Finally, Bye Indonesia!

4.2K 779 60
                                    

#QOTD kamu tipe sporty atau needy?

🌟

Gian berangkat lebih pagi dan begitu tiba di sekolah dia langsung menaruh tasnya dan berlari ke arah kelas Danu. Menunggu pemuda itu datang hingga bel sekolah berbunyi, tapi hasilnya nihil. Dia memilih untuk mendatangi teman sebangku Danu dan bertanya mengenai keberadaannya.

"Ben, Danu mana?" tanya Gian pada pemuda yang sibuk menyalin PR dari temannya.

"Eh, Gian. Gak tahu, gak ada kabar. Sakit kali," jawabnya setelah menoleh sesaat kemudian melanjutkan sontekannya. Gian menganggukkan kepala dan memilih tidak mengganggu Beno yang tampak masih sibuk.

Mungkin dia bisa menunggu lagi sampai besok untuk bertanya langsung pada Danu.

Danu baru kembali ke sekolah pada hari rabu dan cowok itu sangat menghindari dirinya.

Gian sama sekali tidak bisa mengajaknya berbicara tanpa melihat kengerian di matanya.

Yang harusnya ngeri sama dia itu justru gue!

Dia berjalan menuju kelasnya setelah mengumpat di halaman belakang sekolah yang sepi.

"Are you lost, baby girl?"

Bibir Gian berkedut lalu menoleh ke asal suara. Jani berdiri dengan satu tangan menyender di dinding dan bunga mawar palsu di mulutnya. "Jan, alay lo, sumpah. Lo dan sindrom daddy complex lo itu ngeri." Lala yang berdiri tidak jauh darinya bergidik ngeri.

Jani tertawa, "Massimo ganteng maksimal. Gue mau deh jadi sugar baby-nya kalau bisa belanja habis-habisan kayak di film. Keluarga mafioso juga seksi gitu kan jadinya kayak di novel-novel."

"Itu film, beda dengan dunia nyata." Gian mendengus.

"Masih gak mau bicara si Danu sama lo?" Lala mengabaikan Jani dan bertanya pada Gian.

"Gue bingung sih." Gian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Sudah ah, gak mau gue pusingin. Gue puas lihat matanya yang takut pas lihat gue."

Gian mengingat-ingat bagaimana pupil Danu bergerak-gerak dan tubuhnya yang bergetar serta suara yang tercekat ketika menolak ajakannya untuk berbicara.

Dia ketakutan.

No, no, lebih parah dari itu.

How to put it? Gian mencoba mencari padanan kata yang pas untuk menjelaskan apa yang dia lihat dari mata Danu. Matanya mengerjap saat menemukan kata yang pas.

Terrified.

Iya, itu. Tapi, kenapa?

"Sudah deh, gak usah dipikirin cowok kayak gitu. Gak jelas banget, bentar dingin bentar panas. Dikata dispenser kali." Jani merangkul pundaknya dan membawa dia berjalan menuju kelas.

Tapi, bukannya mengikuti kata-kata Jani, kepalanya terus memutarkan reaksi Danu seakan dia telah melihat sesuatu yang amat sangat menakutkan sepanjang dia hidup. Dan jujur saja, ini menakutkan untuk dirinya lantaran dia tidak tahu apa pun.

##

"Semua sudah siap?" Ibunya bertanya dari pintu yang dia biarkan terbuka.

"Sudah, Bu. Tinggal angkut ke taksi nanti."

Gian menepuk koper besar yang dia sudah siapkan semenjak satu minggu terakhir. Dua tahun berlalu semenjak kejadian itu dan ia diterima di salah satu universitas di Benua Eropa, beasiswa katanya, padahal dia tidak merasa mengajukan beasiswa apa pun. Atau gue lupa?

Full coverage dan itu amat sangat membantu ibunya yang akhir-akhir ini pekerjaannya sedang seret. Keuangan mereka memburuk satu tahun belakangan ini dan banyak uang telah habis untuk biaya berobat neneknya yang tiba-tiba saja mengalami serangan jantung tahun lalu. Lagi pula, tidak mungkin dia melewatkan kesempatan menjejakkan kaki di negara asal ibunya itu kan?

Rumpelgeist [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang