The Agony

1.4K 298 33
                                    

#QOTD kamu tipe serius atau humoris?

🌟

Codru mengikuti gadis kecilnya yang tengah bersama dengan seorang anak laki-laki. Rasanya ia ingin menghampiri mereka dan mencekik hingga bocah lelaki itu tidak bernapas lagi. Lima tahun terakhir ia belajar banyak mengenai remaja sekarang dan istilah pacaran dan apa saja yang mereka lakukan. Tidak jauh berbeda di setiap zamannya memang, tetapi hal itu tidak membuatnya merasa tenang. Beberapa kali ia harus melempar vas yang berada di tempatnya hingga hancur berkeping-keping saat mendapatkan informasi mengenai apa yang gadis kecilnya tengah lakukan. Acap kali Marius harus menahannya agar tidak menyambangi bocah laki-laki itu dan menarik keluar nyawa yang bersemayam di tubuhnya. Itu salah satu alasannya membawa Marius ke sini setelah ia menemukan Gian lima tahun yang lalu.

"Codru, kita gak bisa pulang saja? Aku sudah terlalu lama menjadi kaki tangan penguntit." Marius mengeluh di sebelahnya. Sepanjang hari ini memang ia menggeret Marius untuk menemaninya. Tidak membiarkan pria itu untuk bersantai dan menikmati malam di negara lain. Dan siapa sangka ia akan menyesal dengan keputusannya membawa Marius? Ia sempat lupa seberapa bawelnya pria itu jika sudah merasa bosan.

"Kita pulang nanti, Marius. Aku harus tahu Gian pulang dengan selamat." Cahaya matahari kini sudah digantikan dengan bayang-bayang yang menyelimuti. Langit terlalu gelap untuk bintang-bintang atau pun bulan terlihat.

Marius mengesah. "Lagi-lagi saranku tetap sama, culik dia dan bawa ke kastilmu." Tubuh Marius sudah bersandar sepenuhnya pada jok mobil. Ia tidak menggerakkan tubuhnya barang satu senti pun, selain bibirnya yang tidak berhenti mengoceh. Tubuhnya meneriakkan rasa bosan yang sangat kental.

Codru benar-benar seperti penguntit karena mengikuti ke mana pun Gian pergi termasuk pemberhentian terakhirnya di rumah bocah lelaki itu. Ia merasa gelisah dan tidak berhenti mengetukkan jemarinya di dashboard mobil karena Gian tidak kunjung keluar dari sana. Ia melihat jam yang sudah menunjukkan tiga puluh menit yang berlalu. "Kau tahu tidak kalau ketukanmu itu tidak bernada dan terdengar sumbang di telingaku sekarang?" ejekan Marius kembali terdengar, memenuhi mobil yang sepi tanpa suara.

"Apa pun yang bersuara sekarang akan terdengar sumbang di telingamu, Marius," balasnya tidak mau kalah. "Sekarang, apa kau bisa diam? Biarkan aku mendengar apa yang terjadi di dalam?"

"Mungkin kau bisa mulai dengan masuk ke dalam rumah dan mengintip dari jendela seperti penguntit sungguhan."

Codru mengabaikan ucapan Marius. Malas menjawab keluhan Marius yang tidak berujung sampai ia mendapatkan keinginannya, terlalu lama mengenal pria itu membuatnya paham akan hal ini. Terkadang lebih baik diam dan membiarkan pria itu mengeluarkan unek-uneknya.

Fokusnya terbagi antara celotehan Marius dan juga Bagian dalam rumah. Fokus mencari suara Gian yang sudah dihafalnya di luar kepala. Samar-samar telinganya mendengar teriakan dari Gian. Teriakan itu sarat dengan nada ketakutan yang membuat darahnya mendidih seketika.

Tanpa pikir panjang ia keluar dari mobilnya. Kedua kaki bergerak dengan cepat memasuki rumah meskipun harus menghancurkan pintu depan dan juga pintu lain asal suara Gian berada. Gadis kecilnya yang dalam keadaan tidak sadar berada di bawah seorang pria yang tengah sibuk melucuti pakaiannya. Codru hanya dapat melihat merah dan hanya dalam hitungan mikro detik anak lelaki itu sudah terpelanting ke tembok dengan bunyi debuman yang kencang.

Wajah Codru sudah seperti pahatan batu karena menahan emosi yang meluap-luap. Ia menggeram dan dalam satu gerakan lugas tangan kanannya sudah melingkupi leher Danu. Yang ada di kepalanya hanyalah seribu satu cara bagaimana ia dapat menyiksa anak manusia ini secara perlahan dan mematikan hingga ia merintih kesakitan. Mungkin ia bisa memulai dengan mematahkan jari Danu yang berani-beraninya menyakiti Gian kemudian dilanjutkan dengan mencabut satu persatu kukunya. Kemudian merebusnya di air mendidih, tidak cukup panas untuk membunuhnya, tetapi cukup agar dapat dikuliti hidup-hidup. Bagian favoritnya, teriakan penuh penderitaan hingga keinginannya untuk hidup dimakan habis oleh keinginannya untuk mati.

Teriakan kesakitan yang keluar dari mulut Danu akan terdengar seperti nyanyian pengantar tidurnya setiap malam. Ia akan tetap memberi makan dan minuman pada Danu hanya agar ia dapat menyiksanya lebih lama. Pemikiran itu membuat seluruh tubuhnya mengantisipasi perasaan kesenangan yang akan datang. Anak manusia bukan makhluk favoritnya untuk disiksa, terlalu cepat menyerah dan mati. Namun, ia tidak peduli akan hal itu sekarang. Anak manusia ini akan mati di tangannya dengan perlahan hingga hatinya merasa puas.

"Codru!" teriakan Marius dari ambang pintu tidak dihiraukannya, ia lupa keberadaan pria itu untuk sesaat karena otaknya dipenuhi dengan Gian dan pemandangan yang disajikan tidak membuatnya senang. Matanya fokus pada bocah yang tengah dicekiknya sebelum ia melepaskannya hingga Danu terjatuh lalu terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya sendiri. Baru Danu mengambil satu tarikan napas, ia sudah kembali terlempar ke jendela hingga semua kacanya pecah dan berhamburan ke lantai. Melukai beberapa bagian tubuh Danu. Bau amis darah tercium di udara tidak menghentikan Codru melangkahkan kakinya mendekati tubuh Danu yang sudah terbaring lemas di lantai.

"Codru! Ingat perjanjian kita!" Marius menyentak tangannya tapi hal itu tidak dapat membuat Codru berhenti mendekati Danu. Kepalanya sudah berkabut dengan emosi. Persetan dengan perjanjian yang dibuatnya beribu tahun yang lalu, ia akan membunuh siapa pun yang melukai gadis kecilnya.

Tahu tidak akan digubris oleh Codru, Marius menggunakan cara terakhir untuk menghentikannya, "Anak manusiamu pingsan!" Dan hanya kalimat itu yang membuat kabut di kepalanya perlahan hilang dan ia menoleh ke ranjang. Kakinya otomatis berhenti melangkah dan berbalik, berjalan menuju Gian.

Ia menggendong Gian dengan hati-hati. "Pastikan anak manusia itu tidak akan berada di sekitar Gian untuk selama-lamanya. Pastikan aku tidak melihat dia berbicara dengan Gian atau menghubunginya," tandasnya. Ia tidak perlu tahu apa yang dilakukan oleh Marius terhadap anak manusia itu.

Codru membawa Gian pulang ke rumahnya. Tentu saja hal itu mendapat teriakan heboh dari ibunya dan juga nenek Gian yang tinggal bersamanya. Dengan mudah ia menggunakan kekuatannya untuk mengubah ingatan mereka dan menyisipkan ingatan baru. Ia tidak suka menggunakan kekuatannya pada anak manusia, tapi ia juga tidak ingin mempersulit keadaannya dengan menerangkan panjang kali lebar kenapa Gian pingsan dan bagaimana ia bisa berakhir membawanya di dalam gendongan. Terlalu malas untuk menjelaskan dan juga itu pasti akan memakan waktu. Dan waktu bukanlah temannya semenjak dulu. 

5/7/21

Tontonan yang sadis-sadis berguna juga buat nulis ini 😂

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumpelgeist [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang