Kaki Gian bergerak lebih cepat ketimbang otaknya. Kaki telanjangnya sudah menendang tulang kering Codru. Hanya butuh satu detik hingga ia merasakan ibu jarinya terasa berdenyut dan otaknya menerima pesan nyeri yang dikirimkan lalu mengaduh dengan heboh. Ia berjongkok untuk menekan ibu jari kakinya, berharap tekanan itu dapat membantunya menghentikan rasa sakit yang kini sudah meledak di belakang bola matanya.
Di antara tangisannya, Gian masih dapat mendengar dengan jelas suara tawa Codru yang lantang. Dapat dipastikan pria itu sangat puas dengan hasil percobaan bela dirinya. "Kau harus belajar menendang dengan benar, Little One," ujarnya di antara derai tawa yang tak kunjung berhenti. Ia memberikan tatapan membunuhnya pada pria itu yang kini tertawa semakin kencang saat mata mereka bertemu. Kedua tangan pria itu kini sudah menutupi wajahnya untuk meredam tawa. Percuma saja. Gian masih dapat mendengar tawanya di balik kedua tangan itu. "Kau berbakat sekali untuk slapstick. Mungkin kau bisa mencoba itu untuk kariermu nanti," imbuh Codru saat tawanya mereda.
"Diam," desis Gian, ibu jarinya masih nyeri dan nyut-nyutan sekali dan memilih untuk mengabaikan Codru. "Ah, berdarah," lanjutnya dengan ringisan saat melihat ibu jarinya kini sudah mengeluarkan darah segar. Kukunya copot setengah.
Di tengah ringisan dan usahanya untuk menahan tangis dengan menggigit pipi bagian dalamnya, Gian merasakan tubuhnya terangkat kemudian yang disadarinya ia sudah duduk di tepi ranjang dengan Codru yang berjongkok. Kakinya yang berdarah berada di paha pria itu. Ia menarik kaki, namun tertahan oleh tangan Codru yang memegangi pergelangannya. Memaksa agar tumitnya tetap diam di posisi awal. "Apa yang kau lakukan? Aku bisa mengobati ini sendiri!"
Matanya mengejek Gian dengan tatapan meremehkan, "Jalan saja tidak bisa. Di sini tidak ada obat manusia. Kau mau obati dengan apa?"
"Aku bisa menunggu hingga pagi dan pergi ke dokter," ucapnya. Suaranya mengecil di akhir. Ragu juga dapat bertahan dengan rasa nyeri yang seperti memukul ibu jarinya dengan palu besar.
Codru menekan ibu jarinya dan ia berteriak dengan kencang. Tubuhnya otomatis terjatuh di ranjang. "Bagaimana caranya kau bisa bertahan hingga pagi, kalau disentuh saja sudah kesakitan?" ejek pria itu.
"Kau menekannya dengan kuat!"
"I'm barely touching your toe," balasnya lalu kembali menyentuh di tempat awal dan membuat Gian berteriak.
"Sudah! Jangan dipegang lagi!"
"Makanya diam. Boleh keras kepala kalau memang kompeten, kalau hanya karena tidak mau kelihatan lemah atau karena tidak suka itu namanya cari masalah buat diri sendiri, Little One," tukas Codru lalu meludah di ibu jarinya.
"Itu jorok! Liur itu punya banyak bakteri!" Gian berusaha dengan keras untuk menarik kakinya, meronta-ronta.
"Liur kaummu. Liur kaum kami punya enzim untuk mempercepat proses penyembuhan. Menurutmu bagaimana orang-orang yang dulu kami gigit masih bisa hidup? Kami menjilatnya setelah menggigit mereka agar lubang akibat taring kami lekas tertutup." Codru meniup-niup kakinya. Rasanya sangat enak, seperti saat musim panas dengan matahari yang sangat terik lalu diguyur air dingin.
"Kau harus berpikir berkali-kali untuk menyerang kami. Tubuh kami berkali-kali lipat lebih kuat dari manusia. Usaha kalian untuk menyakiti kami dengan tangan kosong hanya akan berakhir luka untuk diri kalian sendiri. Dan juga, tolong belajar menendang dengan punggung kaki. Bukan dengan jari-jarimu. Rentan terluka." Codru menepuk punggung kakinya di akhir ceramah. "Sekarang, kau mau di antar kembali ke kamar atau masih keras kepala dan mau coba untuk turun puluhan anak tangga sendiri?" tanyanya. Ia sudah berdiri dan berkacang pinggang.
Gian menggigit bagian dalam pipinya kencang-kencang sebelum berucap, "Tolong antarkan," cicitnya.
Codru berlagak sedang mengorek kupingnya dengan jari kelingking, seakan ada sesuatu di sana yang membuatnya tidak dapat mendengar ucapan Gian tadi. "Apa?"
Gian berdecak. "Tolong antarkan aku ke kamar," ujarnya dengan kencang. Codru tersenyum dengan lebar.
14/3/21
Revisi 28/7/21
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw. Thank you :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpelgeist [FIN]
FantasyDaftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pada makhluk tak kasat mata. Baginya, hal-hal seperti itu ditujukan untuk menakutinya, yang sayangnya...