Twenty-Eight

1.3K 176 52
                                    

"Jangan lupa untuk datang!"

Tutt

Sambungan telepon ia tutup sepihak tanpa mau repot-repot mendengar balasan dari orang itu.

Malam yang Alexa tunggu-tunggu akhirnya tiba, semua sedang bersiap untuk menghidangkan makan malam besar-besaran sebab Alexa bilang akan ada orang yang ia undang.

Bahkan gadis itu kini telah kembali membantu Angel beserta Ravin yang tengah sibuk memasak setelah menelepon tadi.

"Del, kamu duduk aja di sana," tunjuk Ravin ke arah meja makan.

"Gak, aku mau bantu kalian masak," tuturnya dengan senyum mengembang.

Suasana hatinya sedang baik malam ini.

"Tumben," curiga Ravin.

Gadis itu seketika cemberut, memilih mengabaikan Ravin, Alexa kini berjalan mendekati Angel yang sibuk dengan sayurannya.

"Nih," ucapnya memberikan cincin itu pada Angel. "Sebenarnya gue gak tertarik sama sekali sama barang kuno itu, tapi mau gimana lagi, hidup gue gak tenang kalau Lo bahagia," jujurnya dari lubuk hati terdalam.

Angel hanya tersenyum paksa, antara senang Alexa mengembalikan cincinnya dan sedih mendengar perkataan gadis itu.

"Masak yang enak! Khusus untuk gue jangan lupa tambahin racun!" sindirnya.

"Del," tegur Ravin, entah kenapa istrinya itu akhir-akhir ini malah semakin membenci Mama Angel.

Mungkin faktor kehamilan, entahlah Ravin tak begitu paham. Yang ia tau dari dokter bahwa sikap ibu hamil emang kadang membingungkan, bisa berubah-ubah dalam waktu singkat.

Saat pertama kali mendengar itu Ravin hanya bisa menghela panjang, Alexa yang biasa saja sudah sangat membingungkan, apalagi saat hamil seperti sekarang.

Tapi tak apa, ia bahagia akhirnya bisa memiliki keturunan dari orang yang dicintainya. Ravin merasa jadi orang paling beruntung di dunia saat berhasil mendapatkan Alexa yang berhati batu itu.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?"

Pertanyaan Alexa berhasil membuyarkan lamunan Ravin. Tawanya meledak menyalurkan kebahagiannya dengan mengecup gemas bibir sang istri.

"Aku sayang kamu," tuturnya.

"Aku gak!" Balas Alexa kemudian mencomot coklat batang yang telah Ravin iris-iris untuk toping puding yang dibuat.

Samar-samar terdengar suara seseorang yang Alexa kenal dari arah luar, seketika ia segera meninggalkan Ravin dan Angel untuk menghampiri orang tersebut.

"Oh my love, Marchel," teriaknya seraya berlari kecil menghampiri pria itu, memeluk Marchel yang bahkan belum sempat duduk saat Damian telah mempersilahkannya.

Teriakan Alexa membuat telinga Ravin panas, bertepatan dengan pudingnya yang telah selesai, ia berpamitan pada Angel dan segera menyusul istri nakalnya.

"Del, jangan peluk-peluk." Ravin berlari dan segera memisahkan dua manusia yang tengah berpelukan itu.

Diraihnya pinggang Alexa dan memeluknya erat, menatap Marchel dengan tajam.

"Gak usah senyum-senyum Lo," sinis Ravin tak suka saat melihat wajah sumringah Marchel setelah dipeluk istrinya.

"Ada kabar baik, gak?" Tanya Alexa dengan riang, mengabaikan suaminya yang sedari tadi melayangkan tatapan permusuhan pada pria yang ia ajak bicara itu.

"Ada," jawab Marchel kemudian duduk lantaran telah pegal terus berdiri, ia cukup lama berada di depan pintu lantaran tak ada yang membuka.

Alexa mengangguk senang, Marchel memang orang yang paling tepat untuk dipercaya.

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang