Twentieth

1.6K 175 16
                                    


Hening.

Alexa dan Ravin pagi ini memilih untuk berdiam diri di ruang tengah dibanding harus pergi ke kantor seperti biasanya.

Semua berawal dari Alexa yang masih bersikeras ingin pergi bersama Allardo ke sebuah hotel yang diperkirakan cukup jauh, gadis itu sama sekali tak mau memberitahu alasan ia bersikeras untuk tetap pergi.

"Ngapain, sih, Del? Kenapa gak sama aku aja? Dia udah tua, loh," ungkap Ravin lagi setelah diam cukup lama.

"Bukan masalah tua atau muda! Aku butuh dia, Vin."

"Untuk apa? Dia ada gunanya juga, ya?" tanya Ravin heran. Sebab yang ia tahu Allardo bisanya hanya memerintah.

"Ada, aku mau gunain dia untuk mancing Alicia. Dia sekarang lagi di hotel itu, jadi mau gak mau aku harus minta Allardo untuk datang lebih dulu biar dia gak curiga, setelah dia buka pintu untuk si Allardo, nah, di situlah kesempatan aku buat masuk dan acak-acak wajahnya yang bermuka dua!"

"Del, gimana kalau terjadi apa-apa sama kamu? Aku gak bisa percaya sama Allardo, dia itu cupu!"

Alexa mendengus kasar. "Bukannya kamu juga cupu?! Yakin bisa melawan kalau misalkan ada orang lain yang bantu Alicia?!"

"Yakin, lah. Aku juara taekwondo, loh!" sombongnya.

"Itu gak akan berguna saat kamu lihat siapa orang yang aku maksud!"

***

"Kenapa seneng?" Tutur Ravin.

Dua alisnya menyatu menatap Alexa sekilas dengan heran, tangannya sibuk menggerakkan setir mobil agar tetap berjalan stabil.

Setelah berdebat panjang, Ravin memilih untuk mendiskusikan hal ini pada Damian. Tak ada yang tau apa yang akan dihadapi saat gadis itu datang menghambur ke tempat Alicia yang jauh di sana.

Bisa saja gadis itu telah menyiapkan penjagaan ketat atau mata-mata untuk mengawasi Alexa, jadi meminta bantuan Damian adalah keputusan yang tepat.

"Kenapa?! Gak boleh?" sinis sang istri.

Ravin memang selalu seperti itu, senang salah marah apalagi. Bukan senang karena akan berkunjung ke rumah Damian, tapi senang saat melihat sang suami begitu menghawatirkannya.

"Ya, boleh-boleh aja, sih. Tapi tumben aja gitu. Kamu biasanya gak gini kalo lagi berkunjung ke rumah Damian," jelas Ravin.

"Gak gini gimana? Bukannya aku selalu happy kalau mau berkunjung ke sana."

"Happy apaan, muka ditekuk mulu kayak lagi menang undian," canda Ravin. Ditatapnya sang istri dengan jahil, berharap Alexa paham dengan jokes recehnya.

"Udah, deh, mending Lo diam sebelum gue gebuk!" Jengah gadis itu.

"Kalo diem ntar dikira berantem, Del. Mending kita ngobrol santai gitu," balas sang suami.

"Gue kalo udah ngobrol sama Lo gak akan bisa santai, Vin. Lo ngeselin banget soalnya!"

Bibir gadis itu seketika ditarik oleh Ravin hingga maju beberapa centimeter. "Kalo ngomong sama suami yang sopan, dong. Pakai aku-kamu, kalau perlu ayah-bunda atau papa-mama."

"Vin, tangan aku gatel, nih. Kayaknya pengen nonjok sesuatu!"

"Ntar aja, ya, aku lagi nyetir, kalau nonjoknya sekarang nanti mobilnya oleng, loh," alasan Ravin.

Alexa hanya membalasnya dengan tatapan sinis. "Bilang aja kalo takut!"

"Biling iji kili tikit," ledek Ravin. Namun, tak sampai terdengar oleh Alexa sebab jika hal itu terjadi bisa habis dia detik ini juga.

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang