#QOTD kamu lebih suka hujan atau cerah?
🌟
"Dia tidak ingat." Kekeh Codru. "Yah, apa yang dapat diharapkan dari anak manusia dengan ingatannya?" ujarnya pada diri sendiri. Masih mengikuti Gian berjalan keluar hutan. Ke tempat sengaja ia mengulurnya untuk masuk agar dapat kembali ke akar dari segala perjanjian. Gadis kecilnya sudah tumbuh menjadi lebih dewasa. Tubuhnya lebih tinggi dan masih sama seperti dulu; tidak kenal takut. Dengan perlahan dan langkah yang pasti ia mengikuti Gian hingga keluar dari hutan dan kembali ke kastil dengan teman-temannya.
Dari pendengarannya yang tajam ia tahu Gian dan salah seorang teman perempuannya tengah berdebat dan anak manusianya memutuskan untuk pulang seorang diri. Gian yang tidak mengenal takut sudah pasti tidak gentar untuk melakukannya. Codru mengikuti tiap langkahnya dengan berhati-hati.
Codru mengikutinya hingga tiba di apartemen, sengaja meninggalkan pesan terlebih dahulu di sana lengkap dengan nomor ponselnya. Meskipun ia tahu Gian tidak akan menyimpannya dan kertas itu pasti akan berakhir di tempat sampah. Tidak apa, ia lebih senang mengganggunya. Ia berjaga di dekat jendela kamar Gian. Malam sudah sangat larut. Sudah lewat tengah malam dengan bulan yang bersinar terang meskipun langit sedikit berkabut. Tubuhnya bersandar pada batang pohon besar dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari jendela besar yang berada di kamar Gian. Kakinya terjuntai dari dahan pohon besar tempatnya duduk. Niatannya hanya berjaga-jaga hingga Abel untuk datang, karena ia perlu mengurus sesuatu.
"Bel, kapan kau akan datang?" Codru meletakkan ponsel di antara telinga dan bahunya. Mereka sudah membuat janji pukul sembilan malam, tetapi batang hidung Abel tidak terlihat sampai pukul sepuluh.
"Nanti, Dru, aku masih sibuk mencari para penyusup untuk jatah olahraga beberapa hari ke depan dan aku akan melatih beberapa anak baru dulu setelah ini." Untuk hari ini saja ia baru bisa bergantian dengan Abel yang meminta, kalau tidak mau dikatakan merengek, untuk lebih mencari kelompok yang memasuki teritorinya ketimbang mati kebosanan menjaga anak manusia.
Codru menggerutu, "Itu akan memakan waktu lama, Bel. Kau tidak pernah berhenti dalam satu jam kalau melatih para anak baru itu."
"Ayolah, tidak akan selama itu. Dua jam maksimal. Aku akan datang ke sana dan mati kebosanan setelahnya." Abel berkata dengan dramatis. Ia hanya bergumam sebagai jawaban lalu mematikan sambungan itu.
Namun, keinginannya untuk melihat gadis itu lebih kuat dari yang dikiranya hingga kini ia berakhir berada di kamarnya. "Apa sih yang aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri. Ia menertawakan kebodohannya.
Matanya masih menatap Gian yang tertidur. Tubuhnya bergerak ke bagian tergelap saat tubuh Gian tampak gelisah dalam tidurnya. Takut gadis itu akan terjaga, Codru memilih terus berada di kegelapan. Namun, tubuhnya yang gelisah berubah menjadi rengekan kesakitan yang menjadi-jadi. Ia mendekat dengan perlahan. Keringat membanjiri tubuh Gian dengan kedua alis yang bertaut. Bahkan dalam mimpi pun ia terlihat sangat ketakutan.
Rasanya ia ingin melihat mimpi buruk apa yang menghantui Gian, namun ia berjanji tidak akan menggunakan kekuatannya untuk mengubah perasaan atau mempengaruhi Gian. Tangannya yang terjulur menggantung di dekat kepala Gian. Ia mengepalkannya, membiarkan Gian terbuai dalam mimpi mengerikan yang membuatnya kini sudah menitikkan air mata.
"Sedikit mengintip tidak apa-apa 'kan? Toh, bukannya itu akan mempengaruhi perasaannya." Codru mencoba memberikan alasan masuk akan untuk tindakan yang akan dilakukannya. Ia tidak tahan melihat Gian kini sudah menangis tersedu-sedu dalam tidurnya.
Tangannya menyentuh kepala Gian dan dalam sekejap ia dapat melihat betapa mengerikannya mimpi itu. Tetapi, anehnya ia seperti berada di dalamnya, alih-alih hanya mendapatkan gambaran di dalam kepala. Codru memandang sekitarnya, desa anak manusia yang hangus bukan pemandangan aneh baginya. "Setiap detailnya terlalu nyata untuk sebuah mimpi," gumamnya perlahan. Teriakan-teriakan manusia dan bahkan bunyi dari api yang membakar rumah-rumah serta bau anyir darah terlalu mirip dengan apa yang sebenarnya. "Ini memori, bukan mimpi." Codru berucap dengan yakin.
Tidak heran jika Gian menangis dan terengah-engah dalam tidurnya. Ia tidak dapat mengintervensi mimpi manusia, tetapi melihat Gian yang tengah dicekik membuatnya ingin membangunkannya. Sebelum ia dapat melakukannya, tiba-tiba ia melihat sosok yang berdiri di dekar Gian. Menggunakan jubah yang menutupi seluruh tubuhnya, hingga ke kepala. Tidak menyisakan ruang bagi Codru untuk melihat sejengkal pun kulitnya.
Ia mendengar lantunan mantra keluar dari mulut sosok itu. Membuat mimpi Gian terasa jauh lebih nyata lagi, teriakan-teriakan dari para anak manusia menulikan telinganya. Codru mendekati sosok itu, mencoba untuk mencekiknya dan menghentikan lantunan mantra keluar dari mulutnya. Sebelum tangannya menyentuh jubah itu, ia mendengar lantunan mantra lain yang membuat Gian terbangun dengan perlahan. Codru bergerak dengan cepat menuju ujung jendela dan keluar dari sana sebelum Gian benar-benar tersadar.
"Penyihir," tukasnya. "Penyihir ada yang campur tangan."
Bab baru 13/7/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpelgeist [FIN]
FantasiaDaftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pada makhluk tak kasat mata. Baginya, hal-hal seperti itu ditujukan untuk menakutinya, yang sayangnya...