tangga dari batu dengan perlahan, keluar dari pintu belakang kastil dan tiba di taman belakang yang menyerupai labirin dengan tembok penuh tanaman rambat. Dari balkon kamarnya, sering kali Gian mencari jalan keluar dari labirin ini. Memetakan dalam kepalanya harus belok ke kiri saat pertama bertemu pertigaan, lalu belok kanan di simpang kedua dan seterusnya.

Gian percaya diri dapat keluar dari labirin itu tanpa kesusahan meskipun akan memakan waktu lama karena tempat ini sangat besar. Namun, ia butuh ini kan? Ia butuh kelelahan agar dapat tidur lelap malam ini. Melupakan sejenak hal-hal aneh yang terjadi padanya dan juga cerita mengenai moyangnya.

Cahaya bulan menjadi satu-satunya pencahayaan yang Gian miliki karena taman ini hanya memiliki lampu di tembok-tembok batunya saja, yang berarti jaraknya cukup jauh dari labirin yang berada di tengah-tengah taman. Untung saja sekarang sedang tidak mendung, jika tidak maka ia harus membawa ponselnya sebagai sumber cahaya.

Langkahnya terasa ringan dan pasti hingga ia tiba di simpang kesepuluh yang seharusnya belok kiri tetapi buntu. "Kok salah, ya? Perasaan ini belok kiri." Ia kembali menuju tempat semula dan mengambil belokan ke kanan. Berjalan mengikuti jalurnya dan berakhir dengan tembok dari tanaman yang tinggi. "Ini gak baru tumbuh dalam semalam kan?" tangan kanannya mendorong tembok itu, keras.

"Itu tidak mungkin tumbuh dalam semalam, Little One." Suara itu tiba-tiba terdengar dari arah belakangnya. Suaranya yang sehalus beledu membuat bulu tengkuknya meremang.

Gian berjengit dan memegang dadanya dengan punggung yang menempel pada tanaman. Jantungnya kebat-kebit tidak keruan menyadari ia tidak sendiri di sini dan parahnya Gian tidak tahu kapan Codru mengikutinya.

"Apa? Aku mendengar suara pintu terbuka dan monolog kau di sini. Aku harus memastikan kau baik-baik saja karena ini tempat terbuka dan menculikmu di sini sangat mudah jika kami lengah," ujarnya tenang. Tidak ada amarah di sana padahal Gian mengira Marius sudah menceritakan perihal pasak atau upayanya untuk kabur selama ini. "Meskipun ada beberapa penjaga di sekitar sini, tetapi tetap lebih baik jika aku yang langsung turun menjagamu."

"Sedang apa kau di sini?" lanjut Codru. Ia berjalan mendekat ke arah Gian, menyisakan beberapa langkah sebelum berhenti. Angin malam membawa aroma pria itu ke indra penciumannya. Baunya seperti hutan dengan sedikit aroma bergamot yang tercium ketika pria itu semakin mendekat.

"Tidak bisa tidur, jadi aku mau jalan-jalan," jawabnya, ia bergeser sedikit ke sebelah kiri, memberi jarak dua langkah lagi di antara mereka.

"Not plotting someway to kill us?" goda Codru, cengiran tampak di bibir pucatnya dan Gian dapat merasakan panas yang merambat ke seluruh permukaan wajahnya. "Marius sudah bercerita," Sambung pria itu. Gian berjalan melewati Codru dan mencari jalan keluar dari labirin ini dan juga dari rasa malu yang membuat langkahnya semakin cepat. "Dia bercerita dengan tawa terbahak-bahak." Kekehnya. Codru membiarkan Gian berjalan di depannya. Telinganya dapat mendengar pria itu berjalan dengan sangat pelan, tetapi kakinya yang panjang sangat membantu dalam menutup jarak mereka lagi.

"Bahan lelucon kalian untuk berapa abad itu?" tanyanya tajam untuk menutupi rasa malu.

Codru berdeham agar tawanya teredam. "Cukup lama. Tapi Willow wood memang berhubungan dengan alam lain--alamku di Asia, sayangnya hanya dapat melukai kami, bukannya membunuh."

Gian bertemu dengan jalan buntu lagi, dan ia membalikkan badan, melewati Codru yang berjalan di belakangnya dengan kedua tangan di belakang tubuh. Lagi-lagi aroma pria itu menyapa penciumannya.

"Lalu apa yang dapat membunuh kalian?" pancingnya, tidak akan berhasil tapi apa salahnya mencoba kan?

"Bukan kalian, tapi aku. Kau satu-satunya cara untuk membunuhku," ucapan Codru membuat langkah Gian terhenti seketika. "Jantung kami sudah lama tidak ada, Little One. Kami sudah mati, dan saat kami melakukan perjanjian untuk berubah menjadi iblis seperti sekarang, kami menjual jiwa dengan balasan dapat hidup selamanya dan tebak? The Deity tidak menjadikan aku makhluk favoritnya lalu mengutus anak manusia yang mortal untuk menjadi kelemahanku yang immortal," jelasnya.

6/1/21

Revisi 22/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumpelgeist [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang