D U A P U L U H L I M A

5.9K 373 4
                                    

Cuaca pada hari Jum'at pagi ini sangat cerah bak suasana hati Aora.

Aora sangat senang saat mendapat notifikasi dari Revan tadi malam.

Dengan semangat yang membara, Aora turun dari lantai dua dan segera pergi ke halaman rumahnya untuk menemui Revan yang sudah menunggu dari tadi.

"Oii Revan!!" teriak Aora sembari melambai-lambaikan tangannya.

"Hm. Buruan naik."

Aora langsung berlari mendekati lelaki itu, spontan Revan langsung memakaikan helm ke kepala Aora.

Baru saja akan naik motor, tiba-tiba Dedi muncul dengan tangan yang melipat di depan dada.

"Ekhem!"

"Hehe," Aora cengengesan, kedua jarinya membentuk peace.

"Udah cengengesannya? Turun!" ucap Dedi tegas.

"Pa, tapi kan--"

"Turun!"

Sungguh! Mood Aora menjadi hancur karena sikap papanya pagi ini.

"Mau kemana kamu?" Dedi mengintrogasi anaknya.

"Ke sekolah lah pa."

"Kenapa gak pamit?"

"Aora lupa," Aora menundukkan kepalanya, ia sengaja menekuk wajahnya.

Tiba-tiba Aora terpikirkan suatu ide yang menurutnya akan ampuh.

"Hmm om saya--" saat Revan hendak berbicara, tiba-tiba Aora memotong pembicaraannya.

"Aduuh aduuh debay nya minta Aora buat berangkat bareng Revan. Aduh aduh gimana ini," ucap Aora sembari mengelus perutnya, sesekali melirik Dedi untuk melihat bagaimana reaksi papanya itu.

"Ck. Yaudah. Berangkat sana. Papa ijinin demi anak yang ada di perut kamu. Awas kamu ngebut-ngebut nyetirnya ya Rev!" Dedi memberi peringatan.

"Iya om."

"Yeyy da paa," Aora dan Revan bergantian untuk salim kepada Dedi, lalu keduanya segera berangkat sebelum terlambat ke sekolah.

Ditengah-tengah perjalanan, Revan terpikirkan oleh cara manis Aora untuk membujuk papanya tadi.

Tidak sadar sudut bibir Revan ikut tertarik ke atas dan matanya menyipit membentuk bulan sabit.

"Revan!!" teriak Aora.

"Hah?"

"Revan udah siap?"

"Siap ngapain?"

"Minggu kan kita mau lamaran."

Deg..

Tidak tau kenapa jantung Revan langsung berdetak kencang saat mendengar kata lamaran.

"Gimana Revan? Udah siap belum?"

"S-siap Ra."

"Bagus. Aora udah gak sabar nih," ucap Aora dengan semangat.

"Revan sendiri gimana? Pasti juga udah gak sabar kan?" tanya Aora sembari mendekatkan helmnya dengan helm Aora.

"Ra, gue lagi nyetir. Jangan banyak bacot dulu, ntar kecelakaan gimana?" jawab Revan, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Iya deh. Eh eh berhenti duluuu," kata Aora tiba-tiba, spontan membuat Revan mengerem mendadak karena kaget.

"Kenapa Ra?!"

"Revan, kita kan udah mau jadi suami istri, tapi kenapa sampai sekarang Revan belum nembak Aora juga?"

Skakmat!

"Em--" Revan mencoba berpikir keras.

"Karna gue mau lu langsung jadi istri gue tanpa harus pacaran dulu. Karena yang gue butuhin komitmen, bukan sekedar status."

---

Aora dan Revan memasuki gerbang sekolah bersama, spontan pemandangan itu membuat siswa dan siswi semakin yakin bahwa Revan dan Aora sedang menjalani hubungan .

Ya, benar. Saking sibuknya dengan beberapa masalah yang selalu muncul di setiap harinya, Revan sampai lupa untuk mencari tahu siapa yang menyebar video sewaktu mereka trip di Bandung.

"Udah dateng lo?" tanya Vraska yang tiba-tiba muncul.

"Hm," jawab Revan malas.

Sangat menjengkelkan. Obrolan Revan, Aora, dan Vraska menjadi pusat perhatian. Yang lebih menjengkelkan lagi, sebagian siswa dan siswi mengira jika mereka terlibat dalam cinta segitiga.

Revan sangat emosi melihat hal ini. Dengan tatapan tajam yang ia keluarkan, Revan seakan berhasil membuat siswa-siswi lain terhipnotis untuk pergi.

"Aora ke kelas duluan ya. Byee," pamit Aora kepada Revan dan Vraska.

Baru saja akan melangkah pergi, tidak tau mengapa Aora kembali melangkah ke hadapan Revan.

Kakinya sedikit jinjit dan kepalanya mendongak ke atas untuk meraih pipi Revan.

Cup...

Benar saja. Aora mengecup pipi Revan sekilas, lalu ia segera lari secepat kilat untuk menghilang dari hadapan Revan.

Revan terdiam sesaat, ia merasakan pipinya geli dan terasa sedikit panas.

Sedangkan Vraska juga ikut terdiam. Vraska seakan shock melihat apa yang baru saja terjadi di hadapannya.

Menyadari dirinya salah tingkah, Revan segera menetralkan kembali wajahnya agar tidak ketahuan oleh Vraska.

Tiba-tiba dering pesan Revan berbunyi, tanpa pikir panjang ia langsung melihat siapa yang mengirimkannya pesan.

Diana
Nak, pinter-pinter ya belajarnya. Tadi pagi mama udah masukin bekal di tas kamu.

Rahang Revan mulai mengeras. Ia langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu menatap mata Vraska dengan tatapan elang.

"Bawa bunda lo pergi dari rumah gue atau gue sendiri yang nyelesaiin semua ini. Tapi inget, dengan cara gue!"

Setelah itu Revan langsung pergi menghilang dari hadapan Vraska yang masih dalam keadaan diam kebingungan.

Baby Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang