Twenty-six

1.3K 171 35
                                    

"Aku gak suka kamu ngomong gitu, Del," tutur Ravin.

"Ya terus gue harus apa! Bertahan sama orang yang benar-benar udah gak berpihak sama gue! Biarin Lo menciptakan rencana-rencana lain lagi untuk menghancurkan gue?!" Marah Alexa, nafasnya bahkan sudah tak beraturan. "Kenapa, sih, Vin? Lo mau balas dendam karena kejahatan gue dengan keluarga Lo di masa lalu?!"

Ravin menggeleng tak menyangka, bisa-bisanya Alexa berfikiran seperti itu. Padahal, ia sama sekali tak pernah mengungkitnya lagi.

"Aku gak seburuk itu, Lexa," bantah Ravin. Ada rasa kecewa saat sang istri ternyata belum sepenuhnya percaya terhadap dirinya.

"Alasan apalagi yang masuk akal kalau bukan karena kejahatan gue di masa lalu?! Ingat, Vin. Gue yang pernah ninggalin Lo saat Lo jatuh miskin! Gue yang udah buat bokap Lo bangkrut! Dan karena itu, nyokap Lo per- "

"SUDAH CUKUP!"

Tangannya mengepal kuat dengan rahang mengeras, membuat Alexa terdiam dengan tatapan terkejut.

Meski begitu ia sama sekali tak takut, Alexa memang sudah beberapa kali berada di posisi ini, tapi tetap saja ia masih terkejut melihat berbedanya Ravin saat sedang marah.

"Apa?!" tantangnya. "Emang bener, kan? Secara gak langsung, gue yang udah bunuh nyokap Lo!"

PLAKK

Tamparan keras itu mendarat mulus di wajahnya, sangking kerasnya tamparan itu berhasil membuat Alexa tersungkur dengan darah mengalir diujung bibirnya.

Nafas gadis itu memburu, bukan karena sesak namun kali ini ia benar-benar terkejut, hal itu seiringan dengan dadanya yang berdetak cepat dengan kepala yang mulai berkunang-kunang.

"Aku gak suka kamu menyalahkan diri sendiri, Del," lirih Ravin.

Alexa tak perduli, ia memilih berdiri dengan sisa tenaganya, berjalan meninggalkan Ravin yang masih mematung di belakangnya.

Melihat sang istri yang kesusahan, Ravin mendekat membantu Alexa. Gadis itu sama sekali tak menolak atau lebih tepatnya tak bisa menolak, tubuhnya sudah benar-benar menggigil di tengah teriknya matahari.

"Jangan sentuh," bisiknya tak kuat.

"Del," panggil dengan suara bergetar. Dipeluknya tubuh hangat sang istri. "Maaf," bisiknya tulus diikuti air mata yang menetes.

"Gue mau pulang!"

***
Semua diam memandang tubuh Alexa yang terbaring lemah itu.

Ravin sendiri memilih menuruti keinginan sang istri untuk tidak lagi berada di rumah sakit, ia takut Alexa akan semakin tertekan jika terus dirawat di sana.

Angel dan Damian pun terus menatap khawatir gadis itu. Sesekali Ayah Alexa memeriksa suhu tubuh sang putri yang tak kunjung turun.

Sejujurnya mereka tidak tega melihat gadis yang selalu terlihat kuat itu terbaring dengan infus serta alat pernafasan.

Apalagi Alexa sekarang tak hidup sendiri, ada kehidupan lain yang harus dijaga pula. Itulah mengapa Ravin begitu takut sang istri tertekan ataupun berpikir banyak.

"Ravin ... Alexa sudah tidak sendiri," tutur Damian. "Jangan buat kondisinya semakin memburuk," sambungnya.

"Maksud Ayah?" Bingung Ravin.

Damian menghela nafas panjang. Ini keputusan yang cukup sulit untuknya. "Biarkan dia tau segalanya. Alasan kita melakukan ini, Alexa perlu tau. Jika tidak, dia pasti akan terus menggalinya sendiri. Itu tidak baik, seharusnya dia hidup tanpa dipenuhi beban apapun sekarang."

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang