Fourth

3.4K 302 42
                                    

Sepulang dari rumah sakit, Alexa meminta sang suami untuk mampir ke toko bunga. Ia ingin mengunjungi sebuah makam, bukan makan Ibu kandungnya.

Alexa tak akan Sudi.

Baru beberapa bulan yang lalu ia kehilangan sahabatnya. Sahabat Alexa yang sudah ia sayangi meski sempat bermusuhan selama tiga tahun semasa sekolah.

Rachella Amora. Meninggal karena diduga bunuh diri dalam kamar apartemennya sendiri. Polisi yang menyatakannya tanpa tau penyebab Rachella membunuh dirinya sendiri.

Tapi Alexa tetaplah Alexa, yang begitu percaya sahabatnya tak akan melakukan hal bodoh semacam itu. Akan ia lakukan segala cara agar bisa membuktikan segalanya.

Gadis itu turun dari mobil diikuti oleh Ravin, membeli bunga Lili Putih untuk sang sahabat. Mereka memilih berjalan kaki menuju pemakaman sebab jarak dari toko bunga cukup dekat.

Ravin memasangkan mantel guna menghangatkan tubuh sang istri. Awan mendung di siang hari begitu kentara, sepertinya akan turun hujan sebentar lagi.

Dua pasang kaki itu berhenti tepat di sebelah nisan bertuliskan nama Rachel. Mereka menarik nafas dalam kemudian menghembusnya panjang. Belum bisa percaya sang sahabat bisa pergi secepat ini.

Alexa berjongkok, meletakkan bunga tersebut di atas sana. Tangannya mengusap nama yang terukir indah itu dengan senyum tulus.

"Hai, My Bitch. Gimana kabar Lo di sana?" sapanya. "Gue lagi berusaha, doain gue, ya. Sebentar lagi, Lo bakalan tenang di sana. Meski dulu kita sering berantem, gue tetep sayang sama Lo, kok." Alexa terkekeh mengingat masa lalunya bersama Rachella.

Jika bertemu, mereka akan saling melempar kata-kata pedas. Permasalahannya tak jauh-jauh dari Ravin, sebab mereka berdua saat itu sama-sama menjadi kekasih seorang Ravindra.

"Apa kabar, Chel? Gak nyangka Lo udah pergi duluan. Gue masih kangen liat kalian berdua berantem karena rebutan cowok macam gue." Ravin terkekeh, mengusap ujung matanya yang sedikit berair.

Rachella ini gadis baik, ia tak pernah meminta yang aneh-aneh saat tau dirinya diduakan. Gadis itu tetap memberi perhatiannya seperti biasa. Padahal Ravin tak pernah membalas perhatian itu meski sedikit.

Karena rintik hujan sudah mulai turun perlahan-lahan, mereka pun memutuskan untuk pergi. Alexa mengeratkan mantelnya karena tak tahan udara yang begitu menusuk.

Akhirnya, mereka pulang dalam keadaan basah.

***
"Del, yakin gak ada cara lain? Jujur aku cemburu," tutur Ravin.

Kini mereka berada di dalam kamar, bersiap untuk tidur. Namun, pikiran-pikiran buruk terus menghantui kepala Ravin, sebenarnya ini bukan yang pertama kali, tapi sekarang ia sudah tak bisa menahan diri.

Pria itu menatap Alexa yang berada di pelukannya. Mengusap rambut lembut gadis itu dengan penuh cinta. "Aku cuma takut kamu jadi berpaling."

Sang istri tertawa pelan. "Gak akan! Kamu tau, kan, tujuan aku?" tanyanya dengan kepala tenggelam di dada bidang sang suami. "Aku gak akan bisa jatuh hati dengan seorang kriminal! Kriminal bertopeng malaikat!"

"Selain itu, apa gak ada cara lain?" Tatap Ravin sendu.

Alexa menggeleng. "Itu satu-satunya cara agar bisa buat dia menyerahkan dirinya sendiri. Dia gak boleh hidup bebas ...

kematian harus dibalas dengan kematian!"

***
Alexa tersentak bangun dari tidurnya, menoleh menatap jam yang tergantung di dinding.

Gawat.

Ia sudah terlambat satu jam lamanya. Bukan apa-apa, hari ini ia ada meeting penting di perusahaannya, perusahaan itu belum lama buka, akan rusak nama baiknya jika di cap tidak disiplin nanti.

Bughhh

"Ravin woy bangun," teriaknya berlari menuju kamar mandi.

Mengapa mereka bisa kesiangan, Ravin pun tumben sekali tak mendengar bunyi alarm yang sudah mereka pasang.

"Santai, Del." Pria itu terlihat enggan untuk bangun, masih asik berguling di atas kasur.

"Santai-santai bapak Lo santai! Gue hari ini ada meeting! Udah telat sejam tau, gak?!" omelnya dari dalam kamar mandi.

"Yaudah, sih. Bilang kalau kamu sakit!"

Terdengar pintu kamar mandi dibuka kasar, menampilkan Alexa yang masih berbalut handuk dengan rambut basahnya.

"Lo yang bilang! Telpon si nerd, nih!" Gadis itu mendekat, melempar ponselnya pada Ravin.

Suaminya hanya terkekeh kecil. "Masih aja manggil dia kaya gitu," ucap Ravin mulai menghubungi sekertaris Alexa itu.

Ya, sekarang Alicia yang menjadi sekertaris Alexa. Gadis nerd yang dahulu selalu diperintah oleh Alexa untuk mengikuti kemauannya. Namun, sekarang ia telah berubah. Penampilannya tak seburuk dengan saat semasa sekolah dahulu.

"Udah?" tanya Alexa.

Ravin mengangguk. "Udah, kata Alicia meeting nya diundur besok, klien kamu ketinggalan pesawat juga tadi."

Alexa mengangguk, ingin beranjak lagi menuju kamar mandi sebelum akhirnya ditarik oleh Ravin hingga terjatuh di kasur, tepat di atas sang suami.

Ravin memeluk erat tubuh gadis itu agar tak bisa bergerak kemana-mana. Tubuhnya bergerak membalik situasi hingga ia yang berada di atas Alexa, menenggelamkan wajahnya di leher sang istri.

"Vin, minggir! Aku mau pakai baju." Didorongnya Ravin agar menyingkir.

"Gak usah, gini aja kamu cantik. Aku suka," balasnya dengan suara berat.

"Aku yang gak suka! Minggir, gak?!" galaknya.

Ravin yang awalnya diam, kini mulai menciumi leher mulus itu, menelusuri tiap-tiap lekuk Alexa.

"Vin!"

Ravin bangkit, mensejajarkan wajahnya dengan wajah sang istri. Hidung mereka menyatu, sesekali ia mengecup bibir sang istri dengan intens. Dada pria itu naik turun dengan tangan mengepal di kedua sisi kepala Alexa.

"Kamu nolak aku? Tapi kamu mau di sentuh Dokter brengsek itu? Kamu marah aku peluk, tapi kamu diam saat di peluk David? Ini yang aku takutkan! Ini Alexa! Kamu menolak aku!" tutur Ravin.

Gadis itu menggeleng, ia tak bermaksud menolak Ravin. Sungguh, ia tak tau jika Ravin menginginkannya. Alexa hanya risih bergerak bebas saat hanya memakai handuk saja.

"Aku gak marah, Vin. Maaf," lirihnya.

Tangannya seketika mengalung di leher Ravin, bibirnya memangut bibir sang suami yang juga dibalas Ravin dengan air mata menetes. Rasa bersalah seketika menggerayangi hatinya.

"Maaf, aku gak bermaksud. Aku sayang kamu. Tolong jangan marah," mohon Alexa.

Ravin tersenyum lembut, dahi mereka menyatu sempurna, matanya tertutup menikmati kebersamaan yang sangat langka ini.

"Aku gak akan marah, kalau kamu gak macam-macam. Jangan biarkan Dokter brengsek itu melakukan hal di luar batas ke kamu! Aku izinin kamu selingkuh agar bisa menjerumuskan dia ke penjara. Tapi kamu ingat, jangan sampai kamu yang malah terjerumus ke pesona dia!"

Alexa mengangguk patuh.

"Kalau sampai itu terjadi ...

aku jamin kamu akan melihat sisi lain dari seorang Ravindra!"

Silahkan di votmen 🌟
Jangan lupa tinggalkan jejak
Sider itu dosa😊

Salam
Ravin&Alexa♥️

30 Mei 2020

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang