Expart 1

1.9K 149 22
                                    

🇲🇨Happy Independence day🇲🇨

Setelah kejadian beberapa minggu yang lalu, kejadian di mana Marchel meninggal dunia. Ravin memilih membawa Alexa untuk pindah ke kediaman Damian demi keamanan sang istri. Akhir-akhir ini pun ia jarang pergi ke kantor lantaran tak ingin meninggalkan Alexa saat Damian harus menghadiri pertemuan penting.

Lebih tepatnya, Ravin tak ingin bekerja jika tak terlalu mendesak.

Perihal Marchel, Ravin cukup berterimakasih pada Damian atas bantuan ayah mertuanya itu.

Meski dalam keadaan darurat, Damian masih bisa berfikir jernih, membawa pergi tubuh tak berdaya Marchel dari apartemennya hingga tak membuat tempat tinggalnya itu kotor dalam waktu yang lama.

Damian mencoba untuk mencari tau keberadaan keluarga Marchel agar bisa menghubunginya. Ternyata pria itu tak memiliki siapapun, kesendiriannya inilah yang membuat seorang Marchel menjadi gila dan tak berhati.

Alasannya karena tak ada yang memperhatikan pria itu, tak ada yang memperingatinya jika ia telah melakukan hal yang salah.

Orang-orang yang pernah berhubungan dengannya tau bahwa Marchel bukan pria baik-baik. Selama ini, pria itu telah menjual data-data seseorang menggunakan kemampuan meretasnya. Serta menipu dengan alibi menjadi anggota kepolisian ataupun kepegawaian bank demi mendapat uang secara cepat.

Hal itu berhasil menyulut emosi Ravin, bahkan Damian yang rela mengurus pemakaman Marchel lantaran tak tega karena sudah tak memiliki keluarga dimaki habis-habisan oleh Ravindra.

Pada akhirnya, suami dari Alexa itu hanya bisa menatap gundukan tanah Marchel dengan amarah. Merasa belum puas akan pembalasannya terhadap pria yang begitu dipercayai oleh istrinya itu.

Membuat Adelianya kecewa, sakit, dan trauma.

Kini usia kandungan Alexa hampir memasuki bulan ketiga. Itu pula yang membuat suasana hati istrinya mudah berubah-ubah, menjadi lebih pendiam dan tak pernah memaki Ravin lagi.

Membuat Ravin cukup khawatir.

"Del, mau makan?"

Alexa menggeleng, ia masih fokus berpegangan pada dinding kamar seraya berjalan pelan untuk membiasakan kakinya.

"Del, perut kamu masih kosong, loh. Tadi sarapan dimuntahin, makan siang juga gitu. Ini udah hampir malam, Del. Pikirin kesehatan kamu, Sayang."

Hari-hari Ravin penuh dengan omelan, kefrustasian, serta kekhawatiran. Alexa yang dulu tak pernah melewatkan makan kini menolak mentah-mentah kudapan yang selalu Ravin bawa untuknya.

"Aku gak lapar, Vin." Jawaban itu terdengar monoton, intonasinya datar bagai tak berselera.

Ravin berdiri dari duduknya, berjalan mendekati Alexa yang mulai terlihat lelah. Tubuh yang semakin kecil itu ia angkat ke atas tempat tidur. "Kamu mau makan apa, hmm?"

Lagi-lagi Alexa menggeleng, menunduk seraya membungkus tubuhnya dengan selimut tebal, mengabaikan Ravin yang terus menatap gusar.

"Aku masakin, ya?"

"Aku gak lapar, Vin." Lama-lama Alexa sebal, penolakannya seakan tak berarti di telinga pria itu.

Ravin memilih mengalah, pikirannya berkecamuk antara memberitahu istrinya atau tidak. Perihal kematian Marchel, Alexa tak tau sama sekali. Yang istrinya tau pria itu masih dirawat di rumah sakit.

Itulah kebohongan yang Ravin ungkap sebab tak ingin Alexanya kecewa karena telah menjadi seorang pembunuh.

"Del, ada yang mau aku omongin, aku mohon kamu jangan marah."

Dark Light (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang