I Never Like The Sun Anyway

1.3K 252 30
                                    

#QOTD kamu suka nice boy atau bad boy?

🌟

"Apa urusanmu denganku?" Codru berdiri diam di tempatnya. Mengamati wajah anak manusia yang baru saja meneriaki namanya. Tidak ada yang istimewa di sana, hanya wajahnya dipenuhi dengan murka yang tidak pernah padam. Membuat wajahnya tampak bengis. Tubuh anak manusia itu besar dengan begitu banyak bekas-bekas luka. Beberapa bahkan masih mengeluarkan darah. Menandakan mereka bersembunyi di sekitar hutan, menunggu kedatangannya.

"Kau tidak mengingatku?!"

Codru membuat dirinya tampak berpikir sebelum menggeleng, "Musuhku terlalu banyak dan jika kau mau membunuhku kau harus mengantre, anak manusia." Ia mengangkat bahunya singkat.

Apa yang diucapkannya mendapatkan ekspresi tepat seperti yang diinginkannya. Anak-anak manusia ini gampang sekali emosi sehingga cenderung lebih ceroboh dan mudah baginya untuk mempermainkan hal itu. Mind game adalah favoritnya kedua setelah menggunakan tangannya. Atau kakinya. "Kau tidak akan keluar untuk melihat matahari setelah ini!" raungnya.

Codru terkekeh, "Humor me, I never like the sun anyway."

Dengan satu teriakan, ke-15 anak manusia itu menyerang mereka. Abel mengambil sisi kanan dan menghadapi dua orang anak manusia yang secara simultan menghunuskan pedang padanya. Marius menghadapi tiga orang yang masih hidup karena satu orang sudah ia tebas lehernya. Dacian sudah melumpuhkan tiga orang dan kini tengah menghadapi dua lainnya.

Constin sendiri tengah menghadapi tiga orang. Sedangkan ia menghadapi seseorang yang tampak seperti pemimpinnya. Jika dilihat dari banyak ia berbicara tadi. Tampang bengis yang diberikan oleh pria itu membuatnya yakin ia melakukan sesuatu yang membuatnya menuntut balas dendam. Ia perlu tahu itu apa untuk menekan tombol yang tepat. Tahu bahwa apa yang dilakukannya sia-sia dan tidak dapat membalaskan dendam adalah siksaan mental sebelum kematian. Dan itu bagian favoritnya, melihat api di mata seseorang padam meskipun ia masih ingin berperang.

"Siapa yang aku bunuh? Apa anak manusia kecil kehilangan orangtuanya?" Codru mengejek di tengah serangan pedang yang tertuju pada lehernya. "Apa kau menikmati pemandangan kepala orangtuamu yang remuk di tanganku? Suara tengkorak yang hancur itu terdengar indah, bukan?" lanjutnya. Emosi yang menyelubungi anak manusia itu membuat seluruh gerakannya berantakan.

Codru memusatkan tenaganya untuk membaca anak manusia itu seraya menangkis seluruh serangannya. "Jadi, little Ivan melihatnya secara langsung, ya?" Ia melanjutkan usahanya untuk membuat Ivan emosi dan membanjiri ingatannya. Memori yang meluap di kepalanya memperlihatkan potongan demi potongan apa yang terjadi pada anak manusia itu. Gambaran dirinya yang mencekik mati seseorang di desa kecil yang sudah bergelimpangan mayat.

Ivan menebaskan pedangnya ke arah leher Codru dengan penuh emosi. Ia sengaja menurunkan kecepatannya agar Ivan terus menyerang dari berbagai sisi. Yang perlu Codru lakukan hanyalah melompat dari satu sisi ke sisi lain. Bukan hal yang sulit meskipun yang diinginkannya adalah mencekik Ivan hingga berhenti bernapas lalu mematahkan lehernya.

"Diam kau!" teriak Ivan, berusaha menebas lehernya. Seluruh gerakannya percuma dan kini Ivan terengah-engah sendiri.

Codru berdecak, "Apa yang kau harapkan dengan kekuatan dan staminamu itu, anak manusia? Kau tahu kalau kekuatanmu tidak akan sebanding dengan kami. Jadi, katakan padaku, bagaimana rasanya melihat dengan mata kepalamu sendiri kejadian itu?"

Emosi adalah hal yang berbahaya baik di medan perang atau pun tidak. Dan Codru lebih senang memainkannya si anak manusia. Makhluk sejenisnya jarang menunjukkan emosi dan itu tidak menarik baginya. "Bajingan kau!" Ivan masih kelelahan, ujung pedangnya kini menghadap lantai batu karena tangannya sudah lelah untuk mengangkatnya lagi. Tebasan yang dilayangkannya tanpa rencana menguras seluruh tenaga.

Codru mendekati Ivan lalu berjongkok di hadapannya. "Kau akan mengatakan siapa yang mengatur semua ini padaku, atau kau dan keluargamu akan mati hari ini."

Ivan tertawa, "Kau mengira aku dikendalikan oleh orang lain?"

"Well, anak manusia sepertimu terlalu tahu banyak hal mengenai kastil ini. Kau tidak mungkin berdiri sendiri setelah ratusan tahun kebodohan kaummu dengan pasak kayu, air suci dan bawang-bawangan itu. Pedang dan api yang kau bawa menunjukkan bahwa kau hanyalah pion. Orang itu tidak peduli apakah kau hidup atau tidak di akhir, atau apakah dendammu terbalaskan atau tidak. Kau hanya hal tidak penting yang digunakannya."

Dengan lengan yang gemetar, Ivan mencoba mengangkat pedangnya yang berat. "Aku tidak peduli apakah aku dimanfaatkan atau tidak. Dan perlu kau tahu, aku tidak memiliki keluarga lain selain mereka yang kau bunuh dengan keji! Dengan cara yang sama, aku akan membunuh hal yang berarti bagimu. Aku akan meremukkan kepalanya lalu mematahkan leher kecilnya," desis Ivan.

Tanpa pikir panjang, Codru mematahkan leher pria itu lalu melemparkannya ke tumpukkan kawanan pemburu vampir yang dibuat oleh Marius. Menambahkan satu di antara gunungan anak manusia itu.

"Codru, kau membunuh orangtuanya?" Marius bertanya. "Mereka terlatih, Codru. Dan bukan oleh manusia," lanjutnya.

Codru berdecak dan memandang malas pada Marius yang pakaiannya kini sudah terkena cipratan darah. "Menurutmu aku berkeliling dan melakukan killing frenzy untuk hiburan? Untuk apa aku membunuh manusia-manusia ini, tidak ada hiburannya."

"Tapi kau memang melakukan killing frenzy beberapa ribu tahun yang lalu," celetuk Abel.

"Tapi, tidak pernah pada manusia. Tujuanku adalah menjadi yang terkuat. Apa gunanya melawan makhluk yang lemah seperti mereka?"

"Jadi, menurutmu ada yang memberikan informasi palsu pada mereka?" Kali ini Dacian yang bersuara. Codru melihat Constin di ujung ruangan, tengah memeriksa barang bawaan dari para pemburu vampir ini.

"Ya. Sayangnya tidak ada hal yang berarti sebagai petunjuk di ingatan mereka. Semuanya hanyalah berupa surat dan sekawanan vampir yang melatih mereka."

"Tapi ia melihatmu, Codru." Kali ini Abel yang berucap.

"Tidak pernah susah untuk menyisipkan ingatan palsu pada manusia, Abel. Tinggal sedikit trik dari para penyihir, maka ingatan dapat dibuat sesuai skenario yang meminta." Marius menjawab sebelum Codru dapat membuka mulutnya.

"Bel, bisa kau melacak para vampir itu dari ingatan mereka?" Raut bosan Abel berubah menjadi ceria dan itu mengkhawatirkannya, "Jangan kau bunuh mereka, Bel. Kita memerlukan informasi," katanya.

"Jika tidak ada, maka akan kubunuh, Codru. Jangan mengatur cara kerjaku." Abel berjalan keluar dari kastil. "Sekarang kalian bisa kembali pada para janda itu. Pastikan jangan emosi, ok, guys?" ejeknya sebelum menghilang. Dan mereka berempat mengerang dengan kesal. 

Chapter tambahan 6/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumpelgeist [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang