Kidnapped

2.5K 565 46
                                    

#QOTD mie rebus atau mie goreng?

🌟

Erangan seseorang membuat Gian membuka matanya perlahan.

Matanya mencoba menyesuaikan dengan pencahayaan yang terasa menusuk saat matanya terbuka secara tiba-tiba. Kupingnya kini tidak hanya mendengar erangan, tetapi juga suara benda yang terbentur dengan keras. Saat pusing dan matanya sudah bisa melihat sekitar, Gian terperanjat lantaran melihat seorang pria tengah memukuli pria lain tanpa adanya perlawanan.

Pria yang membuntutinya tadi tengah dipukuli oleh pria lain dengan tubuh yang lebih besar serta rambut hitam panjang sepinggang yang dibiarkan tergerai. Gerakannya sangat cepat hingga saat Gian mengedipkan matanya barang sekejap saja, kedua orang itu sudah berpindah tempat.

Matanya kemudian beralih ke pria lain saat ia mendengar suara kekehan pelan namun dapat membuat bulu kuduknya berdiri. Seorang pria dengan rambut coklat tengah duduk di kursi besar dengan segelas minuman di tangan kanannya yang ia putar perlahan. Di pangkuan pria itu berada seorang perempuan yang kini tengah bersorak gembira saat pria berambut panjang memberikan pukulan yang sangat kencang hingga Gian dapat mendengar bunyi tulang yang retak.

Bagian teranehnya adalah Gian tidak melihat setetes pun darah yang keluar. Matanya beralih dari pemandangan mengerikan itu, memperhatikan sekelilingnya dengan saksama, mencari apa ada suatu benda yang dikenalnya. Karena, terakhir Gian ingat, ia memasuki kamarnya. Tetapi, ini bukan kamarnya, jelas sekali. Kamarnya tidak pernah berwarna hitam dan tidak sebesar ruangan yang tempatnya berada sekarang ini.

Ruangan ini terlihat seperti aula kosong dengan satu buah kursi besar berwarna emas yang diduduki oleh seorang pria. Lantai dari batu besar berwarna hitam dengan anak tangga sehingga posisi Gian berada di bawah. Lampu besar menggantung di langit-langit ruangan ini, tidak hanya satu melainkan empat buah lampu gantung.

Gian kembali menoleh pada pria yang tengah duduk di kursi itu dan pandangan mereka bertemu dan kembali bulu kuduknya berdiri apa lagi saat ujung bibir sebelah kanan pria itu naik.

Mengabaikan jantungnya yang kini sudah mencelus ke perutnya, Gian berusaha untuk mengubah posisinya menjadi duduk meskipun tubuhnya masih lemas. Tiba-tiba saja embusan angin terasa dari bagian depan tubuhnya sebelum suara seseorang menyapa.

"Akhirnya bangun juga."

Tubuh Gian dengan refleks mundur ke belakang saat melihat seseorang berjongkok di hadapannya. Pria yang tadi duduk di kursi itu kini sudah berada di depannya. Kapan dia jalan? Pria itu menatapnya lama sebelum alis sebelah kirinya terangkat dan terlihat kelesah. Tapi, alih-alih menyuarakan apa yang membuatnya bingung, pria itu justru menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata lalu tertawa.

"Enggak heran dia sampai khilaf, baumu memang menggoda," katanya tiba-tiba.

Gian tidak menanggapi ucapan pria itu, ia justru bertanya. "A-aku di mana?"

"Ah, di mana sopan santunku? Namaku Horia dan pria yang menjemputmu tadi adalah Luca, sedangkan yang kini sedang memukulnya adalah Iacob dan perempuan itu adalah Adina." Tangan pria itu menunjuk masing-masing orang seraya menyebutkan nama. "Dan kau adalah ... "

"Gian,"jawabnya dengan cepat.

"Bagus. Kau tidak perlu memerhatikan kedua orang itu. Mereka sedang bersenang-senang," katanya saat melihat arah pandang Gian yang tidak beranjak dari Luca dan Iacob.

"Dia bisa mati." Horia tertawa terbahak-bahak mendengar ucapannya.

"Dia tidak bisa mati. Oh, well, bisa tapi tidak semudah itu. Pukulan-pukulan ini hanya sakit beberapa hari," katanya setelah kibasan tangan dan raut mengejek yang kini terpampang di wajah Horia.

"Kenapa aku di sini?" ia meringis saat telinganya masih menangkap pukulan bertubi-tubi.

"Kita perlu kenal lebih dekat." Horia menggunakan telapak tangan kanannya untuk menyandarkan dagu. "Aku perlu tahu banyak tentangmu. Ceritakan soal dirimu."

"Aku tidak bicara pada orang asing."

Sudut bibir sebelah kanan Horia terangkat hingga memperlihatkan senyuman yang mengerikan, "I insist." Tangan pria itu menggenggam tangannya dengan erat hingga Gian meringis kesakitan.

Cekalan itu baru berhenti ketika ia mengaduh dan menyebutkan nama, "Gian."

"Lanjutkan."

"Aku dari Indo--"

"Bla bla bla," potong Horia, "ceritakan yang lain. Seperti...Codrin atau Codru atau siapa pun panggilannya."

Gian memberikan tatapan bingung pada Horia yang membuatnya berdecak. "Codrin?" ulang Horia

"A-aku tidak tahu."

Horia mengembuskan napas kesal lalu menoleh pada Luca yang kini sudah terkapar di lantai. "Hei, kau yakin tidak salah ambil orang?" Luca hanya mampu menggelengkan kepala dengan lemah sebagai jawaban dan Horia kembali berdecak. "Kau sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai kami? Bahkan leluhurmu pun tidak berkata apa pun?"

Gian menggelengkan kepalanya dengan cepat, dia sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakan oleh orang ini.

"Well, well, kita mulai dari mana?"

11/11/20

Revisi 15/7/21

Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :) 

 Thank you :) 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rumpelgeist [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang