Thirty Three

1.3K 152 61
                                    

Alexa terkekeh kecil. "Cuma itu?" tanyanya tak habis pikir. Apa semua keinginan Marchel telah tercapai hingga pria itu meminta hal yang sama sekali tak memberatkannya.

Marchel mengangguk, tangannya balas memeluk Alexa yang semakin mengeratkan pelukan, mengusap punggung Marchel dengan sayang.

"Tanpa Lo minta pun, Lo udah berarti banget, Chel." Ungkapan Alexa berhasil menciptakan senyum di wajah Marchel. "Dia antara yang lain, Lo teman yang paling berarti."

Hening.

Ravin tersenyum cukup puas mendengar penjelasan sang istri, Alexa memang tak pernah mengecewakan. Ia selalu puas dengan apa yang gadis itu lakukan demi mempertahankan hubungan mereka.

Tapi senyuman Ravin tak bertahan lama saat Alexa berkata, "Andai gue lebih dulu ketemu Lo, mungkin gue gak bakal jadian sama Ravin."

Duarrr

Telinga Ravin bagai mendengar sambaran petir, matanya melotot menatap tajam Marchel yang kini tersenyum mengejek. Ia berjalan maju, melepas pelukan dua manusia berbeda status itu.

"Udah, takdir Alexa buat gue jadi Lo yang cuma orang baru mending menjauh!" Sinis Ravin mendorong tubuh Marchel agar menjauh dari sang istri.

Ia kini duduk di ranjang Alexa, berusaha memberi batasan antara Alexa dan Marchel, sudah cukup ia melihat Alexa yang terlihat nyaman di pelukan Marchel dengan Marchel yang bersemu menjijikkan.

Ingin rasanya Ravin menyumpah dan menghajar pria itu jika saja ia tak mengingat jasa-jasa Marchel pada istrinya.

"Del, jangan deket-deket dia lagi. Kamu udah gak butuh dia, kan? Masalahnya udah selesai, kan? Kita suruh dia pulang aja daripada jadi pengganggu!" tutur Ravin dengan alis mencuram kesal.

"Ravin," panggil Damian.

Pria itu menoleh menatap mertuanya, menunggu Damian mengeluarkan suaranya lagi.

"Cucuku ... apa baik-baik saja?" tanya Damian, sejak tadi ia ingin mendengar kabar cucu pertamanya itu.

Helaan nafas panjang, menatap istrinya yang kini menunduk sedih. "Baby-nya baik-baik aja tapi ... Alexa lumpuh."

Pernyataan itu berhasil membuat suasana menjadi hening. Pandangan mereka sama-sama tertuju pada gadis yang menatap kosong selimut yang digunakannya.

Damian menghela nafas panjang, pasti berat bagi putrinya untuk menghadapi ini. Terlebih sejak dulu Alexa memang tak pernah hidup kekurangan, dia sempurna.

Tangan pria dewasa itu mengusap rambut halus sang putri, menciptakan ketenangan bagi gadis yang tengah dirundu kesedihan itu.

"Tenang, kamu tidak sendiri. Ada Ayah yang akan menjagamu!"

***
Satu minggu berlalu sejak keluarnya Alexa dari rumah sakit. Demi kesehatan anaknya Alexa harus benar-benar menjaga pola makan dan tidur. Sesekali beraktivitas agar saraf-saraf ototnya tak semakin kaku.

Seperti pagi ini, Ravin akan membantu sang istri untuk latihan berjalan meski terlihat kaku dan ngilu. Dokter menyarankan untuk tak membiarkan kaki Alexa tidak bergerak sama sekali, terkadang harus digunakan meski tak begitu berpengaruh.

"Vin, pegangin, ya. Jangan sampe aku jatoh!" ungkapnya takut.

Padahal tangan Ravin telah bertengger manis di pinggang dan punggungnya, menahan bobot Alexa yang tak seberapa itu.

"Aku kuat, Del. Jangan remehin Ravindra, dong," ungkapnya sebal saat sang istri terus saja bergerak gelisah tiap kali Ravin menarik tubuhnya untuk bergerak.

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang