T I G A B E L A S

6.6K 443 15
                                    

"Woi Aora! Lu darimana aje sih hah?" ucap Vania sangat panik saat melihat Aora yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Lo gak apa-apa kann?" tanya Vania sekali lagi sembari mengecek seluruh tubuh Aora.

Tapi sama sekali tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Aora.

Wajah Aora memancarkan jika dirinya sedang tidak baik-baik saja.

"Ra woi! Kok lu diem aja?"

"Aora gakpapa. Aora cuma mau istirahat aja."

Fix, ini bukan Aora yang gue kenal.

Tapi mau bagaimana pun, Vania tetap harus memberikan waktu sahabatnya itu untuk istirahat sejenak. Apa pun alasannya.

"Ok, gue tunggu lo di gazebo."

Aora membuka pintu kamarnya. Kamar tampak sepi. Mungkin teman-teman sekamarnya yang lain sedang berswafoto diluar sana.

Aora masuk lalu mengunci pintunya rapat-rapat.

Badan Aora masih terasa sakit, dan Aora masih tidak menyangka hal seperti ini terjadi pada dirinya.

"Pa, ma, maafin Aora," lirih Aora pelan sambil meneteskan air mata.

Aora benar-benar bingung. Apakah ia harus menceritakan hal ini pada orangtuanya?

"Tidak," Aora menggelengkan pelan kepalanya.

Jika Aora cerita, pasti Revan akan dimarahi habis-habisan oleh Rini dan Dedi. Aora tidak menginginkan hal itu terjadi.

Tok tok tok...

"Aora, waktunya kumpul," ucap dua teman sekamarnya.

"Iya," Aora bangkit perlahan dari duduknya. Lalu keluar dari kamar.

Semua murid diminta untuk baris dengan rapi. Lalu Vraska kembali melakukan presensi untuk mengecek kelengkapan siswa dan siswi.

---

Aora memilih untuk duduk sendirian di bus. Kebetulan tempat di seberang dirinya adalah Revan.

Aora sedari tadi hanya diam. Biasanya ia akan mengusik Revan jika tidak ada kerjaan, tapi kali ini berbeda.

Revan merasa ada yang kurang. Perlahan ia menatap Aora. Wajah Aora sangat pucat bagaikan orang yang sedang banyak pikiran.

Kini pandangan Revan menatap jendela bus. Sejenak ia berpikir. Apa langkah selanjutnya yang harus ia ambil?

Jika dipikir-pikir kembali, Revan merasa apa yang dilakukannya benar-benar berlebihan. Tidak seharusnya ia melakukan hal bodoh itu kepada Aora.

Aora tidak tahu apa-apa dan tidak ada sangkut pahut dengan masalahnya. Tapi mengapa Revan melakukan ini?

Perlahan Revan berjalan mendekati Aora, lalu duduk di sampingnya.

Mata Aora memancarkan kesedihan yang teramat sangat. Rasa bersalah Revan makin tak karuan.

"Revan, Aora takut," lirih pelan Aora meneteskan air mata.

"M-maafin gue Ra," jawab Revan. Lalu meletakkan kepala Aora agar menyender di bahunya.

"A-aora gak tau har-" tangis Aora pecah.

"Gue jadi cowok brengsek banget siih!" ucap Revan sangat frustasi.

Revan memeluk Aora dengan harapan segala kesedihan Aora bisa berpindah ke dalam dirinya.

"Gue bakal tanggung jawab kalo lo hamil Ra," kata Revan berusaha menenangkan Aora.

"Ta-tapi Aora gak mau hamil sekarang Rev."

"Gue siap tanggung jawab apa pun yang terjadi sama lo. Karna ini murni kesalahan gue."

"Be-bener?" Aora menatap serius mata Revan.

Di tengah perbincangan serius, tiba-tiba Vraska datang dengan wajah penuh keheranan.

"Ra, tadi malem lo kemana?" tanya Vraska yang berhasil membuat Aora dan Revan meneguk ludah.

"Aora? Kok lo nangis?" Vraska panik saat melihat jelas wajah Aora.

"Hm? A-aora gakpapa," ucap Aora sambil menyeka air matanya.

"Mata lo sembab," Vraska menyentuh pipi Aora.

"Gak usah ikut campur," dengan cepat Revan menepis kasar tangan Vraska.

"Kok lo sewot sih?"

"Pergi dari hadapan gue," Revan benar-benar marah. Sekarang emosinya naik turun tak karuan.

"Pergi atau hal buruk bakal terjadi," tangan Revan mengepal keras.

Mau tidak mau Vraska harus pergi. Ia tidak mau mengambil resiko buruk disaat seperti ini.

---

Aora terdiam di depan sekolah menunggu kedua orangtuanya menjemput.

Revan melihat Aora sendirian, tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri gadis itu.

"Ra, naik," ucap Revan yang hanya dibalas tatapan.

"Gue bilang naik."

"I-iya."

Sesampainya di rumah, Rini dan Dedi langsung keluar menyambut kedatangan anaknya.

"Eeeh Aora udah dateng," sambut mamanya dengan gembira.

"Ayo masuk Ra. Eh ini siapa atuh?" tanya Rini saat melihat Revan.

"Ini temen Aora namanya Revan."

"Tunggu tunggu. Ini yang waktu itu mama bilang ganteng pas jemput kamu kan Ra?" tanya Rini yang dijawab anggukan Aora.

"Aduuuh bener kan kata mama. Pake helm aja udah ganteng apalagi helm nya dicopot. Ganteng luar dalem ini mah," kata Rini heboh.

"Tapi sayangnya gue gak sebaik yang kalian pikirin. Gue udah ngelakuin hal yang gak pantes," pikir Revan penuh rasa bersalah.

"Ayo masuk dulu Revan," tawar Dedi.

"Makasih om tante. Tapi Revan mau langsung pulang. Mau cepet-cepet istirahat," tolak Revan dengan halus.

"Ooh gitu. Ya udah hati-hati ya. Makasih udah nganterin anak om," ucap Dedi.

"Sama-sama om."

Baby Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang