Guilty As Charge

825 188 27
                                    

#QOTD lebih suka es krim cokelat atau vanila?

🌟

Kulitnya menggelenyar dalam setiap sentuhan polos yang diberikan Gian ketika tubuhnya tersentak ketika perjalanan mereka tadi. Dan Codru memanfaatkan setiap kesempatan agar dapat merasakan permukaan kulit Gian di tubuhnya. Guilty as charge. Untuk hal ini ia tidak merasa dapat disalahkan, karena ia menunggu terlalu lama untuk dapat bertemu dengan Gian. Sayangnya, ia tidak dapat menganggu Gian lebih lama karena harus pergi untuk menemui keluarga lain yang meminta bantuan karena ada yang melewati perbatasannya.

"Dru, kita bisa berangkat sekarang." Pintu kamarnya diketuk, sejurus kemudian ia mendengar suara Dacian. Pria itu sudah berganti pakaian, begitu pula dengan dirinya. Pakaian mereka terlalu kotor untuk bertemu dengan orang lain.

"Apa sudah mengatur keamanan di sekitar kastil?" tanyanya. Ia tidak ingin pulang dan mendapati berita buruk lainnya. Bepergian menjadi hal yang tidak disukainya belakangan ini, karena setiap ia pergi pasti ada sesuatu yang terjadi.

"Sudah, Gian juga sudah diantarkan Abel ke kamarnya," terang Dacian tanpa ia minta. "Dia aman di sini, Dru."

Ada perasaan tidak tenang yang menyelubunginya meskipun Codru tahu apa yang diucapkan oleh Dacian benar adanya. Biarpun begitu, ia tidak dapat mengenyahkan perasaannya.

Codru berdecak, "Apa tidak bisa kau saja yang pergi ke sana? Mereka hanya memerlukan orang tambahan untuk menjaga di sekitar perbatasan mereka kan?"

"Kejadian ini terlalu banyak akhir-akhir ini, Dru. Dan yang mereka datangi bukan hanya kelompok kecil, tetapi kelompok besar yang memiliki pengaruh. Setidaknya kau harus datang dan melihat keadaannya secara langsung. Meninggalkan Gian hanya beberapa jam saja, setelah itu kau bisa pulang."

Codru mengesah, ini kewajibannya dan mau tidak mau ia harus melakukannya. "Ayo, berangkat sekarang. Aku harus pulang cepat dan kau bisa selesaikan urusan di sana. Bawa beberapa orang untuk membantu mereka menjaga perbatasannya."

**

Tembok yang terbuat dari batu mengelilingi Gian dengan jendela besar yang terbuka lebar. Tirai berwarna putih melambai saat angin bertiup melalui jendela. Galur-galur cahaya dari bulan memasuki kamarnya, lebih terang dari pencahayaan yang ada di dalam ruangan ini.

Di tengah ruangan, yang Gian yakini kamarnya, terdapat tempat tidur yang memiliki tiang di tiap sisi dengan ulir di tiap sisi. Ada kain yang menutupi bagian atas tempat tidur dan juga setiap sisinya. Kainnya tidak tebal, sehingga Gian dapat melihat apa yang ada di balik kain itu dengan jelas.

Di dekat jendela terdapat lemari besar yang terbuat dari kayu jati yang berwarna sama dengan ranjang dan juga sofa besar.

Dari setiap benda yang berada di ruangan ini, yang paling menarik bagi Gian adalah tempat tidur yang seperti memanggilnya untuk ditiduri.

"Kau tidur di sini." Abel berucap di belakangnya.

"Sendiri?"

"Menurutmu?"

"Ta-tapi di lorong ini tidak ada kamar lain." Untuk tiba di kamar ini Gian harus menaiki tangga lalu berjalan di lorong dengan penerangan minim di sisinya. Gian bukan penakut, tapi jika ia sendirian di satu sudut yang jarang didatangi oleh orang lain maka itu hal yang berbeda. Bagaimana jika ia dibunuh atau diculik?

"Lalu?" Abel melipat kedua tangannya di dada. "Atau kau mau ditemani oleh Codru?"

Gian menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Tidak, tapi dia berjanji tadi mau bicara mengenai hal aneh hari ini."

"Dia akan bicara jika sudah waktunya, lagi pula dia sudah pergi lagi."

"Dia pergi?"

"Duh." Abel mengembuskan napas dengan kesal, "Dengar, princess, Codru memiliki banyak urusan semenjak ada kudeta dan memastikanmu aman di sini, sayangnya, menjadi tugasku. Sekarang, pergi tidur dan besok Marius akan mengantarmu untuk kuliah."

Abel keluar dan menutup pintu kamar dengan kencang hingga membuat Gian terlonjak. Ia membuka lemari dan menemukan beberapa pakaian perempuan beserta gaun malam yang justru membuatnya ngeri. Siapa juga yang mau memakai pakaian yang tembus pandang seperti itu di cuaca yang sedingin ini? Namun, melihat isi lemari ini yang penuh dengan pakaian membuatnya berpikir, "Di sini ada yang tinggal sebelumnya? Kalau memang benar ada, apa yang terjadi dengannya?" Gian menggelengkan kepala saat membayangkan perempuan yang menempati kamar ini sebelum dia sudah meninggal. "Jangan pikir aneh-aneh, Gi."

Gian memilih memakai kaos dan celana pendek ketimbang gaun malam tipis, yang pasti tidak akan membuatnya nyaman karena tersingkap sana sini akibat kebar-barannya saat tidur. Ia membaringkan badan di ranjang empuk sambil melenguh. "God, ini enak banget."

Matanya terbuka lebar, mengingat-ingat kejadian hari ini setelah penculikan-yang-hampir-membunuhnya. Gian mengambil tangan Codru lalu pria itu menggendongnya setelah memakaikan jaket tebal lalu terbang.

F*cking flying.

Okay, not literally flying, ia memerlukan satu pijakan sebagai pelontar agar bisa melaju dengan cepat hingga tiba di rumah yang ternyata kastil. Lagi. Gian merasakan angin kencang seriap Codru melontarkan tubuhnya bak peluru sehingga ia perlu meringkukkan badannya agar merasa lebih hangat. Tidak lama, mereka tiba di tempat itu lalu Codru menaiki anak tangga menuju lantai teratas setelah menepuk kepalanya dan mengatakan selamat malam.

Gian menggelengkan kepalanya, "Tidur, Gian, tidur." Ia memaksa untuk memejamkan mata hingga tertidur

20/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :)

 Thank you :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumpelgeist [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang